Chapter 40 : Dark Road

409 96 43
                                    

"Terima kasih banyak, Ra. Terima kasih banyak telah mengkhawatirkanku begitu dalam."

Tere Liye - Komet Minor


< - - - - - >

Aku terbaring lemas di balik sebuah baru besar. Suara burung terdengar di kejauhan, terbang kembali pada sarang mereka. Suhu di sekitar hutan mulai turun drastis, menyebarkan rasa dingin pada telapak tanganku.

"Kau selamat." Kata Aizawa-Sensei dengan santainya. Dia sudah berhenti menguap sejak aku keluar dari gua untuk ketiga kalinya.

Adrenalin masih membuat jantungku berdegup cepat, aku bahkan tidak bisa merasakan kedua kakiku. Pengalaman mengerikan di dalam sana akan aku simpan sebagai kenangan paling buruk seumur hidup.

"Haruskah aku pergi ke kuil untuk berdoa sekarang? Aku rasa tadi sempat melihat dewa di dalam sana."

"Aku pikir kau tidak percaya pada tuhan?"

"Jika aku lebih banyak menghabiskan waktu di dalam gua sialan itu, mungkin aku akan berpikir untuk percaya pada salah satunya. Aku butuh keajaiban di sana."

"Kelelawar semakin sensitif menjelang malam. Kau harusnya bisa berjalan lebih pelan lagi."

Aku mengangkat kepalaku curiga. "Bagaimana kau tahu aku membangunkan mereka?"

"Teriakanmu sangat keras."

Dengan sigap kedua tanganku bergerak untuk menutupi wajahku yang panas. "Benar-benar memalukan." Gumamku.

"Saatnya kembali, kau harus membantu teman-temanmu memasak." Aizawa-Sensei bergerak cepat meninggalkanku.

"Jangan berharap lebih pada anak buta. Aku tidak pernah memegang pisau dapur untuk memotong sayur-sayuran." Gerutuku sambil mengikuti langkah cepat Aizawa-Sensei. Tidak ingin tertinggal karena akan sulit berjalan sendirian setelah serbuan kelelawar tadi.

Tapi aku pernah menggunakannya untuk memotong leher seseorang.

< - - - - - >

Sesampainya di halaman belakang perkemahan, semua orang sibuk memotong bahan makanan dan menyalakan api. Aku berpikir untuk kabur dari kegiatan membosankan itu, tapi kemudian tanganku di tarik oleh Iida yang menyadari kedatanganku.

"Midorya, silahkan membantu dibagian sana." Ia menunjuk pada tempat suara pisau dan papan beradu. Aku berusaha menolak, sayangnya sebuah pisau sudah melayang di tanganku. Iida mendorongku hingga ke depan meja dengan tumpukan kentang di keranjang besar.

"Bagaimana caraku memotong benda ini?" Gumamku kebingungan.

"Kau tidak tahu cara memotong kentang?" Aku dikejutkan dengan suara Kirishima di samping telingaku. Membuat pisau di tanganku refleks mengarahkan mata pisau yang tajam ke lehernya.

"WOAHH MIDORYA!" Kirishima terjatuh di sampingku, membuatku menarik cepat pisau itu sebelum benar-benar melukai seseorang.

"Itu berbahaya!"

"Ah, maafkan aku." Ujarku, seraya mengulurkan tangan untuk membantunya berdiri.

Hari ini, aku kembali lengah dan tidak menyadari seseorang mendekat. Apa latihan dengan Aizawa menguras tenagaku untuk fokus pada suara di dekatku? Tapi aku merasa justru latihan itu mempertajam pendengaranku.

A Tiny Light [BLIND DEKU AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang