Chapter 08 : Fracture

767 168 19
                                    

"I think we regular people may have forgotten a basic truth―we don't really have the right to judge anyone else."

Confessions - Minato Kanae -


< - - - - - >

Lagi-lagi, keberuntunganku datang. Gadis itu memandangiku yang sedang memikirkan hal tidak penting seperti kenapa pintu kelas kami memiliki besar dan tinggi dua kali lipat dariku? Kachan sudah melesat masuk dan menduduki bangku paling ujung dekat dengan jendela di baris ke tiga. Dia menandai wilayahnya dengan meletakkan kaki di atas meja. Sombong, angkuh dan percaya diri seperti biasanya.

"Selamat pagi!" Sapanya riang.

Aku mundur selangkah akibat wajahnya yang sangat dekat, hampir tidak menyadari fakta bahwa kami memang memiliki tinggi yang sama. Sambil menutupi wajahku yang memanas, aku merasakan debaran jantung akibat sikap sok akrabnya.

"Kau bocah hijau yang menyelamatkanku. Syukurlah kau lulus ujian!" Aku rasa dia tersenyum. Entahlah, sekarang aku benar-benar penasaran bagaimana seseorang jika tersenyum. Apa dia selalu tersenyum?

"Bo-bocah, bocah hijau?" Aku mempertanyakan sebutan lucu yang dia gunakan.

Kepalanya mengangguk dengan semangat, sampai-sampai suara gesekan kasar dari baju seragamnya membuatku merinding. Kepalanya tidak akan putus kan? Aku baru pertama kali bertemu seseorang yang penuh energi sepertinya.

"Aku Ochaco Uraraka, salam kenal." Gadis itu mengulurkan tangannya, membuatku tergoda dan penasaran seperti apa rasanya menggenggam tangan itu.

"I-i-izuku Mi-m-midorya, sa-salam kenal!" Tanganku berhenti bahkan sebelum menyentuh ujung jarinya, akibat sebuah keributan mengalihkan perhatian kami.

"Hei! Kau tidak menghargai properti sekolah yang telah digunakan turun-temurun oleh kakak kelas kita. Sebaiknya turunkan kakimu sekarang juga!" Keributan yang berasal dari tempat duduk Kachan membuatku menoleh penasaran dan menemukan anak berkacamata yang menegurku sedang menyulut emosi Kachan.

"Bocah kacamata berisik ini," Kachan bergumam sambil berusaha menulikan telinganya.

"Hei! Kau tidak mendengarku?"

Oke, sekarang aku ingin Kachan mengamuk saja. Anak itu menyebalkan.

"MEMANGNYA KENAPA? MAU KUTARUH KAKIKU DI KEPALAMU JUGA BUKAN URUSANMU, SIAPA YANG PEDULI PADA ORANG-ORANG TUA ITU!"

Aku langsung berjalan cepat untuk menarik Kachan.

"Kenapa kau menghalangiku?!"

"Su-sudahlah, Ka-k-Kachan. Lagi pula dia ada benarnya juga, kau tidak mungkin mengotori meja belajarmu selama satu tahun ke depan kan?" Bujukku, sesekali memberikan lirikan untuk menyuruhnya diam saja.

Kachan kembali duduk, membuat semua orang yang memperhatikan berbisik-bisik kagum.

"Dia menjinakkannya!"

"Itu anak yang kasar dan meledak-ledak saat ujian kan?"

"Anak pengumpat yang merobohkan gedung ya?"

"Sudah kubilang dia jinak, saat makan siang ayo ajak dia."

Oke, aku rasa rumor tentang Kachan tidak ada yang baik. Kenapa pula harus menggunakan kata 'jinak', dia kan bukan anjing. Setidaknya bukan anjing mereka kan?

"Kau, anak mengantuk waktu itu?"

Aku baru menginjakkan kaki di kelas ini selama kurang lebih 10 menit dan sekarang sudah punya dua julukan. Kenapa semua orang selalu mengingat seseorang dengan cara yang aneh.

A Tiny Light [BLIND DEKU AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang