Part 23 💦

8.1K 797 33
                                    

~Happy reading~
Vote dulu yuk

Tyaga semakin awas terhadap pergerakan Retania. Seiring bertambah besar perut sang istri, makin bertambah banyak larangan yang Tyaga buat. Semuanya dia lakukan agar keselamatan Reta tetap terjaga. Pun juga dia agak ngeri melihat Reta dengan perut besarnya menaiki tangga menuju lantai tiga ataupun membersihkan kamar mandi yang menjadi kegiatan harian sang istri. 

Dia tidak mau sampai Reta kelelahan apalagi celaka karena bergerak kesana kemari mengurusi rumah dan dirinya. Oleh karenanya, Tyaga memboyong salah satu ART dari rumah orang tuanya.  Tugas ART dirumahnya bukan saja menghandle urusan bebersih, namun juga menemani Retania di rumah selama dirinya bekerja. 

Menjelang kelahiran sang jabang bayi , Tyaga dituntut untuk semakin siaga. Siap kapan saja. Itu sebabnya ia meminta ibu mertuanya untuk tinggal dengannya bila kandungan Reta masuk bulan ke delapan, tiga Minggu lagi. Sebab ia sendiri tidak mungkin selalu berada di dekat sang istri. 

Reta sendiri jauh lebih santai tinimbang suaminya yang sudah riweh sejak tau kehadiran bayi dalam rahimnya. Terakhir kontrol, kondisi tubuh serta jabang bayinya baik-baik saja. Jadi sebenarnya tidak ada yang perlu dirisaukan. Meskipun Reta akui kalau perasaan takut menjelang persalinan normal yang ia akan jalani nanti tidak dapat dihindarkan. 

Tapi menurut Reta, wajar saja bila suaminya malah lebih heboh mempersiapkan ini itu. Keturunan Tyaga sudah dinantikan sejak belasan taun lalu. Terhitung 8 Minggu lagi menjelang kelahiran bayi dalam perutnya. 

Tentunya Reta sebagai istri hanya bisa menuruti semua yang suaminya inginkan. Toh ini demi kebaikannya dan jabang bayi. Seperti sekarang. Reta tengah memilih dekor untuk persiapan acara nujuh bulanan yang rencananya akan digelar di kediaman mereka. Bentuk doa dan harapan terhadap calon anak mereka yang sebentar lagi akan terlahir. 

"Yah, yang ini gimana?" Awalnya Reta kurang setuju dengan ide suami beserta keluarga besar mengenai konsep acara nujuh bulanan yang mereka usulkan. Tapi begitu semua keluarga mengatakan kesetujuannya, Reta tak kuasa menolak dan pada akhirnya memilih menurut. 

"Bagus. Terserah maunya bunda yang mana, ayah bagian bayarnya saja." Ujar Tyaga sembari menepuk pelan puncak kepala Reta.

Perhatiannya kembali tertuju pada layar handphone yang menampilkan ruang chatnya dengan calon konsumen barunya. Meski telah memiliki pelanggan tetap, namun Tyaga masih harus mencari calon pelanggan baru lagi. Bukan saja demi kepentingan usahanya, namun dibaliknya ada angin segar bagi para petani nira kelapa di desanya. 

Makin banyak Tyaga membeli gula petani, makin meningkat pula penghasilan mereka. Tyaga selalu berharap mereka hidup sejahtera, sebanding dengan pengorbanan yang dilakukan petani nira. 

Rencananya acara nujuh bulanan akan digelar di hari Sabtu nanti. Itu artinya tinggal dua hari lagi, dan Retania masih belum menemukan dekor yang sreg di hati. Tyaga sudah mulai jengah, karena sedari kemarin sang istri belum juga menentukan dekor yang ia pilih. 

"Ish, bingung yah.." rengek Reta manja. Tyaga mengulas senyum, sembari menatap lekat kedua mata istrinya. Entah sudah berapa kali perkataan itu keluar dari mulut Reta. 

"Tinggal pilih yang bunda suka. Bagus nggaknya kan selera nda. Dah cepetan pilih lho, ayah mau ke gudang ini. Biar sekalian mampir rumahnya Bu Era." 

Pada akhirnya Retania menunjuk dekor yang menurutnya paling simpel. Tapi justru yang simpel nan elegan, punya harga sewa yang lumayan. Yang penting kan pilihannya sudah memenuhi standar Ibu mertuanya yang lumayan ribed menurutnya. Masa bodoh bila harga dekor nujuh bulanan ini menguras kantong sang suami. Toh, ia yakin betul, Tyaga tak akan keberatan bila menyangkut kepentingan calon anaknya. 

TUSTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang