🌻🌻🌻Tyaga masih berkutat dengan pekerjaannya meski hari sudah hampir petang. Pengiriman gula yang dipercepat dari waktu kesepakatan membuat stok gula di gudangnya menipis. Tyaga harus menghubungi beberapa petani untuk segera menjual gulanya sore ini juga. Sebab setengah delapan malam nanti satu kontainer gula merah harus meluncur ke pabrik kecap di Sidoarjo.
Tyaga menghela nafas panjang sembari meluruskan punggungnya yang kaku. Istrinya sudah menelfonnya untuk segera pulang. Tapi dirinya masih belum bisa pulang sampai truk kontainer yang tengah diisi gula itu berangkat. Dia harus memastikan kelengkapan administrasi dan lain sebagainya sesuai dengan ketentuan.
Dalam hati Tyaga harap-harap cemas dengan nasibnya malam ini. Apakah dirinya akan didepak dari kehangatan kasur kamar mereka, atau kalau nasib sedang berpihak padanya-istrinya akan menyambut kedatangannya dengan antusias tanpa drama-drama yang berseliweran di kepala Tyaga.
Suara tahrim di surau sebelah sudah terdengar, tandanya sebentar lagi sudah masuk waktu solat maghrib. Membereskan meja kerjanya yang berantakan, lalu Tyaga berjalan keluar gudang menuju surau sembari mengajak seluruh karyawannya untuk solat. Meski kontainer belum sepenuhnya terisi tapi Tyaga tetap menomor satukan perihal ibadah. Dia tidak mau karyawannya absen solat hanya karena perkara duniawi yang sifatnya sementara.
Setelah solat semua karyawan yang Tyaga ajak lemburan malam ini mulai mengangkut gula kembali. Kali ini jelas lebih semangat setelah solat. Sementara dirinya, melayani para petani yang akhirnya membawa pesanan gula yang Tyaga butuhkan untuk mencukupi kekurangan pengiriman malam ini.
Memang permintaan pengiriman gula dadakan seringkali terjadi. Untungnya Tyaga menampung penjualan gula petani dari empat desa disekitarnya. Meski kadang kejadian kekurangan stok ataupun kelebihan stok juga kerap terjadi tapi Tyaga bersyukur sampai saat ini usahanya masih tetap berjalan.
Pukul sembilan malam Tyaga baru memarkirkan motornya di garasi rumah. Lampu ruang tamu dan ruang tengah sudah dimatikan. Tyaga yakin istrinya sudah tertidur mengingat tadi dia berpesan untuk tidak menunggu kepulangannya.
"Lho kok belum tidur nda?" Perkiraan Tyaga salah. Istrinya masih melek dengan tubuh bersandar di headboard dan buku ditangannya.
"Nggak bisa tidur yah." Reta memberi penanda di halaman terakhir yang ia baca malam ini. "Sampun dahar yah?"
"Belum. Tadi buru-buru pulang." Tyaga melepas kemeja serta celana bahan yang dipakainya seharian ini. Menyisakan kaos dan celana bokser langganannya. Sepertinya mood Reta tengah baik. Artinya dirinya bisa tetap tidur di kasur kamar mereka dengan memeluk tubuh hangat istrinya.
"Mau tak siapkan makan disini?"
"Ndak usah. Tidur aja nda." Tyaga segera membersihkan diri. Sementara Reta tetap mengambilkan makanan untuk suaminya yang sudah seharian ini mencari nafkah untuknya.
"Yah, nomor asing lagi nih nelfon." Mood Reta tiba-tiba anjlok saat menemukan nomor asing lagi di ponsel suaminya. Kalau kemarin itu benar Rama Tangsel. Lalu sekarang siapa. Malam-malam begini."Di speaker aja." Tyaga memilih melanjutkan aktivitasnya mengeringkan rambut, dan mendekat ke sang istri yang duduk di bangku meja rias sembari memegang ponselnya.
"Hallo?" Tak ada kecurigaan sama sekali terhadap penelfon asing yang kini Tyaga nanti suaranya.
"Mas Tyaga?" Sontak Tyaga mengehentikan gerakan tangannya, dan melarikan pandangan ke sang istri.
"Ini aku Lia mas. Gimana kabarnya? Kok lama ndak main ke rumah, eyang nanyain lho mas. Kamu emang nggak kangen sama aku? Aku-" Badebah. Maki Tyaga dalam hati. Wanita ular satu itu memang tak pernah jera dengan karma yang Tuhan beri untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TUSTA
RomanceCayapata Tyaga menikahi seorang gadis berparas ayu bernama Retania Ranupatma. Dirinya pun pernah menikah dengan seorang perempuan bernama Alia Jaya Wadina, anak dari teman kakeknya. Namun usia pernikahan mereka hanya bertahan setahun. Retania, adal...