5. Dua Pesaing

81 60 68
                                    

"Ada obat pusing nggak? Freshcare atau minyak kayu putihnya juga sekalian kalau ada." Ucap Nadhif kepada anggota PMR ketika dirinya baru saja mendudukkan Anne di brankar UKS yang tersedia di sana.

Gadis yang mendapati jadwal menjaga hari ini mengangguk, dengan gerakkan cepat dia mulai mencari obat-obatan itu. Sementara Nadhif sedang berdiri menatap Anne yang masih terlihat meringis memegangi kepalanya. Gadis itu menunduk dalam-dalam, seolah tidak ingin menatap manusia yang saat ini sedang berdiri tepat di hadapannya.

Anne rasanya sangat menyayangkan mengapa dirinya tidak sekaligus pingsan saja sekalian. Daripada seperti ini, dia benar-benar mati kutu dengan badannya yang mendadak seolah kaku. Sementara detak jantungnya memburu, berdetak dengan sangat cepat. Ritmenya benar-benar tidak normal seperti biasanya. Saking deg-degannya, Anne merasa kalau dadanya seperti akan meledak.

Yatuhan, apakah dia tidak salah lihat sekarang?

Apakah Anne sedang bermimpi?

Atau dia sedang berhalusinasi?

Benarkah seseorang yang sedang berdiri di depannya saat ini adalah...? Benarkah ini? Anne benar-benar tidak akan nenyangka kalau Nadhif yang akan menolong dan membawanya ke sini. Dan-dan apa itu tadi? Tadi itu dia di gendong ala-ala bridal style oleh lelaki itu.

Sepanjang perjalanan ke sini, jantung Anne pun seolah ingin meloncat kabur dari tempatnya. Sakit di kepalanya bahkan terkalahkan dengan kecepatan ritme jantung Anne yang sudah seperti petasan yang biasanya di pasang untuk menyambut kedatangan besan di acara-acara pernikahan betawi.

Dar der dar dor. Begitu kira-kira kalau di definisikan bunyinya.

Lagipula mengapa sih, mengapa dia tidak pingsan saja?! Mengapa Anne masih harus tersadar seperti ini. Sangat sadar ini mah. Dia terlalu tidak kuasa berada dengan jarak yang cukup dekat dengan Nadhif seperti sekarang.

"Kak ini obatnya. Untuk airnya tinggal ambil aja ya Kak di dispenser sana." Siswi anggota PMR itu menyerahkan beberapa obat-obatan yang tadi diminta Nadhif, sebelah tangannya menunjuk sebuah dispenser yang sudah terletak di pojok dekat brankar. Dengan sopan Nadhif mengangguk, menerimanya.

"Ada lagi yang bisa gue bantu Kak?" Tanya siswi itu.

"Udah ini aja, makasih ya." Gadis itu menangguk, kemudian setelahnya dia pergi berlalu meninggalkan Nadhif dan Anne yang kini hanya berdua.

Nadhif melangkah mengambil air dari dispenser untuk Anne meminum obatnya. Sementara diam-diam Anne memperhatikan gerak-gerik lelaki itu dengan masih sedikit menunduk.

"Ini, lo olesin dulu ke kepala lo yang sakit, biar nggak terlalu pusing." Nadhif menyerahkan sebuah freshcare kepada Anne. Meski sangat begitu gugup, Anne mencoba mendongak lalu mengambil benda itu. Matanya beradu dengan kedua manik mata hitam pekat milik Nadhif.

Deg.

Rasanya Anne ingin tenggelam saja.

"M-makasih..." Sial, suara Anne mengapa kentara jelas sekali terdengar gugup.

"Tiduran aja kalau pusing banget." Nadhif menatap Anne yang masih dalam posisi duduk. Gadis itu kemudian mengangguk kaku, dan mulai membaringkan tubuhnya di atas brankar.

"Ada yang lo butuhin lagi nggak?"

Anne menggeleng singkat. "Nggak, ini aja cukup."

Nadhif terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya dia kembali membuka suara.

"Kalau gitu gue tinggal ya? Gue mau balik ke kelas." Nadhif tidak bisa berlama-lama di sini, ia harus mengikuti kegiatan belajar mengajar yang masih berlangsung. Lagipula dirinya dengan gadis di depannya ini tidak saling mengenal sama sekali. Akan canggung bila mereka terus berduaan seperti ini.

SANDYAKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang