8. Luka yang-Tak Mengapa

51 10 17
                                    

Bel tanda kegiatan belajar-mengajar telah usai baru saja berbunyi dengan nyaring, Anne merapihkan buku-buku miliknya ke dalam tas. Siswa-siswi mulai terlihat saling berbondong-bondong keluar dari kelas mereka masing-masing. Tak terkecuali dengan Anne yang kini sudah melangkahkan kakinya keluar meninggalkan kediaman XII Ipa 2.

Gadis dengan cardigan berwarna tosca itu melangkah dengan tidak bersemangat ke arah parkiran. Wajahnya menunduk lesu, kedua tangannya menggenggami erat tali-tali ranselnya.

Di tempatnya memarkirkan motor, Kio dengan—panggil saja mereka dua antek-anteknya, kini tengah bersidekap seraya mengunyah permen karet di mulutnya. Ekspresinya persis seperti pemeran-pemeran antagonis bajingan tengik yang ada di tipi tipi.

Jika saja hari ini Keysha masuk dan berada disini sekarang, mungkin kakinya sudah bergerak mendepak wajah Kio yang luar biasa sengak dan ngeselin itu. Atau mungkin Keysha juga akan menyelengkat kedua kaki teman Kio yang sedari tadi bersandar di tiang parkiran seraya memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana. Ekspresinya tidak jauh berbeda, sama-sama belagu seperti meminta ditimpuk pakai batu kolar.

Kio rupanya sudah sangat menanti-natikan kedatangan Anne. Terbukti bagaimana setelahnya laki-laki itu dengan kurang ajar menyambut kehadiran Anne dengan sebuah lemparan ember air yang masih kosong. Anne tersentak sebab benda itu tepat jatuh di depannya. Setelahnya, Kio melemparkan sebuah lap motor kecil yang dia baru ambil dari jok motor.

Anne bergerak mundur ketika lap itu hampir saja mendarat di wajahnya. Untuk kesekian kalinya, Anne kembali memancing tatapan dari orang-orang di sekitarnya. Terutama, siswa-siswi yang masih berada di parkiran. Bahkan ada yang sengaja duduk-duduk dulu di motornya, hanya untuk menonton dan menyaksikan bagaimana Anne akan menyelesaikan hukumannya kali ini.

Leon dan Garka yang merupakan sohib karib alias si pengintilnya Kio, tampak tersenyum menyeringai, seolah dia senang melihat pemandangan di depannya sekarang.

"Ambil air cepetan! Setelah itu cuci motor gue sampai bersih!" Kio dengan gertakkan keras menyuruh, ketika Anne tepat sudah berdiri di hadapannya.

Anne tidak bersuara. Dia memilih mengambil ember itu lantas berjalan pergi ke arah toilet musholla yang berada di dekat parkiran.

Anne tidak menyangka kalau Kio akan bersikap sekeras itu kepadanya. Meski Anne bukanlah teman ataupun seseorang yang dia kenali, setidaknya dia adalah perempuan. Cara Kio membentaknya persis seperti bagaimana bang Kafka membentaknya selama ini. Intonasinya, nada suaranya, bagaimana ia menatapnya, semua benar-benar terlihat sama. Melihat aura kemarahan dari Kio membuat Anne merasa kembali diingatkan akan kejadian di rumah pagi tadi.

"Lama banget ngambil air doang! Gue mau pulang! Jangan ngulur-ngulur waktu!" Kio meneriaki Anne yang masih mengisi ember kosongnya, dengan pancuran air dari keran.

Memilih tidak kembali menyahut, setelah ember itu terisi penuh, Anne buru-buru membawanya ke arah dimana motor Kio berada. Meski merasa sedikit malu, sebab dirinya sekarang persis seperti seorang pembokat yang tengah melayani majikannya. Dan setiap gerak-geriknya tak luput dari segala pasang mata yang masih memijakkan diri di parkiran.

Tetapi masa bodo, dirinya sudah terlanjur malu semenjak Kio memarahinya habis-habisan dan membuatnya menjadi bahan tontonan di kantin tadi. Dirinya sudah terlanjur basah, maka ketika Kio memberikan hukuman dan menyuruhnya mencuci motor seperti ini, Anne memilih tidak ingin peduli lagi dengan harga dirinya yang seolah seperti sedang di permalukan juga.

Yang dia pikirkan, dirinya hanya harus cepat-cepat menyelesaikan ini, agar setelahnya dia bisa segera kembali pulang ke rumah, lalu kemudian menangis.

Anne memulai kegiatan cuci-mencuci motor Kio. Dengan telaten dia membersihkan setiap inci sela-sela bagian motor Kio yang kotor, kemudian kembali mengambil air ketika ember itu mengkosong lagi. Membersihkan lagi, mengguyur bodi motor itu, menggosoki tiap-tiap noda yang menempel di sana, lantas kemudian kembali mengguyurnya dengan air-hingga tepat sekitar hampir dua puluh menitan, Anne akhirnya selesai dengan kegiatannya. Kegiatannya berakhir dengan Anne yang mengelapi motor Kio hingga kering dan mengkilat bersih.

SANDYAKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang