chapter 10 - don't be sad

2 1 0
                                    

Hampir satu jam perjalanan dengan mobil, dan jalanan yang sedikit rusak karena aspalnya sudah pecah-pecah, dan jalanan yang becek karena hujan, akhirnya Tim Ekspedisi Komunikasi dan Ua Boa sampai di tempat tujuan. 

Mereka sedari tadi melewati hamparan sawah, rumah-rumah susun, dan kebun jagung.

Ternyata sudah banyak masyarakat yang menunggu mereka. Lalu, tarian mulai dipertunjukkan kala Doyoung dan kawan-kawan turun dari mobil.

"Itu namanya Tari Weha Ao. Tarian selamat datang dan penyambutan pada tamu yang hadir di Dompu." Jelas Ua Boa. 

Mereka berempat kembali mengangguk mengerti. Ternyata sedari tadi mereka sudah mendapat pelajaran, tak jarang Ara mencatatnya di note-nya.

Ua Boa benar-benar menyiapkan semuanya untuk kedatangan Doyoung dan timnya.

Para penari itu mulai membagi formasi menjadi dua.

"Ayo." Ajak Ua Boa. Menyuruh mereka berempat berjalan di tengah formasi penari. Saat mereka melangkah, para penari melemparkan beras kekuningan kepada mereka. Ara juga mengeluarkan HP-nya dan mengambil gambar yang mungkin hanya sekali seumur hidup ia bisa datang ke sini.

Dan, tarian pun selesai. Semua warga juga tidak sedikit yang kembali ke rumah.

"Selamat datang di Dompu." Suara lembut itu menghampiri mereka berempat. Sepertinya itu adalah istri Ua Boa. Memakai sarung sebagai penutup kepala sampai di telapak tangan. Itu biasanya dipanggil dengan sebutan Rimpu Tembe.

"Mas Doyoung dan Mas Jungwoo akan tinggal di rumah yang ini, bersama dengan saya dan anak saya. Untuk Mbak Raya dan Mbak Ara, kalian berdua bisa ikut Ua Doji. Kami masyarakat Dompu biasanya menyebutnya dengan Uma Panggu." Jelas Ua Boa, lalu Doyoung sedikit melirik Raya dan Ara untuk segera mengikuti Ua Doji.

Raya dan Ara mengikuti langkah Ua Doji. Hanya berselang dua rumah dari rumah yang ditempati Doyoung dan Jungwoo. Rumah panggung ini sangat antik, seperti barang langka.

Setelah bersusah payah menaikkan koper mereka, akhirnya mereka sampai di dalam rumah. Tidak seperti di Jakarta yang panas, di sini terlampau sejuk dan dingin.

"Ua Doji." Panggil Raya.

"Kenapa, Raya?"

"Yang dipakai Ua Doji itu namanya apa?" Tanya Raya, matanya fokus pada sarung yang dipakai Ua Doji yang membungkus kepalanya.

"Ini namanya Rimpu Tembe. Masyarakat di sini suka sekali memakainya."

"Nanti kita mau coba ya, Ua." Balas Ara.

"Baiklah. Sekarang, kalian istirahat dulu. Nanti Ua bawakan makan siang dengan Utambeca Saronco."

"Apa itu, Ua?"

"Sayur Asem." Ua Doji tersenyum, lalu turun dari rumah.

Kini Raya dan Ara sibuk mengemas pakaiannya, mengeluarkannya dari koper dan memasukkannya ke dalam lemari dekat kasur mereka berdua. Kasur sudah disediakan dua, masyarakat di sini benar-benar baik.

"Ra, lo ditelepon Jae-maksudnya Kak Jaehyun tadi?" Tanya Ara.

"Iya. Dia bener-bener marah sama gue, Ra." Jawab Raya.

"Jaehyun bener-bener sinting, nggak nyadar diri!"

"Mulutnya difilter bos. Sinting-sinting gitu, pacar gue."

"Sorry." Balas Ara.

"Ra, salah nggak sih gue ngerasa ragu sama hubungan gue?" Ucap Raya menatap sahabatnya itu.

"Maksud lo?" Ara balas menatap sahabatnya itu, bingung.

Raya menggeleng.

"Nggak. Gue kayaknya lagi laper, jadi ngomong kayak gitu."

🌻🌻🌻

Makan siang sudah tersaji di depan mereka. Doyoung dan Jungwoo juga sudah berada di rumah tempat tinggal Raya dan Ara. 

Ua Boa dan Ua Doji juga sudah turun setelah membawa makanan untuk mereka, tak ingin mengganggu katanya.

Jungwoo bahkan makan hampir seperti orang yang tidak makan selama beberapa hari. Makanan di sini sangat enak, tradisional namun rasa internasional!

"Pelan-pelan kek makannya." Ara menginterupsi Jungwoo. Lalu, Jungwoo menatap Ara dengan kesal.

Doyoung memberikan piring pada Raya dengan senyum yang selalu ia tarik tiap kali Raya melihatnya.

"Makasih, kak." Ucap Raya.

Setelah semuanya selesai makan, mereka semua duduk dengan memegang perut akibat kekenyangan.

"Siapa nih yang mau cuci piring?" Tanya Raya.

"Aduuuuh... Perut gue sakit banget!" Ara memegang perutnya. Tentu saja itu hanya pura-pura.

"Gue juga!!!" Jungwoo menambahi.

"Semoga jadi beneran." Ucap Doyoung.

"Amin." Balas Raya.

Raya dan Doyoung sama-sama menatap satu-sama lain. Artinya mereka berdua yang harus mencuci piring kotor bekas makanan kalian.

"Serentak banget kayak pacar." Ucap Raya pada Jungwoo dan Ara.

"Ih! Amit-amit!" Jawab Ara, mendorong Jungwoo agar berjauhan dengannya.

Doyoung dan Raya bergantian membawa piring kotor ke dapur, yang harus menuruni tangga seperti di depan rumah. Lantainya hanya semen, jadi sedikit kasar.

Mereka berdua duduk di kursi kayu kecil, sembari mencuci piring yang kotor.

"Kadoy kenapa sih suka banget sama salak?" Tanya Raya tiba-tiba.

"Kok nanya?"

"Nanya aja. Daripada kita diem-dieman kayak gini."

"Berarti lo nggak suka dong kalo kita diem-dieman?" Doyoung nanya balik.

"Nggak gitu juga, kak." Raya mengedikkan bahunya.

"Besok kegiatan kita apa aja?" Tanya Raya sembari mengambil sabun cuci piring dari dalam botol.

"Main ke kebun jagung di gunung gitu. Orang sini manggilnya Oma." Jawab Doyoung.

"Oke."

"Lo nggak kepaksa kan ikut proker gue?" Tanya Doyoung.

"Nggak kok, kak." Jawab Raya.

"Ekspresi lo mengatakan yang sebaliknya." Balas Doyoung.

"Jaehyun nggak nyuruh lo ke sini." Lanjut Doyoung.

Raya hanya menghela napas. Lalu, tersenyum. Entah meratapi hubungannya yang semakin rumit atau apalah.

"Lo orangnya suka senyum ya, padahal lagi sedih juga." Ucap Doyoung sedikit melirik Raya di sampingnya.

"Kadoy pasti sering natap gue, nih." Ucap Raya lalu tertawa kecil, menampakkan eye smilenya.

Kalo iya, bagaimana? Batin Doyoug.

Doyoung hanya menatap Raya lalu tersenyum, tangan Doyoung terangkat dan meletakkan tangannya di atas kepala Raya. Dengan tenang ia bicara, 

"Kalo sering dibuat kecewa, mending lepasin. Daripada sedih mulu."


🌻🌻🌻

pepet terooos Doy 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Two SidesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang