Part 10. Sepenggal Kisah Masa Lalu

145 13 6
                                    


Jihan Anindira Baskoro, gadis cantik berusia  21 tahun, mahasiswi semester akhir sebuah universitas negeri di kotanya.

Perangainya yang lemah lembut dan ramah membuat Jihan--begitu ia biasa dipanggil--banyak disukai oleh teman-teman di kampus maupun di tempat ia tinggal.

Jihan menjadi kebanggaan keluarga. Selain karena kecantikannya, juga karena kecerdasan yang dimiliki oleh gadis itu. Sang ayah--Eddy Baskoro--pun sangat menyayangi putrinya.

Cobaan menerpa, atas permintaan sang ayah, Jihan harus menikah  dengan lelaki bernama Fabian Aji Winata. Pemilik sebagian besar perkebunam teh dan kebun salak serta stroberi, yang dijadikan sabagai agro wisata di wilayah Banjarnegara.

"Menikah?" Mata indah itu membulat sempurna saat mendengar sang ayah memintanya untuk menikah. "Apa harus, Yah?" tanyanya lagi.

"Itu syarat yang diminta Fabian, Sayang." Eddy menatap putrinya dengan penuh harap.

"Tapi aku masih mau lanjutin kuliah, Yah."

"Soal itu bisa dibicarakan sama Fabian nanti. Ayah yakin, dia pasti mengizinkanmu untuk tetap kuliah. Lagi pula sudah semester akhir 'kan?"

"Memangnya separah apa sih kerusakan kebun stroberi kita, sampai harus digabung sama punya Fabian, Yah?" Rosanti--istri Eddy--ikut menimpali.

"Hampir 80 persen buah kita membusuk, tak bisa dipanen, dan ini bukan untuk pertama kalinya. Makanya Ayah butuh partner agar agro wisata kita tetap berjalan. Dan kita semua tahu bagaimana pesat kemajuan bisnis agro wisata milik Fabian."

Setelah mendengar semua penjelasan Eddy, Jihan pun hanya bisa menuruti apa kemauan sang ayah. Lagi pula ia cukup mengenal sosok Fabian meski hanya dari cerita orang-orang di sekitarnya.

Siang itu sepulang kuliah, halaman rumah dengan disain jawa itu terlihat ramai. Beberapa lelaki berperawakan seperti bodyguard terlihat duduk-duduk di teras. Jihan pun turun dari motor matic-nya dengan pandangan tetap mengarah ke dalam rumah.

Gadis itu berjalan pelan memasuki ruang tamu. Seketika semua mata melihat ke arahnya. Tampak Eddy dan Rosanti duduk bersisian. Sementara di seberang meja, seorang pria dengan sorot mata tajam tampak duduk menatapnya.

"Jihan ... sini, Sayang," panggil Eddy.

Jihan pun mendekat lalu duduk di antara ayah dan ibunya. Sepasang mata indahnya memindai satu persatu tamu yang ada di hadapan seraya mengulas senyum manis.

"Jihan, kenalkan ... itu adalah Nak Fabian, dia yang kemarin Ayah bilang ingin melamarmu, dan yang duduk di sebelah Nak Fabian itu ibu dan adiknya," kata Eddy.

Gadis yang sebentar lagi menyandang gelar sarjana itu mengangguk dan tersenyum, membalas sapaan lelaki tampan tersebut. Hatinya berdesir melihat senyum menawan seorang Fabian.

"Bagaimana, Jihan? Apa kamu mau menerima lamaranku?" tanya Fabian tetap dengan senyumnya yang membuat hati Jihan bertalu-talu.

"Saya menurut saja kata Ayah," jawabnya sambil menunduk.

Fabian tersenyum lebar, merasa lega dengan jawaban sang gadis. Ia pun meminta izin untuk bicara berdua dengan Jihan.

"Apa kau siap menikah denganku?" tanya Fabian setelah mereka hanya berdua di teras belakang.

"Saya nurut saja kata ayah," jawab Jihan dengan menunduk dan kedua tangan saling meremas.

"Apa tidak ada jawaban lain selain itu?" Wajah gadis itu pun merona.

"Sa--saya---"

"Kamu semakin cantik kalau lagi malu-malu begitu," potong Fabian membuat wajah Jihan semakin memerah. Gadis itu pun menunduk semakin dalam.

Jejak LukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang