"M--mas, aku mohon jangan pukul aku lagi. Aku gak salah, dia yang menggangguku." Jihan terus memohon saat Fabian menarik tangannya sejak turun dari mobil hingga masuk ke dalam rumah.
Dengan langkah lebar lelaki itu membawa Jihan yang mengikutinya dengan tersaruk-saruk. Air mata gadis itu banjir membasahi wajah, membayangkan tiap sabetan ikat pinggang milik Fabian.
Mendadak pandangan matanya mengabur, tubuhnya lemah tak bisa lagi melangkah. Entah karena rasa takut atau memang kondisinya yang lemah, Jihan pun ambruk.
Sontak Fabian menoleh saat tangan sang istri terlepas dari genggaman. Dilihatnya Jihan sudah terkulai di lantai.
"Jihan!" Fabian menepuk pipi istrinya berkali-kali. Detik berikutnya lelaki itu pun membopong tubuh tanpa daya itu ke kamar.
Rasa panas di bawah hidung membuat mata itu mengerjap. Untuk beberapa detik ia masih terdiam, mencerna apa yang terjadi pada dirinya.
Suara handel pintu yang ditekan, disusul derit engsel pintu yang terbuka, membuat gadis yang masih tergolek di ranjang itu menoleh. Ia pun beringsut saat melihat siapa yang datang.
"Kau sudah sadar?"
"M--mas, a--aku gak salah, tolong jangan hukum aku." Jihan beringsut mundur dengan bibir pucat bergetar.
Tubuh ringkih itu semakin mengkeret saat Fabian mendekat lalu duduk di tepi ranjang.
"Aku tidak akan menghukummu, aku tahu kamu tidak salah. Minumlah susu ini, biar tubuhmu segar besok pagi."
"Terima kasih." Dengan tangan gemetar, Jihan pun menerima gelas yang disodorkan suaminya.
Setelahnya ia pun menarik napas lega saat mengetahui Fabian tidak marah padanya.
"Ganti bajumu, setelah itu istirahatlah kembali."
Fabian meraih gelas yang telah kosong dari tangan istrinya, lalu meletakkannya di atas nakas. Detik kemudian ia pun merebahkan tubuh di ranjang.
Sementara Jihan bangkit untuk berganti pakaian sekaligus membersihkan wajah dari make up yang masih menempel di wajah.
Jihan tersenyum getir saat menatap bayangan dirinya di cermin. Di sana, ada wajah yang terlihat lebih tirus dari sebelumnya, serta mata yang tak lagi bersinar. Usai dengan ritual membersihkan wajah, ia pun kembali membaringkan diri di sisi Fabian.
***
Jihan menggeliat ketika merasakan hangat yang menyusup. Setelah semalaman ia merasakan dingin yang menusuk, hingga membuat tubuh seolah membeku, maka kehangatan ini memberikannya rasa nyaman.
Untuk beberapa saat ia masih terpejam, menikmati kehangatan yang mendekap tubuh. Jihan pun membuka mata perlahan, lalu mengerjap sesaat. Kembali ia menggeliat sebelum akhirnya ia bangkit dan beranjak menuju kamar mandi.
Usai mandi ia pun bergegas keluar kamar dan menyusul Fabian yang tengah duduk di teras belakang menikmati secangkir kopi dan roti bakar.
"Maaf, Mas, aku bangun kesiangan," ucapnya seraya duduk di seberang meja, berhadapan dengan Fabian.
"Gak apa-apa." Fabian menyesap kopi yang tinggal separuh itu, lalu menatap Jihan yang terlihat gelisah.
"Ada apa?"
"Hah! Ng--nggak, Mas."
"Katakan saja."
"Aku ... aku pengin ketemu ibu sama ayah," ucapnya lirih. Ia menunduk, tak berani melihat reaksi sang suami. Lama tak ada jawaban dari Fabian, gadis itu makin tertunduk, bersiap menghadapi kemarahan suaminya.
![](https://img.wattpad.com/cover/268764294-288-k851244.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jejak Luka
ChickLitIndira, gadis manis yang menyimpan masa lalu pahit. Namun, ia tak pernah menceritakannya pada siapa pun, termasuk kepada lelaki yang begitu mencintainya, Abinaya. Mimpi buruk begitu sering mengganggu tidurnya, hingga suatu hari mimpi itu pun menjadi...