Bab 2 : Flash

112 21 5
                                    

Suara gaduh terdengar dari para siswa yang berlalu lalang di sepanjang koridor loker sampai ruang kelas 12. Mereka tampak membicarakan seorang laki-laki yang begitu terkenal akan prestasinya dalam bidang Bahasa. Entah Bahasa Indonesia, atau Bahasa asing seperti Bahasa Inggris dan Jepang. Semuanya pasti mengenal sosok berprestasi itu. Ya, semuanya membicarakan Reo.

Beberapa menit yang lalu, para siswa beserta para guru mengikuti upacara dengan khidmat. Upacara yang awalnya terasa membosakan, seketika menjadi ceria dan riuh ketika Reo berdiri di atas podium dengan wajahnya yang tampak begitu santai. Semua pasang mata langsung tertuju padanya, terutama cewek-cewek sekolahnya.

Pada saat itu pula, Juno harus menahan untuk tidak menggeram atau kabur dari barisan dengan alasan sakit. Cewek-cewek yang berada di sekitar barisannya langsung berbisik ketika melihat wajah Reo yang tampak tenang dan begitu keren. Secara sengaja maupun tidak, gendang telinga Juno dengan mudahnya menangkap apa yang cewek-cewek itu bicarakan.

Bahkan, hal itu masih terus terjadi sampai Juno sudah menginjakkan kakinya di koridor loker. Ia membuka lokernya dengan gerakan cepat seakan-akan ia sedang dikejar waktu. Ketika pintu loker terbuka, beberapa helai kertas jatuh dari lokernya tersebut. Juno mendecak lidah, kemudian mengembuskan napas kesal.

Ini pasti ulah cewek-cewek itu lagi, pikir Juno kesal.

Kelakuan cewek-cewek yang menjadi fansnya itu terkadang membuatnya merasa dirinya keren, namun cenderung sering membuatnya harus meredam emosi. Kejadian yang ia alami pagi ini tak hanya terjadi sekali dua kali saja, melainkan hampir setiap pagi lokernya dipenuhi kertas-kertas yang menurutnya hanya sampah. Kertas tersebut ada yang sudah dilapisi amplop, HVS warna-warni, dan macam-macam kertas lainnya. Maka, hampir setiap pagi pula Juno harus membersihkan lokernya.

Terkadang, Juno menyempatkan waktu untuk membacanya jika kondisi batinnya sedang baik. Seharusnya mood-nya baik-baik saja di pagi ini, hanya saja munculnya Reo di podium upacara membuat mood-nya hseketika. Bukan karena ia tidak suka dengan kakaknya yang sedang memerlihatkan kemampuannya, melainkan ia benci ketika semua orang mencoba membandingkan dirinya dengan Reo.

"Juno! Selamat pagi," sapa dua cewek yang tampak tidak malu-malu. Mereka berdiri dikedua sisi Juno dengan tersenyum lebar dan kebetulan loker Juno terletak di antara mereka berdua.

"Pagi," jawab Juno singkat. Ia sama sekali tidak mendelik ke arah cewek-cewek itu. Tangan kirinya sudah menggenggam segumpal kertas warna-warni yang menurutnya hanya sampah dan tak perlu ia baca lagi.

"Mau kita bantu?" tanya cewek yang berambut sebahu dengan senyum penuh arti.

Juno mengembuskan napas berat hingga kedua bahunya terlihat melorot. Segumpal kertas yang sebelumnya ia pegang di tangan kiri, ia tambahkan kembali. Tidak peduli akan ada yang tercecer atau apa, Juno langsung mengunci kembali lokernya.

"Nggak usah. Makasih. Aku bisa melakukan sendiri," ujar Juno datar, terkesan dingin.

Juno melangkahkan kakinya menuju tong sampah yang berlabel 'kertas' dan meninggalkan dua cewek yang menatapnya sedih dan kecewa dengan sikap Juno. Dari loker mereka, keduanya hanya mampu menatap punggung Juno yang sedang membuang sampah dan pergi.

Sepertinya, mood Juno belakangan ini tidak terlalu baik. Berbeda saat pertengahan kelas 10 dulu, yaitu Juno tampak ramah dan biasa saja dengan kehadiran cewek-cewek itu. Tapi, sekarang tampaknya ia berubah tanpa alasan yang jelas. Bermula karena kemarin ia tidak bisa belajar, kini mood-nya hancur sudah.

Gue butuh sehari aja mereka nggak perlu deket-deket gue, pikir Juno dalam hati. Ia berjalan dengan langkah cepat. Kepalanya sedikit menunduk dan tangannya tergerak untuk memijat dahinya pelan.

ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang