Chapter 6 || Farrel

23 5 0
                                    

Tubuhnya sempoyongan. Kedua matanya hampir tertutup. Sesekali tangannya bergerak mengacak rambut. "Mana sih susunya," Farrel merutuk. Remaja laki-laki itu tak menemukan kaleng susu kesukaannya di kulkas.

"Diminum Kak Dara lagi?" monolognya. Dengan langkah terseok, Farrel melangkah menuju kamar saudaranya.

Tanpa mengetuk terlebih dahulu, Farrel memutar gagang pintu. Kebetulan pintunya tak terkunci. Namun, Farrel tak peduli. Ia hanya ingin susu kesukaannya.

"Kak, lo yang minum susu gue ya?" Farrel mencoba membangunkan Dara dengan menggoyangkan lengan. Beberapa menit Farrel melakukan hal itu, tapi Dara tak kunjung bangun.

"Kebo banget ni orang," omel Farrel lirih. Ia ingin berbalik, sudah malas untuk sekadar membangunkan kakaknya, tapi netra miliknya tak sengaja menangkap sesuatu. Cahaya layar ponsel.

Farrel memiringkan kepala. Kedua indra penglihatan itu menjadi segar. Tangannya bergerak otomatis mengambil ponsel yang ditindih Dara.

Dahi Farrel mengerut kala melihat jika sambungan telpon belum terputus. Ia membaca nama kontak si penelpon.

Crush

Wtf? Crush? Maksudnya apa nih? Pacar?

Melihat Dara yang sama sekali tak terganggu, Farrel mendekatkan ponsel di telinga. Ia mendengar suara laki-laki dari seberang sana.

Bibirnya membulat. Namun, tak lama. Senyum miring Farrel terlihat. Gue aduin lo ke Ayah sama Bunda, Kak. Tunggu aja tanggal mainnya.

•••

Ruang tamu mereka tengah ramai karena kedatangan teman SMA Ayah. Dara memilih untuk pergi ke kamarnya daripada bergabung bersama keluarganya di bawah untuk berbincang ringan bersama-sama.

Ditemani laptop dan camilan, Dara bersiap untuk menikmati drama Korea kesukaannya. Setelah seminggu penuh ini tugas dari guru begitu menumpuk, akhirnya Dara merasa bebas dari belenggu tugas.

Tiga puluh menit berlalu, semuanya baik-baik saja. Namun, pintu kamar yang diketik berkali-kali membuat Dara merasa terganggu. Ia berjalan sembari memgomel. Sebal karena kegiatannya terganggu.

"Apa?" Pintu baru terbuka, Dara langsung menanyakan tujuan pada makhluk yang telah mengganggu aktivitas menontonnya.

"Kerjain tugas gue dong, Kak." Farrel melenggang masuk ke kamar Dara setelah menyerahkan dua buah buku paket dan satu buku tulis secara paksa pada Dara. Tanpa izin, Farrel mencomot camilan Dara yang berserakan di ranjang.

Dara melotot melihat kelakuan semena-mena dari adiknya yang menurutnya begitu menyebalkan. Dengan langkah lebar, ia menghampiri Farrel dan tak segan menarik telinga remaja itu, membuat Farrel berteriak kesakitan.

"Lo apa-apaan sih, Kak!" sentak Farrel kasar. Bibirnya merengut.

"Ya, lo yang apa-apaan?!" Dara melempar buku-buku Farrel untuk kembali kepada pemiliknya. "Ngapain ngasih ini ke gue?!"

"Ya buat dikerjain lah. Telmi kok dipelihara," sewot Farrel sebal.

Mata Dara kian melebar mendengarnya. "Lo yang telmi! Nggak usah ngatain orang!" Telunjukknya menunjuk tepat pada hidung Farrel.

"Bodoamat. Mau gak ngerjain ini?" Farrel kembali menyerahkan bukunya, tapi tak langsung diterima oleh Dara.

Dara jelas langsung menolak. Remaja perempuan itu terlanjur sebal karena Farrel menganggunya. Apalagi kelakuan seenaknya Farrel juga kian membuatnya tak suka dengan kehadiran adik satu-satunya.

"Yakin, nggak mau?"

Dara menolak sekali lagi. Ia berbalik, tangannya menarik satu lengan Farrel untuk keluar dari kamarnya.

Farrel tampak masygul. Padahal ia telah begitu berharap jika Dara mau membantunya kali ini. Tepat saat Farrel melewati pintu, ia teringat sesuatu. Wajah murungnya kini terganti dengan raut licik. Ia berbalik menghadap Dara perlahan.

"Kak."

Dara bergumam singkat. Ia telah kembali dalam posisi telungkup dengan laptop di depan mata menunjukkan episode drama Korea yang tadi terhenti karena distraksi dari Farrel.

"Kerjain ini atau," Farrel sengaja menjeda kalimatnya untuk menarik atensi Dara dari Drama Korea itu.

"Apaan sih?" erang Dara karena Farrel tak kunjung enyah dari kamarnya.

"Gue kasih tau Ayah kalo, lo ada pacar baru," lanjut Farrel sinis. Ia mengangguk-anggukan kepala santai. Buku di tangan kanan ia mainkan dengan menjadikan buku itu layaknya tongkat baseball.

Dara kontan berdiri. Ia tak lagi peduli dengan laptop dan camilan. Dengan jantung berdebar, ia bergegas menghampiri Farrel. Remaja lelaki itu menunjukkan senyum licik menyebalkan begitu melihat ekspresi horror kakaknya.

Dara berhenti tepat di depan Farrel. Tangannya yang berkeringat meremas kedua pundak Farrel pelan. "Apa yang lo tau?" tanyanya to the point.

Farrel justru tertawa lantang di depan Dara. Tak peduli dengan air muka perempuan itu. Semua terasa begitu lucu baginya. Farrel sendiri tahu, kakaknya itu tidak akan membocorkan hal ini kepada orang lain, bahkan pada dirinya, karena Farrel yakin, kakak perempuannya tak ingin putus untuk kedua kalinya dalam waktu dekat.

"Farrel, jawab gue!" sentak Dara. Ia mengencangkan genggaman tangannya di bahu Farrel. Merasa gemas sendiri dengan Farrel yang telah membuat perasaannya gelisah tak karuan. Dara tak ingin memutuskan hubungannya untuk saat ini.

Farrel meredakan tawa. Ia menggeser tubuh untuk bersandar di tembok. Kaki kirinya bergerak pelan mendorong pintu agar tertutup. Dara refleks melangkah mundur kala pintu itu bergerak dan menutup.

"Gue cuma tau dikit, sih Kak," katanya ringkas.

Mendengarnya, Dara merasa dapat sedikit bernapas lega. Namun, bagaimanapun juga, walaupun sedikit, Farrel mengetahuinya. Perasaan Dara kembali tak enak.

"Lo tau apa?" Matanya memicing tajam. Mencoba mendorong Farrel untuk mengatakan yang sejujurnya.

Sekali lagi, Farrel justru tertawa. Namun, bukan tawa yang kencang seperti sebelumnya. Tawanya kali ini terasa begitu mengejek bagi Dara. "Gue cuma tau, lo telponan sama pacar lo sampe ketiduran. Itu aja, sih." Bahunya terangkat naik diikuti bibir yang mencebik.

Dara menggigit bibir. Perasaan gelisahnya kini kian bertambah. Diikuti keringat dingin yang muncul di sekujur tubuh.

Tatapan Dara beralih ke arah Farrel yang memasang wajah congkak. Ia menghela napas. Walaupun merasa ragu, juga tak ikhlas, Dara akhirnya mengucapnya. "Oke, fine. Gue ngerjain tugas lo, tapi lo jangan cepu!" Tunjuk Dara pada Farrel.

Farrel mengangguk senang. "Oke, deal." Ia mengulurkan tangan, layaknya seorang pengusaha yang baru saja menyetujui kontrak kerja.

Dara menyambut uluran tangan tersebut tak bersemangat. "Inget! Jangan cepu!" peringat Dara tajam. Ia tahu, mulut adiknya itu sering tak terkendali. Mengingat Farrel yang tak sengaja mengatakan tragedi mereka berciuman pada Ayah.

Farrel menyeringai lebar. "Alright, semangat ngerjainnya kakakku yang cantik," godanya pada sang kakak.

Dara melengos. Ia berjalan ke arah meja belajar setelah merebut buku dari genggaman Farrel. Walau terkesan tidak ikhlas, Dara harus melakukannya, untuk hubungan mereka. Dara tak ingin hubungannya dengan Arga berakhir begitu saja seperti hubungannya dengan Reza. Berakhir memilukan.

"Pergi lo, gue mau ngerjain ini. Jangan ganggu!" usir Dara pada Farrel yang tak kunjung bergerak dari tempatnya.

Farrel mendengkus, tapi ia tetap menuruti kata Dara untuk keluar. Tak lupa menutup kembali pintu kamar Dara, atau sang pemilik akan meraung bagaikan harimau hanya karena pintu yang tak ditutup kembali.

Seru juga ngancem lo pake rahasia backstreet lo, Kak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Virtual Love BirdTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang