Kao menghela nafas gusar.
Entah sudah berapa kali ia melakukannya dalam seharian ini. Lelah, Kao luar biasa lelah. Pikirnya bebas tugas yang didapatkan ini akan diisi dengan hal-hal seru dengan teman dan keluarga.
Seseorang dari masa lalu yang mencoba mengusik kembali kenyamanan hidup, tidak pernah terlintas barang sedikitpun akan hadir... rgggh! Cuti ini sudah cukup pendek! Kenapa harus terbuang percuma dengan kehadiran dari sosok yang tidak diharapkan sih?!
Kao kembali menyusun rencana dalam kepala ... perintah senior, kepentingan tugas, penempatan dadakan, misi dari atasan. Kepalanya pening memikirkan tak ada satupun rencana yang cukup meyakinkan. Jangankan untuk mengelabui bunda tercinta, ia saja tidak akan percaya jika seseorang memberikan alasan bodoh seperti itu secara tiba-tiba tepat di hari di mana ia dijodohkan dengan mantannya oleh sang bunda.
Pintu rumah terbuka, menampakkan wajah terkejut bunda yang disusul dengan pukulan pelan di bahu Kao dan tak lupa serentetan omelan tentang betapa kaget bundanya itu.
"Kalo diem itu ya jangan di depan pintu gini! Bikin bunda kaget saja, ya allah ... nak."
Kao mengulas senyum, tak menghiraukan pukulan pelan yang dilayangkan bunda. Wanita yang melahirkannya ini, bagaimana mungkin bisa di benci? Seaneh apapun permintaan yang bunda berikan, sepertinya Kao akan selalu menyanggupi semua itu.
"Lagian kenapa harus diem di sini? Bukannya langsung masuk aja hmm."
Kao mengelak dengan bilang bahwa sebenarnya ia akan masuk, tetapi sedang memikirkan barang yang tertinggal di mobil, sehingga ia harus kembali ke mobil mengambilnya.
Berusaha keras mengalihkan segala pertanyaan dengan tingkat penasaran yang tinggi soal makan siang dengan Bree tadi. Kao merangkul bunda untuk masuk kedalam rumah, menanyakan masakan apa yang bundanya buat untuk makan malam kali ini, mengadu perkara rasa lapar yang sedari tadi dia tahan.
Helaan nafas lega meluncur saat bundan dengan ceria berjalan mendahului sambil menjelaskan makanan yang dibuatnya sedari siang, dengan tak kalah bersemangat menanyakan apakah Kao mau makanannya dipanaskan atau tidak. Berhasil, bunda cantik benar-benar teralihkan.
***
Nyatanya terlalu dini untuk mengambil kesimpulan. Kao salah, bunda sama sekali tidak lupa untuk menyeret topik tentang pertemuan dengan Bree disepanjang acara makan malam. Kepulangan sang ayah pun hanya menambah suport bagi bunda untuk terus mempertanyakan detail pertemuan tadi siang.
Setelah makan malam selesai, Kao langsung pergi, melarikan diri, ke kamar. Meninggalkan orang tuanya yang mulai bermesraan tak tahu tempat
Ughh, menjadi sendirian memang agak menyebalkan. Pemikiran yang langsung Kao singkirkan cepat dari pikirannya saat ia membuka pintu kamar.
"Kau pasti sudah gila karena berfikir seperti itu, Kao Bayhaq."
Ia tak habis pikir dengan dirinya sendiri, bagaimana mungkin pemikiran yang sangat tak berdasar itu lewat dibenaknya?! Oh tidak! Sekarang kepalanya kembali memikirkan topik itu.
Merasa kesal karena tidak bisa mengendalikan pikiran dan mengenyahkan segala ide tentang sendirian, pasangan, dan Bree.
Kao memutuskan untuk membersihkan diri, rasanya ia butuh mandi air dingin, air es kalau perlu, supaya otaknya yang mulai menguarkan pemikiran-pemikiran gila ini segera kembali sadar.
***
Sudah setengah jam Kao menatap langit-langit kamar, tetapi rasa kantuk tak juga menghampiri. Helaan nafas kembali ia keluarkan, membaringkan tubuh miring mencari kenyamanan.
Mata Kao menangkap benda yang berada di atas meja belajar. Tumpukan kertas itu ... entah apa yang membuat Kao selalu menunda-nunda untuk membuangnya. Ia bangkit dari tidur dan segera mengambil tumpukan kertas itu lalu menaruhnya di kardus dan bergegas keluar kamar.
"Ka," suara lembut bunda langsung menyapa begitu ia membuka pintu.
"Bunda belum tidur? Ini mau naro sampah di depan biar besok sekalian kebuang sama Mang Ade," jelas Kao saat melihat raut bingung bunda ketika menatap kardus yang ia bawa.
"Oh, bunda kira kamu mau kemana jam segini."
"Nggak kok, abis ini langsung balik kamar lagi."
Begitu memastikan bunda sudah masuk ke kamar, Kao bergegas menuju dapur untuk mengambil pemantik api. Semua kertas ini harus ia bakar malam ini juga, sedikit berharap dengan begini otaknya tak lagi menjeritkan pemikiran tidak masuk akal.
***
Sayang, ketika kembali ke kamar Kao tak juga merasakan kantuk. Pikirannya penuh dengan beragam pertanyaan dan juga rasa kesal terhadap Bree. Wanita itu, 7 tahun lalu tiba-tiba meninggalkannya tanpa alasan yang jelas dan pergi begitu saja. Sekarang dia kembali seolah tidak pernah melakukan kesalahan?
Sejujurnya, apa sih yang Bree inginkan darinya sekarang? Apa wanita itu tergiur dengan pangkat? Pemikiran bodoh, kalau benar begitu maka Bree salah besar! Pangkat yang dia miliki belum setinggi itu dan gajinya juga tidak seberapa. Kesal dengan pemikirannya sendiri Kao pun memutuskan untuk mengikuti permainan yang Bree buat.
Baiklah, kalau Bree menginginkan sesuatu maka Kao juga bisa membuatnya begitu. Ok, Kao rasa dia tidak akan kehilangan apapun untuk sedikit bermain dengan wanita yang pernah menyakitinya ini.
Let's see ... will she play along? Kao tak sabar untuk menjalankan rencananya saat bertemu Bree di akhir minggu nanti.
________
Fleur's Note:
Ga ada yang main-main ganteng! Kao kenapa nethink terus sama Bree :(
Setelah 2 part Bree terus ... jadi sekarang giliran Kao dulu ya
Yuk mulai ditentuin, kamu tim Kao atau Bree? Wkwkwk

KAMU SEDANG MEMBACA
Not a goodbye
RomanceSetelah bertahun-tahun menghilang, Bree muncul di hadapan Kao sebagai calon menantu yang dipilih bunda. Kemarahan Kao membuat Bree tak memiliki kesempatan untuk menjelaskan apapun tentang kepergiannya dulu. Lantas kisah seperti apakah yang akan terc...