Setelah bertahun-tahun menghilang, Bree muncul di hadapan Kao sebagai calon menantu yang dipilih bunda. Kemarahan Kao membuat Bree tak memiliki kesempatan untuk menjelaskan apapun tentang kepergiannya dulu. Lantas kisah seperti apakah yang akan terc...
Bree terdiam menatap sosok dirinya di kaca, gaun berwarna putih dengan aksen puff sleeve terlihat begitu indah melekat di tubuh. Bree tahu bahwa dirinya memang memiliki paras yang menarik, tetapi melihat potret wajah yang ada dipantulan kaca dengan kain berwarna putih ini seperti tidak nyata.
Sudah dua bulan berlalu dari makan siang di rumah Kao waktu itu, waktu berjalan begitu cepat. Bunda benar-benar tidak membiarkan Kao dan Bree menunda atau berleha barang sebentar dalam mempersiapkan pernikahan mereka.
Hari ini fitting kedua kalinya untuk mencocokkan model gaun dengan yang sudah Bree coba minggu lalu, yang ini terlihat lebih cocok dengan yang Bree inginkan dibandingkan dengan gaun model A line yang dicobanya minggu lalu. Gaun itu terlalu membentuk tubuh Bree, sangat tidak Bree sekali, mengingat semua pakaian yang dia kenakan tak pernah membentuk tubuh.
Dua bulan ini benar-benar penuh dengan persiapan pernikahan, selesai fitting ini Bree baru bisa bertemu Kao setelah minggu lalu memastikan jasa katering untuk resepsi mereka.
Kao Galak Bayhaq:
Aku udah di resto seberang
Nama yang Bree gunakan diam-diam itu hanya sebagai bentuk hiburan untuk diri sendiri, biarlah, toh Kao memang galak.
Pesan singkat dari Kao membuat Bree ingin segera menyelesaikan kegiatannya dan cepat menyusul Kao, terlepas dari seberapa dingin dia diperlakukan oleh lelaki itu, Bree tidak bisa tutup mata dengan kesalahan yang memang pernah ia torehkan dulu dalam hubungan mereka.
Aaliyah Bree:
Iya, sebentar ya Bang
Ah, benar, ada hal lain yang mulai berubah selain persiapan pernikahan yang begitu kilat, panggilan Bree untuk Kao juga berubah. Bunda meminta Bree memilih, "Panggil Kao 'Abang' atau 'Ka' jangan ada lagi Bunda dengar 'Kao' saja ya Bree," begitu pinta Bunda saat Bree menerima lamaran Kao.
'Abang' ... tak pernah Bree bayangkan bahwa ia akan berakhir menikahi Kao. Selain dari sikap dingin, lelaki itu setidaknya tidak pernah memperlakukan Bree dengan buruk atau seenaknya. Walaupun tentu saja ada jarak yang sengaja ia jaga hingga Bree pun tak bisa memaksa mendekat.
"Sudah lama nunggunya?" tanya Bree melihat segelas minuman dingin yang sudah tandas dan sebotol minuman bersoda yang hanya sisa setengah.
"Lumayan, kamu pesen makan di sini aja, bunda enggak masak katanya," jelas Kao yang juga terlihat membuka buku menu untuk memilih makan siang.
Bree tidak begitu sering bertemu Kao, masih bisa dihitung jari. Interaksi mereka begitu sedikit jika mempertimbangkan bahwa mereka merupakan pasangan yang akan segera menikah. Kao memang cukup sibuk dan pekerjaannya tidak memperbolehkan Kao untuk mengambil rehat begitu saja. Hanya sesekali cuti yang bisa diambil, itupun tidak seharian penuh, biasanya hanya beberapa jam sebelum Kao bergegas kembali ke pangkalan.
"Sejak kapan kamu suka pedas?" tanya Kao heran. Bree tersenyum simpul menyadari bahwa Kao ternyata cukup memperhatikannya, walaupun tidak banyak membuka suara. Seperti kali ini, Bree sengaja memesan pasta dengan ekstra pedas dan Kao yang menyadarinya langsung menegur begitu saja.
"Lagi pengen aja, sesekali," jawab Bree. Kekehan kecil tanda kesenangan ikut membersamai.
"Terserah." Setelah mengucapkan itu, wajah Kao kembali dingin seperti sebelumnya. Sepanjang acara makan siang mereka, Bree beberapa kali melirik ke arah Kao, lebih tepatnya ke arah seragam Kao yang terlihat begitu keren di mata Bree.
"Bang, aku boleh tanya nggak?" Mata Bree berbinar, berharap Kao memperbolehkannya bertanya karena terakhir kali Bree banyak bertanya, Kao menatap sinis dan menyuruh tidak berisik.
"Kubatasi 3 pertanyaan sehari, satu pagi, satu siang, satu saaat malam. Jangan lebih berisik dari itu," kata Kao memperingatkan. Seheboh itukah Bree? Kao-nya yang dulu pasti akan memperbolehkan Bree bertingkah, se'ajaib' apapun itu akan tetap diperbolehkan.
Anggukan Bree berikan sebagai tanda mengerti atas apa yang Kao peringatkan tadi. Senyum Bree merekah lebih lebar lagi dengan kesempatan yang ia punya. "Aku penasaran dengan seragam abang, yang di bahu itu artinya apa?"
Alis Kao terangkat mendengar pertanyaan itu, bukankah Bree seharusnya sudah tahu? Wanita di depan Kao ini seharusnya tahu apa pangkat Kao, iyakan? Karena pangkat inilah yang membuatnya kembali mendekati Kao, bukankah begitu?
"Kok bengong sih? Jadi itu artinya apa?" tanya Bree mengulang pertanyaannya.
"Dua garis tebal ini artinya lettu, letnan satu, itu pangkatku sebagai perwira pertama," jelas Kao secara sederhana.
"Oh, apakah itu menyenangkan?" Bree cukup penasaran dengan jenis pekerjaan yang Kao lakukan dengan seragam sekeren itu. Apakah itu melibatkan senjata? Berbahayakah? Apakah Kao menyukai perkerjaannya? Banyak sekali pertanyaan yang memenuhi pikiran Bree.
"Jatah bertanyamu untuk siang sudah kau ambil tadi, tanyakan itu malam nanti saja," bantah Kao, enggan menjawab pertanyaan kedua Bree.
Dengan muka cemberut, Bree tetap menganggukkan kepala mengiyakan bantahan Kao tadi.
Memang apa yang diharapkan Bree?
Kao menjadi baik hati seketika? Tidak mungkin.
Memperbolehkan bertanya saja seharusnya sudah membuat Bree bersyukur, lelaki yang dua bulan terakhir sibuk mempersiapkan pernikahan bersamanya ini hanya akan bersikap manis di depan bunda saja. Lain hal jika hanya ada mereka berdua saling berhadapan seperti sekarang.
Pedas, itu kata yang cocok menggambarkan sikap Kao setiap ada di sekitar Bree. Tak apalah, pedas memang bukan kesukaan Bree, tetapi ia bisa belajar suka pedas, asalkan itu Kao.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bersambung~
***
Fleur's Note:
Dikira obat 3 kali sehari :( Kamu tanya ke mbah google aja Bree.