Kao marah.
Bree tahu betul bahwa di sini dialah yang salah.
Bree memang sudah seharusnya menerima semua kemarahan Kao, tetapi tidakkah seharusnya Kao memberi kesempatan kepada Bree untuk menjelaskan?
Bree mengerti dengan baik dialah yang jahat karena sudah meninggal Kao begitu saja, tetapi Kao tidak tahu apa yang sudah Bree lalui selama ini! Ah, seorang Aaliyah Bree ya tetap saja Bree, semarah apapun Kao padanya, ia akan mengerti karena menurutnya dia yang meninggalkan Kao dan menciptakan banyak luka.
Sepulang dari kafe Bree duduk termenung di sofa apartemen, memandang kosong ke arah layar tv yang berada tepat di depannya. Gelap karena memang layar itu dalam keadaan mati, Bree hanya melihat bayangannya sendiri yang terpantul di sana. Kosong dan sepi.
Merasa cukup dengan tenggelam dalam pikirannya sendiri, Bree pun bangkit menuju ke arah kamar, merasa perlu membersihkan diri agar tenaganya kembali. Setelah obrolan alot tadi jujur saja tenaga Bree terkuras banyak dan itu sangat melelahkan.
Begitu membuka pintu kamar berwarna abu muda itu, terlihat kondisi kamar yang posisinya masih sama sebagaimana saat ia tinggalkan pagi ini. Kasurnya masih terlihat rapi, lengkap dengan selimut berwarna abu lembut yang membuat kesan nyaman dan sederhana.
Bree begitu saja merebahkan tubuh ke kasur empuknya dan memejamkan mata, sejenak beristirahat, dia lupa dengan niat untuk membersihkan diri karena terlena buaian kasur yang nyaman.
Pikiran Bree melayang mengingat pesan yang bundanya Kao kirimkan tadi, kalau bunda kembali menanyakan detail makan siangdengan Kao tadi ... ia tak yakin bisa kembali berbohong.
Lelah membuat kantuk menyerang dan Bree begitu saja jatuh kedalam rayuan mimpi. Berharap dengan ini beban yang ia pikul akan sejenak pergi.
*bip* *bip*
Bree tersentak dari tidur lelapnya saat getaran dan bunyi dari alarm memenuhi telinga.
Melempar pandang pada jam yang menggantung di dekat meja kerja, ternyata sudah hampir jam 3 sore. Bree harus benar-benar membersihkan dirinya kali ini, ia ada meeting dengan client jam 4 nanti dan sebelum itu ia harus meninjau dulu beberapa pekerjaan lain. Oh, jangan lupa agenda rutin menghubungi asistennya untuk memberikan koreksi dari semua laporan yang sudah diperiksa pagi ini.
***
"Iya, ca, bener. Itu udah ok. Tinggal draft yang jungle sama yang ocean aku minta warnanya ganti dengan color palette yang udah kukasih ke kamu yah." Jelas Bree pada Clarissa, asistennya selama tiga tahun ini yang biasa Bree panggil Caca.
Diujung telepon sana Caca meminta konfirmasi Bree bahwa color pallete yang dimaksud adalah seri coastal dan Bree pun segera mengiyakan. Membuka halaman selanjutnya dari laporan yang baru saja ia terima dari Caca, keningnya mengerut melihat ketidaksesuaian visualisasi yang ia kehendaki dengan salah satu buku yang akan segera diterbitkan.
"Ca, ini yang series dari Bananadreams untuk buku My Color Full Crayon kok gambar yang dipake versi ke-5 ? Bukannya kemarin sudah direvisi ya? Kita juga deal untuk pake versi ke-7 dengan budget yang mereka mau. Aku enggak akan masalahin credit namaku kecil atau besar. Tapi pake draft yang ke-7 ya, tone dan visualnya lebih cocok untuk keseluruhan buku."
Begitu mendapatkan konfirmasi dari Caca dan menyepakati semua perubahan, Bree menyelesaikan meetingnya dan kemudian menitipkan meeting dengan klien sore ini untuk diwakilkan saja oleh Caca karena ia merasa tidak sehat.
Bree juga memutuskan untuk memesan makanan, saat bertemu dengan Kao siang tadi nafsu makannya menghilang karena pertengkaran yang terjadi.
Kao, sedang apa ia sekarang? Pikir Bree dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not a goodbye
RomanceSetelah bertahun-tahun menghilang, Bree muncul di hadapan Kao sebagai calon menantu yang dipilih bunda. Kemarahan Kao membuat Bree tak memiliki kesempatan untuk menjelaskan apapun tentang kepergiannya dulu. Lantas kisah seperti apakah yang akan terc...