02: Say Goodbye to Normal School Life

348 50 26
                                    

"Nee, nee, Soraru-san."

Mengesampingkan urusannya dengan gawai sejenak, Soraru beralih menatap si putih. Keduanya berjalan beriringan di sisi trotoar. Angkasa baru saja menggelap dan lampu-lampu jalan belum ada lima menit dinyalakan.

Pemuda yang lebih tua itu menoleh. Biru safirnya bersitubruk dengan merah delima. Selagi demikian, ia menjawab, "Apaan, Ketua?"

"Panggil nama saja," tukas si rambut salju, "kita sudah di luar jam kerja dan cuma berdua."

"Ah, kalau begitu... Mafu-kun?"

Mafumafu mengangguk puas. Lepas itu, ia baru melanjutkan dialog mereka,

"Jus apa yang rasanya paling ngga enak?"

Seketika itu juga atensi Soraru sepenuhnya milik Mafumafu. Sebelah alis terangkat. Meski sambil berjalan, rasanya ia tak akan bisa seratus persen fokus. Apa lagi ini? Jelas-jelas sekian menit kebelakang tiada konversasi dilakoni keduanya. Mereka hanya berjalan berdampingan sembari tangan terjalin agar tak saling hilang. Tiba-tiba entah darimana sekalinya buka mulut, pertanyaan tak jelas itu yang terlontar dari bibir si albino.

Jangan-jangan, orang ini memang lagi memikirkan sesuatu yang aneh.

Menyadari tatap seribu tanya yang ditujukan padanya, Mafumafu tanpa mengalih pandang dari arus pejalan kaki di depan mereka meneruskan, "Ini tebak-tebakan. Ayo jawab saja..."

Oh, tanpa bertanya Soraru bisa menduga bahwa pemuda ini tengah disergap suntuk. Memang, berjalan berdua saja begini tanpa bicara sepatah katapun akan menyiksa batin ketika dijalani terlalu lama.

Meskipun mereka hanya sekadar "pulang bareng sehabis mengurus para siswa yang dilarikan ke rumah sakit" pendekatan semacam ini adalah syarat yang mutlak biar sekadar basa-basi juga. Toh, sekarang mereka telah menjadi partner. Bukan hanya partner dalam hal jabatan organisasi, namun juga dalam hal 'kepentingan bersama' yang mengikat keduanya.

Jadi, kini si pucuk raven menyibukkan diri menerka. Agaknya jawaban macam apa yang diharapkan telinga Mafu untuk didengar. Otak Soraru yang terbiasa menjawab sungguh-sungguh biar seaneh apapun pertanyaan yang diajukan padanya kini berusaha keras.

Satu menit terbuang untuk mendapat hasil nihil. Merasa risih membuat Mafu menunggu terlalu lama, sebuah gagasan ia munculkan ke permukaan, "Pertanyaanmu itu sifatnya sangat subjektif. Orang yang ngga suka apel akan bilang jus apel yang paling ngga enak, sementara yang lain akan menjawab jus melon tidak enak."

"Oh, ayolah..." Mafumafu tergelak, "Jangan serius amat, deh, Soraru-san. Ini tuh cuma tebak-tebakan! Duh..."

"Ya maaf, nih. Selera bercandamu itu agak maksa dan ketinggalam zaman."

"Iya, deh, iya... kalau soal bercanda, kau memang ahlinya, Soraru-san~"

Celetukan itu mengundang bibir Soraru untuk mencibir. Mafumafu tersenyum melihat tingkah senior merangkap partnernya ini. Tanpa menunggu lama, Soraru kemudian bertanya, "Jadi, apa jawabannya?"

"Jus friend." Jawaban pendek dirilis terbungkus wajah tanpa dosa membuat Soraru tercengang.

Astaga, sisi absurd apa lagi ini yang baru dia pelajari dari si putih berpipi barcode.

Tidak tahu, atau sebenarnya enggan menanggapi, entahlah. Yang jelas Soraru hanya diam memandang Mafu dengan tatap lelah. Rupanya jawaban si putih tak seribet ekspektasinya. Atau sebenarnya ribet? Ah, sudahlah.

Mereka berdua tiba di persimpangan besar kala Mafu tersentak seperti baru mengingat sesuatu. "Oh, iya,"kata dia nyaris memekik, "habis ini, aku mau ke tempat Sakatan. Soraru-san mau ikut?"

The Phantomic Theatre [USSS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang