09. miss him

928 78 30
                                    

_

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_

"Ehmm... Papa?"

"Sudah bangun, little girl?"

"Uncle?!" Irene buru-buru menjauhkan diri dari Sehun. Entah bagaimana dan mengapa ia tertidur di dalam dekapan Uncle-nya. Di atas kasur king size milik Uncle-nye dan keduanya dibalut selimut pula! "Kenapa aku bisa ada disini?"

"Kamu sendiri yang tidak mau melepaskan aku." Jawab Sehun tak acuh. Ia masih fokus pada ponselnya dengan kacamata yang bertengger manis dipangkal hidungnya.

"Aku?"

"Kedua tanganmu melingkar erat di leherku. Seperti gurita."

"Yang benar?!" Gumam Irene panik sembari menunduk malu. Sebenarnya ia masih berada dipangkuan Uncle-nya itu. Tapi, Irene saja yang tidak sadar.

"Sekarang sudah jam 1 pagi. Kembalilah tidur atau kembali ke kamarmu. Terserah, yang penting turun dari pangkuanku."

Irene langsung saja menggelindingkan diri turun dari pangkuan Sehun. Ia meringkuk malu diatas kasur dengan menutupi dirinya dengan selimut. Bagaimana bisa ia tertidur di atas Uncle-nya!?

"Kau ringan.  Tidak usah malu." Ucap Sehun santai. "Pagi sebelum kau berangkat sekolah, kau harus makan yang banyak dan makan makanan yang bergizi agar sehat. Jangan memakan mie instan, soda, dan keripik kentang saja."

"Aku harus bagaimana jika itu sangat enak."

"Tapi itu tidak baik."

"Iyaa aku tau, aku tau, Uncle."

Kemudian Irene keluar dari dalam selimut, berbaring dengan benar, dan menyelimuti dirinya hingga sebatas dada. Jarum jam masih menunjukan pukul 1 pagi, masih ada waktu lagi sebelum ia harus bangun untuk bersiap-siap ke sekolah.

"Uncle, aku malas kembali ke kamarku."

"Maka kamu bisa tidur saja disini."

"Benarkah? Baiklah."

Tanpa menunggu lama Irene memejamkan kembali matanya untuk kembali tidur.

Tiga puluh menit kemudian Sehun melirik pada Irene yang kembali terlelap. Tidak ada lagi rengekan, tidak ada lagi raut wajah meringis ketakutan, dan tidak ada pula ia memanggil Papanya. Irene sudah kembali seperti semula. Cepat dalam melupakan kenangan buruk seakan-akan hal tersebut tidak pernah terjadi. Hati yang kuat.

"Kamu memang putrinya. Little girl, selamat malam dan bermimpi indah."

Sehun mengecup kening Irene kemudian membenahi selimut irene hingga sebatas dada. Lalu Sehun pergi dari kamarnya tanpa melepas kacamata yang bertengger pada pangkal hidung mancungnya.

_____

"Aku pulang, Uncle!!"

Irene baru saja pulang dari sekolahnya dengan dijemput oleh supir pribadi yang diperintahkan Sehun. Sore mencekam yang Irene rasakan sudah lewat beberapa minggu. Yang berarti sudah lama pula Papa Irene tanpa kabar.

Saat ini Sehun sedang berada di ruangannya, sibuk bekerja dan berkutat dengan laptop diatas meja. Derick dinonaktifkan sejenak karena sedang tidak diperlukan. Tentunya Irene akan mengganggu Sehun lagi seperti hari-hari sebelumnya.

"Uncle, aku pikir aku menyukai Uncle yang mengenakan kacamata." Tanpa meminta izin Irene duduk di kursi tepat di hadapan Sehun. Ia bertopang dagu menatap lekat Sehun yang kini mengenakan kacamata yang ia kenakan sewaktu malam Irene tidur dikamarnya.

"Uncle, apa kau minus? Atau plus!? Umur Uncle berapa sih? Kalau tinggi Uncle?? Papa tingginya 180 cm tau. Kalau Uncle berapa? Tinggi Uncle atau tinggian Papa? Uncle nama tuan manis yang sering Uncle panggil seperti tangan kanan itu namanya siapa?"

Sontak Sehun melirik sinis Irene. Apa maksud gadis itu dengan panggilan 'tuan manis'?

"Apa Uncle tidak mengetahuinya? Tuan itu hitam manis. Dengan rambut pirangnya yang sexy. Yelis bilang itu tipe idealnya. Rahasiakan, ya!"

"Lalu, seperti apa tipe idealmu?"

"Hiiih jawab dulu pertanyaan aku!!" Memanyunkan bibirnya, Irene berpikir sejenak sebelum menjawab, "Eumm... pria seperti Uncle?"

Sehun berhenti mengetik karena terkejut. Jantungnya berpacu hanya karena mendengar yang ia tahu bahwa itu ialah jawaban kosong dari gadis remaja berumur 18 tahun.

"Aku...?"

"Karena Uncle tampan dan kaya!! Hahaha..."

Sehun berdeham "Apa hanya itu tipe idealmu?" Sehun berusaha tenang dengan berusaha kembali mengetik di laptop.

"Tipe idealku mungkin seperti kebanyakan perempuan pada umumnya. Yang tampan, tinggi, lebih tua darinya, kaya raya, dan juga perhatian. Tidak lupa baik hati, penyayang, juga memiliki otot perut dan bisep." Irene cekikikan sendiri menjawab pertanyaan dari Sehun.

Sedangkan si pria tersenyum sangat tipis mendengar ucapan Irene yang terakhir. 'Otot perut dan bisep' yang tentunya Sehun punya. Untuk badan dan wajah, Sehun mempunyai kepercayaan diri tinggi untuk hal itu.

"Uncle, mungkin Uncle bosan mendengar hal ini, tapi bagaimana kabar Papa? Apa dia baik-baik saja? Bisa aku berbicara dengannya walau sebentar saja."

"Papamu tidak mengizinkannya. Aku sudah berulang kali menjawab pertanyaanmu itu."

"Tapi Papa tidak mungkin seperti itu! Walau Papa di ruang persidangan, jika aku menelponnya maka ia akan menjawabnya. Aku tahu Uncle bohong selama ini!"

"Litt-"

"Uncle juga tidak tahu kabar Papa, iya kan?"

"Apa maksudmu tiba-tiba..."

"Papa terlibat dengan kelompok Mafia lain, aku benarkan Uncle??"

Sehun berdiri. Ia menghampiri Irene yang sepertinya akan menangis sebentar lagi.

"Papa dalam bahaya. Aku tahu itu, tapi aku hanya diam saja. Dimana dia sekarang... aku ingin menemuinya... Uncle aku harus apa? Aku merindukan Papa..."

Tangis Irene pecah begitu Sehun berjongkok dan memeluknya erat. Rasa rindu. Sehun tahu bagaimana rasanya dulu. Keinginan kuat untuk bertemu seseorang, namun tidak pernah bisa.

Itu menyesakan dan membuat tidak nyaman.

"Uncle...Irene rindu Papa... Papa dimana... kenapa ia belum pulang juga, Uncle...?"

"Arthur kuat, Irene. Dia baik-baik saja diluar sana. Aku kenal ia lebih dari siapapun di dunia ini." Ucap Sehun mantap.

-tbc-

HUN's Baby || HunReneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang