Chapter 6: What Future Holds

705 118 72
                                    

"The longer you live in the past, the less future you have to enjoy."

.

.

.

.

.

Seungwoo terbangun dengan wajah lelah. Ia sudah tak terlalu pusing dan efek alkohol sudah menghilang dari kepalanya. Yang tersisa hanya sedikit pegal-pegal di bahu dan punggungnya. Lelaki itu membuka tirai jendela kaca, memandangi langit pagi yang masih petang sebagian. Namun setitik matahari pagi sudah tampak di ujung, dengan beberapa sulur cahaya yang memecah langit keunguan.

"Waaah. Indah sekali," pujinya.

Seungyoun tersenyum menyetujuinya. Lelaki itu duduk di sampingnya, di tepian ranjang, memandangi pemandangan yang sama. Bahunya terasa rileks. Sudah lama ia tak melihat matahari terbit. Dan kini, ada Seungwoo di sampingnya. Lelaki itu bergeming beberapa saat. Ketika warna keunguan langit sudah mulai didominasi cahaya mentari, lelaki itu ingat kalau kebersamaan ia dan Seungwoo sudah harus diakhiri. "Mandilah duluan. Aku akan merapikan barang-barang dan siap-siap check-out."

"Sekarang?"

Seungyoun menoleh. "Memangnya kapan lagi?"

Seungwoo terdiam.

"Masih mau mengobrol?" tanya Seungyoun. "Aku ... pendengar yang baik." Ya, ia bisa menjadi pendengar yang baik kalau Seungwoo ingin bicara—mungkin soal mendiang calonnya itu. Kemarin, tak terasa, banyak hal-hal pribadi yang terucapkan. Ia sudah bercerita soal keluarganya. Dan Seungwoo menceritakan soal keluarganya.

"Hari ini kerja, ya."

"Yah, kita akan kembali ke aktivitas harian kita," ucap Seungyoun, "Suasananya bagus sekali. Tapi, yah, kita harus kembali ke kehidupan masing-masing. Aah, sayang sekali, ya." Seungyoun pura-pura tertawa. "Bahkan kita sudah menginap di kamar yang sama. Tidak terjadi apa-apa. Bahkan ciuman pun tak ada," candanya enteng. Seungyoun meregangkan tangannya. Meski nadanya bercanda, namun apa yang Seungyoun katakan memang ada benarnya.

Gara-gara soju sialan, Seungwoo teler.

Tapi kalau lelaki itu tak teler, mungkin Seungyoun tak akan tahu betapa rapuhnya lelaki itu.

"Kau ingin ciuman?"

Seungyoun sontak menoleh.

"..."

Ia yang hampir bangkit berdiri langsung urung. Dipandanginya Seungwoo yang hanya menatapnya. Tak ada tawa. Itu ... bukan candaan? Seungyoun termenung. Namun Seungwoo terlihat tak ada keinginan untuk menarik perkataannya. Bolehkah?

Seungyoun bergerak, mencondongkan tubuhnya.

Ia mengecup ringan bibir lelaki itu—hanya sedetik. Kedua pandangan mata itu beradu, tanpa kata-kata.




***

Seungyoun mengecupnya lagi. Kali ini lebih lama. Mata lelaki itu terpejam. Seungwoo tak menarik wajahnya. Ia bergeming di posisinya. Mata Seungwoo tak tertutup sempurna. Ia masih bisa melihat samar bulu mata lentik Seungyoun, dan ia bisa merasakan dengan jelas, napas hangat Seungyoun yang mengalir membelai wajahnya. Bolehkah?

Seungwoo menutup matanya. Lelaki itu akhirnya membalas ciuman Seungyoun. Ringan, singkat, dan keduanya saling memundurkan wajah untuk menarik napas.

Emergency LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang