Chapter 9: Love 911

1.1K 138 156
                                    

Because I could watch you, for a single minute,

And find a thousand things,

That I love

About you...

.

.

.

.

.

"Jadi, bagaimana kabarmu? Maksudku—juga kabar teman-teman lainnya?"

Seungyoun berjalan tenang, beriringan dengan Seungwoo di sampingnya. Keduanya berjalan menjauh dari kantor pusat, berjalan-jalan di trotoar sekitar. Angin siang yang cenderung sejuk mengalir perlahan, menggoyangkan helai-helai rambut Seungyoun, juga menggoyangkan ujung sweater putihnya yang berhenti tepat di pinggang. Ada emoticon smile besar di bagian depannya. Beberapa kali Seungyoun merapikan rambutnya, menyelipkan sejumput sisi poninya di balik telinganya. Lelaki itu menarik napas lebih panjang. Aroma angin yang lewat di bawah pepohonan yang menghias sepanjang sisi trotoar membuat bahu Seungyoun terasa rileks.

Lelaki itu tersenyum simpul.

"Baik. Semua berjalan seperti biasa."

"Benarkah?"

"Sedikit lebih sepi. Mungkin karena ... kau—dan Wooseok tak ada."

Seungyoun menoleh, masih tersenyum lebar. "Sungguh?"

"Baru tadi saat makan siang, Jinhyuk membicarakanmu dan Wooseok." Seungwoo mengangkat kedua bahunya. Kedua kepalan tangannya bersemayam rapi di saku celana. "Kangen sepertinya."

"Kau sendiri?"

"Aku?"

Seungyoun tertawa pelan. "Aku bercanda." Seungyoun menghentikan langkahnya.

Seungwoo bahkan tak tahu apakah kalimat Seungyoun 'bercanda' itu justru adalah gurauan semata—bahwa intensi sesungguhnya lelaki itu memang menanyakan pendapat pribadinya.

Seungyoun terdiam, menatap gapura kecil dengan lorong masuk.

Sebuah kuil.

"Mau mampir sebentar?"

Seungwoo sempat terdiam. Namun lelaki itu akhirnya mengangguk.





***

Kuil itu cenderung bersih dan tenang. Meski berada di tengah kota, karena lokasinya masuk ke dalam sebuah gang, begitu memasuki pelatarannya yang hanya terhias sedikit daun kering dari pepohonan rimbun di depan teras, suasana menenangkan bisa dengan mudah menyergap Seungyoun dan Seungwoo.

Seungwoo membuka pintunya perlahan. Terdengar suara deritan lirih dari pintu kayu sewarna kulit kumbang musim panas itu.

Seungyoun melongok ke dalam lalu melangkah masuk—namun ia tak mendahului Seungwoo. Ia biarkan lelaki itu tetap setengah langkah di depannya. "Berdoa?"

Seungwoo mengangguk tanpa menoleh. Ia rogoh kantong celananya, mencari koin untuk dilemparkan. Lelaki itu diam, berdiri dan memejamkan mata, menggumam doa yang tak dapat didengar Seungyoun.

Emergency LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang