Yoongi menyahut kaos putih longgar dan celana training berwarna biru gelap dengan aksen garis hitam yang sudah di siapkan istrinya pagi-pagi sekali di atas ranjang. Ia membiarkan rambutnya lembab acak-acakan karena sisa keramasnya. “Kenapa tidak membangunkanku sih?” gerutu Yoongi lantas bergegas keluar kamar untuk mencari anak dan istrinya yang sudah tidak ada di dalam kamar.
Weather forecast pada layar ponsel meramal cuaca hari ini akan cerah. Yoongi tidak melihat tanda-tanda kehidupan di dalam rumah setelah keluar dari kamar. Lantas ia keluar rumah, memeriksa sekitar dan menemukan anak kecil di depan teras rumah. “Juyu melihat bibi tidak?” tanya Yoongi masih di depan pintu rumah.
Anak perempuan yang tengah memungut bunga kecil-kecil di dekat pagar rumah itu menoleh, dia stagnan di tempat, bingung ingin lari atau menangis. Lantas Yoongi menghampiri anak yang kira-kira berusia enam tahun itu dan sontak anak itu sangat ketakutan melihat Yoongi. Dia berjongkok masih memegangi bunga-bunga kecil yang ia baru saja pungut.
“Ini Juyu kan?” Yoongi berjongkok agar tubuhnya sepantaran dengan gadis kecil itu. “Tidak usah takut, ini paman Yoongi.” Ucapnya sambil melihat kedua tangan mungil di hadapannya yang tengah memegang bunga. “Ambil saja yang banyak, paman tidak marah kok.” Tersenyum manis sekali
Juyu adalah anak tetangga yang suka bermain dirumah ibu Min. Yoongi jarang pulang ke rumah orang tuanya, sehingga anak itu merasa asing pada sosok Yoongi. “Kau melihat bibi tidak?” tanya Yoongi sambil tersenyum ramah.
Anak itu sejenak diam sambil berpikir, ia tidak berbicara dan hanya menunjuk satu tangannya ke arah dimana orang-orang yang di cari Yoongi pergi. Yoongi mengangguk paham sambil tersenyum manis sekali sebelum meninggalkan Juyu yang mendongak masih menggenggam bunga di tangannya.Hanya dengan petunjuk arah yang di berikan Juyu, Yoongi langsung tahu dimana keberadaan mereka. Hanya sepuluh menit berjalan, Yoongi sudah sampai di tempat tujuan. Suara gemerincing lonceng tepat di atas pintu setelah papan kayu dibuka menyambut kedatangan Yoongi. Ia segera berlari menuju dapur dan berharap tidak melihat sosok sang istri di antara wajan dan kompor disana. Membayangkannya saja sudah merinding.
“Yoon, tolong aku.”
Mengetahui itu, lantas Yoongi segera menghampiri Minji dan memeriksa semua apa yang di sentuh oleh wanita itu. Benar-benar sangat kacau keadaannya. Selada yang dicacah acak berantakan di atas papan kayu, potongan cabe yang aneh dan ada tumpahan minyak wijen disana. Yoongi memeriksa sup di dalam wajan yang rasanya sulit untuk dicerna lambung. Yoongi menyeruput dengan sendok kecil, air mukanya terlihat gusar.
“Yoon, kau tidak apa-apa kan?” melihat tidak ada reaksi apa-apa pada sang suami akhirnya Minji mengantisipasi untuk menepuk tengkuk Yoongi, “Keluarkan, ayo keluarkan!” masih menepuk.
“Kau memasukkan apa?” ucapnya sangat datar, sedangkan yang ditanya hanya bergeleng.
“Ini rasanya pedas dan panas, juga ada rasa kecutnya.” Yoongi menimang sendoknya, “Kau memasukkan lada terlalu banyak.”
“Aku tidak tahu Yoon, ibumu menyuruhku membuat sup. Dia hanya mengarahkanku untuk memasukkan beberapa bumbu, tapi kan aku tidak paham.”
“Kenapa tidak menolak?”
“Ak-aku malu, menantunya masa tidak bisa masak?” mengulum bibirnya cemberut.
“Menyingkir,” Yoongi segera menambahkan beberapa bumbu dan sedikit air kedalam supnya. Minji hanya memperhatikan bagaimana tangan yang terlihat kekar dengan otot-otot yang melingkari maskulin. Disaat itulah Minji refleks mendongak, memeta Yoongi mulai dari mata, hidung dan bibir tipis berwarna merah muda di sana. Mengamati seberapa berhati-hati sentuhannya, membuat Minji merasakan kelegaan di sana.