Dalam beberapa alasan, Yoongi mengingat jika dulu dia sering sekali hanya berdua dengan adik perempuannya di rumah. Ibu sering meninggalkan Yoongi dan Yoonji di rumah ketika mereka sedang sibuk di kedai. Tidak jarang juga Yoonji akan memboyong kasur lantai ke kamar sang adik dengan ekspresi pasrah ketika malam hari. Yoonji itu memang penakut orangnya.
Semua memori itu jelas menyisakan momen manis dan hangat sebagai keluarga. Tapi sekarang, tentu saja semua terganti dengan kehadiran anak-anak yang menggemaskan juga tidak kalah menyenangkan, walaupun terkadang membuat Yoongi kualahan sewaktu-waktu.
"Yoon, aku melihat," sedikit memelankan suara, menoleh ke sekitar ruangan memastikan tidak ada sang mertua, "Berita tentangmu."
Yoongi tidak langsung menjawab, "Ayo kekamar saja." Yoongi yang semula ingin mengupas jeruk jadi menarik Minji ke kamar.
"Ji, aku ingin jujur."
Mata Minji sudah berkeliaran memandangi bagaimana presepsi sang suami kala mengucapkan kalimatnya, bahkan lututnya tiba-tiba lemas seakan sang suami ingin membongkar sebuah kebrengsekannya saat ini juga. "Jujur tentang apa?"
"Tentang pekerjaanku. Kau tahu wanita itu-"
"Kau bilang pekerjaan, aku tidak mau mendengar apapun kecuali pekerjaanmu." Tandas Minji.
"Iya, pekerjaanku bersama wanita itu."
"Cukup, aku sudah lelah memafkanmu lagi. Jadi jangan sampai kau melakukan hal bodoh lagi seperti dulu." Minji berbalik dan ingin segera pergi, tetapi pergelangan tangannya di genggam oleh sang suami.
Melihat bagaimana Yoongi menatapnya, hal itu sukses membuat Minji duduk di tepi ranjang. Terpaksa mendengarkan beberapa kalimat Yoongi yang tidak terlalu pendek kali ini. Setidaknya anak-anak sedang di luar bersama Ibu Min mengupas kubis. Suara cadel mereka terdengar jelas dari kamar, bahkan Minji bisa mendengar Minguk yang menyanyi Robocar Poli dengan penuh semangat di sana. Harusnya dia tertawa, tapi kali ini ia malah tidak memiliki ekspresi itu.
Ingatan Minji seakan dicongkel satu persatu dari tabung memori. Menguak bagaimana potongan-potongan skenario yang dulu ia alami seolah kembali lagi ia ingat. Iya, Minji juga tidak akan melupakan bagaimana rasa sengat yang mengambangi hatinya kala Yoongi mengusirnya dulu.
"Ketika aku mengusirmu, saat itulah aku merasa kesepian dan untuk melupakanmu aku mulai mencari-"
"Mencari penggantiku?"
Yoongi bisa menangkap rasa sendu dari intonasi Minji. Bahkan ia menemukan keputus asaan ketika Yoongi berani melihat wajah sang istri. "Bukan begitu, aku hanya berusaha fokus dengan pekerjaanku."
"Yoon, sebenarnya sejak kemarin aku menahan diri agar tidak membahas hal ini." Minji menunduk lesu, "Tetapi, kenyataannya hatiku sakit. Aku ingin bertanya tetapi aku takut jika mendengar yang sejujurnya, itu sebabnya aku ingin tahu segalanya, tapi aku takut Yoon."
Tangan Yoongi mengasat air bening yang tiba-tiba jatuh begitu saja di pipi sang istri, "Ada beberapa hal yang tidak bisa aku katakana padamu, tetapi ku harap kau masih mempercayaiku dan berpihak padaku."
"Bagaimana aku bisa bercaya tanpa penjelasanmu? Kenapa? Kenapa kau tidak mau menjelaskannya padaku? apa itu artinya kau benar-benar?"
Ah sial, rasanya Minji ingin sekali menyuntikkan obat penghilang ingatan pada dirinya sendiri. Minji tidak ingin keluarga kecilnya berantakan seperti dulu lagi. Bahkan dia bisa melihat ekspresi Yoongi yang menginginkan sesuatu padanya. Sampai kalimat itu benar-benar muncul. "Ji, aku ingin menemui dia."
Yoongi tahu mungkin ia tengah gila sebab pertanyaannya tidak akan mendapatkan persetujuan dari sang istri. Yoongi merogoh ponselnya, sementara ekspresi Minji sudah tidak dapat di artikan lagi. Semua campur aduk, marah, sedih, dan kekesalannya pada Yoongi sudah tidak bisa di bending lagi.
"Yoon."
"Kau disini saja dengan anak-anak, aku akan mengurus semuanya. Dan berjanjilah untuk tetap percaya padaku." Ucap Yoongi setenang mungkin.Minji masih bisa bersikap tenang, tidak ada suara teriakan atau jambakan di barengi dengan lemparan gayung ataupun perabotan rumah tangga lainnya. "Kapan kau akan menemui dia?"
"Malam ini aku berangkat," Yoongi menyentuh kedua pundak Minji dan meyakinkannya bahwa semua akan baik-baik saja. Berharap keputusannya ini bisa segera mengakhiri rumor tentangnya. "Jaga anak-anak dengan baik selagi akau pergi."
***
"Yoongi-nim."
Terlihat jelas sekali wanita itu tersenyum tipis ketika melihat sosok Yoongi yang melangkah masuk ke dalam apartemennya. Lebih tepatnya, apartemen yang sengaja di sewa Yoongi untuk mantan asistennya itu. Namanya adalah Chaerin.
"Bagaimana kabarmu?" Yoongi meletakkan sebuah bingkisan lalu melepaskan syal, topi hitam, dan juga masker hitamnya di atas sofa.
"B-baik," ucapnya sedikit canggung, membenarkan gendongannya agar lebih nyaman, mengusahakan senyum walaupun Yoongi tahu ia sedang kesusahan disana.
"Biar ku bantu." Yoongi berjalan lebih cepat ke arah Chaerin.
Yoongi tersenyum tipis dan mengangguk lega ketika memastikan Chaerin sudah mulai menguasai cara menggendong bayi yang benar. "Kau sudah sarapan?"
"Aku akan sarapan nanti setelah menidurkannya." Memantulkan balita yang baru menginjak umur dua bulan itu.
Yoongi tahu pasti sangat sulit merawat anak seorang diri, mata panda itu sudah menjadi saksi bahwa wanita itu terjaga semalaman. "Biar ku gendong, percayakan padaku. Aku bahkan sudah pernah melakukannya dengan tiga bayi sekaligus."
"Tidak usah, aku tidak ingin merepotkan Yoongi-nim."
"Aku kesini untuk membantumu, jadi tidak usah menolak bantuanku." Akhirnya Yoongi mengambil paksa bayi perempuan yang berada di gendongan ibunya.
#Bersambung#
ASTAGHFIRULLAHALADZIIIM YOONGIIII😌
Tapi kok aku suka ya kalo Yoongi blangsak kayak gini ya🤭🤭
Ada yang suka Yoongi blangsak gini juga ga sih? Kayaknya cocok bgt jadi brengsek dia itu🤭🙏🏻🙏🏻
Yuk vomentnya yuk 💜
Kira-kira itu anak si Yoong, eh hampir aja digaplok minji. Positif thinking aja, mungkin itu anaknya Chae sama bapak penata lampu atau bisa aja bapak tukang cilok yang suka lewat depan kantor Bighit😶😶😶
Jan lupa komen semenarik mungkin dan dapatkan e Book geratis yg akan selalu aku umumin di SG @yoong_ish 🙏🏻😁