Sudah hampir dua kali dua puluh empat jam Yoongi pergi dan belum kembali. Sedangkan Minji, malam ini juga sedang mengemasi barang-barangnya ke dalam koper. Jika Yoongi tidak pulang besok, ia akan menyusulnya ke Seoul. Tidak masalah jika ia kewalahan menenteng ketiga putranya. Membayangkan saja wanita itu menangis, bagaimana Yoongi membiarkannya membawa anak-anak sendirian, ditambah koper mereka yang besar.
"Mama," Minguk menghampiri Minji yang tengah berberes sambil mengucek matanya bergantian.
Minji segera mungkin mengusap air matanya, "Minguk kenapa bangun?" Tanyanya sambil mengelus pucuk kepala sang balita.
"Minguki lindu papa Ungi. Kok papa gak ada? Papa kelja ya ma?"
Wajah polos itu sungguh tak ingin mendapat jawaban mengecewakan, "I-iya sayang, papah masih bekerja. Besok kita bertemu papah ya."
"Tidak perlu, papah kan sudah disini." Yoongi melangkah masuk ke dalam kamar dengan pencahayaan yang remang-remang itu, menaruh mantelnya di atas meja rias dan segera menangkap Minguk yang entah sejak kapan tersenyum sambil memainkan lidahnya dengan jari mungil miliknya.
"Papah Ungiiii," memainkan kerah baju ayahnya dengan jari kecil berliurnya.
"Hmm?"
"Minguki lindu papah Ungi, keljanya jangan lama-lama Doong." Protes sang balita sambil manyun menggemaskan.
"Papa minta maaf ya, ayo kita tidur saja." Yoongi melirik koper dan menelusupkan tangan kanannya ke pinggang istrinya, lalu menarik sang istri tanpa melihatnya. Yoongi memperhatikan Minguk tapi tangannya seolah berinteraksi dengan Minji.
Minji yang sedikit terkejut hanya mengikuti apa yang dilakukan suaminya. Tidak banyak bicara karena memang sedang ada Minguk.
"Sepertinya putra kita ini sudah mengantuk, lihat saja, baru ku taruh di ranjang lima menit sudah tidur." Yoongi mengusap-usap perut Minguk yang menggembung lucu. "Aaah, habis makan kerbau ya?" memperhatikan perut putranya.
Minji merasa ada yang sedang mencoba membuat lelucon di sini. Sayang sekali, itu cukup garing. Bahkan Minji malah memunggungi sang suami dan Minguk di satu ranjang itu.
"Apa masih marah?"
Tentu saja, wanita mana yang tidak marah ketika suaminya pergi meminta izin ingin bertemu dengan wanita lain, tanpa ada alasan tertentu lagi. Memangnya hati wanita itu sekuat batu? Bahkan batu juga bisa hancur ketika sering diterjang ombak. Bagaimana dengan hatiku Yoon? Ya, itu hanya gerutu Minji dalam hatinya tanpa ada pengutaraan di tengah keheningan malam dan pantulan ranjang empuk tiba-tiba hadir.
Beberapa menit tidak ada tanda-tanda kehidupan di atas ranjang, hanya Minji yang masih berbaring menyamping tidak memperdulikan di belakangnya, sampai pantulan itu terjadi lagi dan suara gesekan kain dengan benda, atau mungkin tubuh Yoongi. Entah, Minji tidak perduli dan segera menutup matanya.
"Aaah, aku rindu saat-saat seperti ini." Yoongi menelusupkan lengan di antara pinggang dan siku tangan Minji. Sayang sekali, hal itu hanya keinginan Yoongi yang tak terpenuhi. Rupanya Minji merapatkan sisi tersebut, antara pinggang dan tangannya yang sangat rapat sampai tangan suaminya tidak bisa masuk di tengah-tengahnya. Kalau sedang merajuk ya begitu.
"Tidak rindu denganku ya?"
Sial, nada bicara Yoongi mirip sekali dengan Manse. Pasti dia sedang menggulung-gulung jari telunjuknya dengan jari satunya sambil manyun. "Aku benci Yoongi yang seperti ini, lebih baik dia mendiamkanku saja." Gerutunya, Minji tak tahan dengan suasana seperti ini.
"Selamat malam," ciuman singkat di kening yang tidak ada artinya bagi Minji.
***
Pagi yang cukup dingin, sepertinya cuaca sedang tidak bagus pagi ini. Minji membuat telur mata sapi untuk ketiga jagoan kecilnya dan Yoongi sepertinya sedang mengotak ngatik barang-barang yang ada di laci.