"Pak? Manda gimana?" tanya Pak RT yang menyembul dari ujung gang. Azan subuh baru selesai berkumandang. Pak RT tampak rapi dengan sarung hijau kebiruan yang melilit tubuhnya.
Ibnu muncul di tengah gang dengan kaki telanjang. Sandalnya terlepas ketika dia tergopoh-gopoh berlari. Manda masih diperiksa untuk mengetahui penyebab kematian, dijaga oleh anak Ibu Imas. Saking paniknya, Ibnu sampai melupakan dompetnya di rumah. Dia kembali untuk mengambilnya, menolak pinjaman motor cucu Bu Imas.
Dengan nanar, Ibnu berbalik memandangi Pak RT. "Lilinnya mati."
Alis bapak berbadan kurus itu bertaut. Dia melirik jendela kamar rumah Ibnu dengan cahaya oranye, yang terbias tirai putih. "Lilinnya masih nyala, Pak," balasnya.
Ibnu mengedarkan pandangan pada rumah-rumah di sekelilingnya. Dari rumah berpintu cokelat keemasan sampai rumah berpintu hitam.
"Lilinnya mati." Ibnu menukas bersama sejumput senyum getir yang menyala di sudut bibirnya.
=::=

KAMU SEDANG MEMBACA
[CERPEN] Lilin Kecil
General FictionManusia memiliki lilin kecil di dadanya. Begitu ringkih bila tidak dijaga. Mudah mati setiap angin menerpa. Setelah apa yang terjadi, masih mampukah Ibnu mempertahankan nyala lilin di dadanya?