Prolog 2

20 3 0
                                    

       Si Ibu penolong Tiara dan Aksa beranjak pergi meninggalkan mereka berdua dan sang suami ke dapur untuk menyiapkan minuman serta makanan. Tak berapa lama terdengar suara handphone berdering milik sang bapak penolong yang menandakan adanya panggilan masuk. Segera sang bapak menerima panggilan tersebut seraya meninggalkan Tiara dan Aksa yang berada di ruang tamu.

       Hening tak bersuara selama beberapa menit, tak ada satupun diantara mereka yang membuka suaranya untuk sekedar berkenalan atau menanyakan keadaan masing masing. Sampai akhirnya Aksa merasakan ke-awkward-an atmosfer di ruang tamu yang luas itu. Ia memutuskan mulai membuka pembicaraan dengan gadis yang sedang bersamanya.

       Aksa membuka perbincangan, "Hai Tiara, aku Aksa", sambil menyodorkan tangannya untuk bersalaman, "Salam kenal ya. Sebelumnya aku mau ngucapin makasih banyak, karena kalo gaada kamu tadi, mungkin aku ngga akan terselamatkan dari kecelakaan pagi ini. Maaf ya sampe bikin kamu luka luka kayak gini."

"Oh halo kak Aksa", sahut Tiara sambil membalas jabatan tangan Aksa, "Iya sama sama, alhamdulillah kak Aksa selamat. Makasih juga tadi kakak udah mintain tolong ke bapak ibu yang nolongin buat ngerawat sementara kucing yang aku tolongin sebelumnya", lanjut Tiara sambil tersenyum tipis.

"Bukan apa apa itu mah. Oh iya rumah kamu disekitar sini juga?"

"Iya kak, di blok XIV sana."

"Oh jauh juga ya darisini, kamu tadi habis darimana emangnya? Kok sendiri pagi pagi?", kepo si Aksa.

"Aku tadi habis sholat jamaah sama keluarga terus aku jalan sendiri pas pulang karena ngeliat ada kucing ngeong kesakitan. Sampe aku ngeliat kakak yang lagi jalan tapi ngga sadar ada mobil yang jalannya cepet banget", urai Tiara dengan nada yang sedikit memelan.

"Oh gitu. Ini salahku juga sih tadi aku lagi liat hape dan ga fokus ke jalanan yang aku lewatin. Jadi merasa bersalah aku."

"Ya udah lah ya kak."

Bapak penolong sudah kembali bersama dengan Tiara dan Aksa.

"Tiara dan Aksa, sebelumnya bapak belum mengenalkan diri ya. Nama bapak Heru dan itu adalah istri saya namanya Ria", seraya menunjuk sang istri yang berada di dapur, "Kalian bisa panggil Pak Heru dan Bu Ria", lanjut Bapak penolong yang bernama Pak Heru.

"Iya Pak Heru, terima kasih atas pertolongan Pak Heru dan Bu Ria", ucap Aksa sambil menangkupkan tangan didepan wajahnya.

"Sama sama nak."

Bu Ria memasuki ruang tamu sembari membawa minuman dan makanan untuk disuguhkan kepada Tiara dan Aksa.

"Nak Tiara dan Aksa, diminum dulu minumannya, makanannya juga dimakan ya. Jangan sungkan anggap aja lagi dirumah sendiri."

Aksa berkata, "Iya bu makasih banyak ya, maaf banget sekali lagi ngrepotin."

"Udahh nggak ada yang direpotin kok. Oh iya kayaknya luka kalian cukup serius dan ngga cukup diobatin dirumah, kalian harus dibawa ke rumah sakit biar gaada infeksi di luka kalian", ucap Bu Ria.

"Benar nak. Nanti sesampainya di rumah sakit, akan kami kabari orang tua kalian."

Aksa dan Tiara hanya menganggukan kepala, tanda menyetujui ide Pak Heru dan Bu Ria.

Sesampainya di rumah sakit

       Ternyata rumah sakit yang dituju oleh Tiara dan Aksa adalah rumah sakit yang sama dengan pengemudi yang mengalami kecelakaan mobil tadi pagi. Tiara dan Aksa sudah menjalani pengobatan. Tiara harus menerima jahitan di lengan kanan dan betisnya, sedangkan Aksa harus dijahit di bagian pelipisnya.

       Tiara dan Aksa juga mengetahui bahwa kakek dan nenek yang menjadi korban kecelakaan tersebut sudah tiada saat dilarikan ke rumah sakit dan tersisa cucunya yang sedang kritis dan berjuang mempertahankan nyawanya di ruang ICU. Mendengar hal tersebut, Tiara semakin tidak berdaya dan merasakan kesedihan yang mendalam. Begitupun dengan Aksa, namun Aksa yang lebih tua dari Tiara menguatkan Tiara agar tidak terlalu bersedih.

       Tiara hanya merasa, jika tadi dia tidak berlari menyelamatkan nyawa Aksa mungkin mobil itu tidak akan oleng dan mengalami kecelakaan. Namun, jika dirinya tidak berlari menyelamatkan Aksa, maka Aksa pasti akan mengalami kecelakaan hebat yang mungkin akan merenggut nyawanya.

Tak berapa lama, orang tua mereka datang tergopoh gopoh dan menghampiri mereka berdua.

"Tiara sayang, ya Allah nak.. Kok bisa kamu kayak gini sih nak. Mama kaget banget waktu dikabarin sama Bu Ria dan Pak Heru tadi. Mama kira kamu lagi main main di taman sendirian, ternyata malah kamu kecelakaan", khawatir Mama Farida.

"Tiara takut mah", isak Tiara sambil memeluk mamanya.

"Tenang sayang mama disini, cup cup kamu baik baik aja sekarang. Anak mama kuat."

Papa Afdillah pun ikut memeluk Tiara dan istrinya. Rio beserta Ghea juga ikutan memeluk mereka bertiga.

"Adek lain kali ngga boleh misah sendirian lagi kalo pulang dari masjid ya. Pokoknya harus bareng terus", peringat Rio dengan nada khawatirnya.

"Iya nih kaka, pokoknya ngga boleh tiba tiba ngilang, kan Ghea jadi bingung kemana perginya kaka", timpal Ghea.

"Udah yang penting sekarang Tiara udah ketemu dan dalam kondisi selamat. Lain kali saling jaga terus ya", ucap Papa Afdillah.

Mereka semua menganggukan kepala sambil menenangkan Tiara yang masih dirundung shock atas kejadian yang menimpanya.

"Makasih banyak Pak Heru dan Bu Ria telah menolong putri saya dan menjaga sementara selama di rumah sakit. Tanpa Pak Heru dan Bu Ria mungkin anak saya tidak tahu nasibnya bagaimana", seru Papa Afdillah sambil menjabat tangan Pak Heru dan Bu Ria.

Pak Heru meraih jabatan Papa Afdillah, "Sama sama Pak Afdillah, mereka sudah seperti anak saya sendiri, jadi sudah sewajarnya saya menolong dengan semampu saya."

       Aksa dan keluarga yang sudah saling bertemu juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Heru dan Bu Ria atas jasanya menolong putra mereka. Tak lupa Aksa juga memberi tahu kepada orang tuanya bahwa Tiara adalah gadis yang menyelamatkan nyawanya dari kecelakaan mobil.

Mama Aksa berkata seraya memeluk Tiara, "Nak Tiara, makasih banyak ya udah nyelamatin Aksa dari kecelakaan mobil tadi. Maaf nak Tiara jadi terluka karena nolongin Aksa."

"Sama sama tante", senyum Tiara yang sedikit sendu.

"Terima kasih juga untuk Bu Ria dan Pak Heru sudah menolong Aksa dan mengobati luka Aksa", ucap Papa Aksa kepada Bu Ria dan Pak Heru.

"Sama sama pak, sudah sewajarnya kami selaku orang tua membantu dan merawat anak yang terluka. Makhluk sosial memang seharusnya saling menolong bukan?", senyum Pak Heru.

       Setelah itu keluarga Aksa beranjak pulang dari rumah sakit dan berpamitan kepada Pak Heru, Bu Ria, dan keluarga Tiara. Tak lama berselang mereka semua pun pulang ke rumah masing masing.

       Sejak saat itu Tiara yang tadinya sangat ceria, aktif, dan peka dengan lingkungan sekitarnya berubah menjadi sedikit kalem dan cuek terhadap sekitarnya. Entah mungkin karena insiden pagi itu yang menimpanya cukup menorehkan trauma mendalam di otak dan mentalnya. Pagi itu menjadi pagi kelabu yang tak terlupakan dalam sejarah hidup Tiara dan mungkin juga anak lelaki itu, Aksa.

***

Hai hai guys! Gimana Prolog bagian 2 nya? Udah ada gambaran buat kisah selanjutnya belum? Penasaran ngga sama apa yang selanjutnya terjadi sama kehidupan Tiara? Kalo iya, yuk simak kisah selanjutnya di part setelah prolog ini. Oh iya biar aku lebih semangat lanjutin ceritanya, vote terus tiap bagian ceritanya ya guys hehe. Thank you so much! Have an enjoy reading!
Love, D!♡

A Cup of CoffeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang