Menutup lubang

1K 35 1
                                    

Samantha benar-benar tidak ingin bicara dengan Aldrich. Sudah hampir dua minggu Samantha meninggalkan apartemen dan memilih kabur, meskipun lokasi kaburnya yaitu ke apartemen milik Ema dan jelas Aldrich langsung mengetahui hal itu. Samantha ternyata tidak memiliki teman untuk dimintai pertolongan, dan hanya Ema lah teman sekolah sekaligus teman terdekatnya saat ini. Berkali-kali Aldrich pergi ke kantor tempat Samantha bekerja, namun selama waktu menghilang itu Samantha izin untuk melakukan semua kegiatannya dari rumah. Aldrich juga sudah sering mendatangi apartemen Ema untuk memastikan Samantha ada di situ, namun dia hanya mendapatkan usiran dari Ema dan pengacuhan dari sang pemilik apartemen.

Pagi ini Aldrich juga kembali mendatangi apartemen Ema untuk menanyakan kabar Samantha. Dia juga mengirimkan sarapan smoothies buah naga kesukaannya, tetapi dia kembali mendapat jawaban ketus dari Ema.

"Bukankah sudah kubilang bahwa Samantha tidak ada disini?!" ucap Ema sambil meninggikan nada bicaranya.

"Aku tahu Sam ada di dalam. Jadi aku hanya ingin meminta tolong untuk memberikan ini kepadanya"

"Sudah kubilang tidak ada!"

"Jika memang tidak ada, maka anda makan saja ini. Untuk anda saja"

"Tidak!! aku tidak suka smoothies"

"Jika Sam tidak di sini dan anda anda tidak suka smoothies, lantas anda kemanakan gelas smoothies saya selama ini?" Ucap Aldrich yang membuatnya mematung. Dia lupa mengembalikan gelas smoothies yang sudah dihabiskan Samantha. Meskipun enggan, tetapi smoothies buatan Aldrich selalu dia habiskan. Mengingat hal itu membuat Ema tidak bisa mendecakkan lidahnya kesal. 

"Akan aku kembalikan semua gelasmu itu, nanti kuhubungi lagi" ucap Ema sambil mengambil smoothies dengan terpaksa, dan menutup pintu apartemennya dengan cukup keras. Dia menghembukan nafasnya kasar dan menatap Samantha tajam yang kini sedang meringkuk menatap balik dengan takut. 

"sudah puaskah kamu dengan semua ini? aku sudah frustasi menolaknya dengan berbagai cara, dan aku tidak tega untuk menolaknya secara terus-menerus. Lagipula kapan kamu akan kembali ke apartemen? kamu tidak bisa selamanya menghindar" ucap Ema dengan menggebu-gebu, saking kesalnya dengan tingkahtemannya yang satu ini.

"Aku belum siap" ucap Samantha mencicit. Ema menghampiri Samantha dan duduk di sampingnya.

"Kamu harus siap, apapun kondisinya. Lagipula apakah kamu tidak melihat ketulusannya dalam menebus kesalahan ayahnya padamu? Dia mencintaimu begitu dalam"

"Jika dia mencintaiku, kenapa dia harus terlahir sebagai anak si brengsek itu?"

"Itu bukan kesalahannya lahir sebagai anak dari seorang mafia. Jika bisa memilih, mungkin dia ingin terlahir sebagai anak orang biasa"

"Kamu berbicara seolah kamu tahu semua tentangnya"

"Aku memang tidak tahu tentangnya"

"Lantas kenapa kamu berkata seperti itu?"

"Aku hanya menebaknya saja" ucap Ema terjeda karena membetulkan posisi duduknya agar bisa menghadap pada Samantha.

"Jika kau penasaran, kenapa kamu tidak tanyakan langsung padanya?" Lanjut Ema bertanya maksud dari permusuhan mereka berdua.

"Aku tidak siap mendengarkan penjelasannya" jawab Samantha lemah. Ema hanya bisa menatap kasihan padanya, namun dia juga tidsk ingin perasaan merenggut kehidupannya. Makanya dia berdiri dan menatap lurus pada Samantha.

"Pokoknya kamu harus kembali pulang besok pagi, karena kamu sudah terlalu lama menggunakan waktu izin bekerja di rumah. sudah saatnya kamu kembali ke aktivitas biasanya" ucap Ema seraya berlalu meninggalkan Samantha menuju kamar tidur dan mengistirahatkan diri, karena mulai besok dirinya pasti akan lebih disibukkan oleh Samantha. Samantha sendiri hanya bisa meringkuk di sofa ruang tamu apartemen Ema. Dia tidak siap untuk melihat Aldrich lagi, tegapi disisi lain dia juga penasaran tentang kabarnya selama ini.

Setelah pagi hari tiba, Samantha kembali ke apartemen setelah lebih dari dua minggu dia tinggali. Suasana apartemen terasa hangat, seperti baru saja ditinggali oleh seseorang. Tetapi dia tidak bisa melihat kehadiran Aldrich disini.

"Al?" Panggil Samantha, namun tidak ada jawaban. Dia berjalan mengelilingi apartemen dan melihat makanan yang masih hangat tertutup oleh tudung saji di meja makan. Dia menatap sekeliling untuk melihat siapa yang membuat makanan ini, namun dia masih tidak menemukannya. Dia melihat catatan yang menempel di pintu kulkas, Samantha mengambil dan membacanya.

Jika kamu tidak nyaman denganku, aku akan pergi keluar jika kamu ingin masuk ke dalam. Aku akan menyiapkan makanan seperti biasa, dan aku juga akan tetap membersihkan rumahmu saat kamu tidak ada. Jadi kamu tidak perlu merasa terganggu oleh keadaanku.

Setelah membaca catatan ini, dia kembali mengelilingi apartemen untuk mencari Aldrich. Hingga dia tiba di depan kamar Aldrich, dia mengetuk dan membuka pintunya perlahan.

"Al? Kamu disitu?" Ucap Samantha lirih, tetapi dia tidak mendapati siapapun di kamar itu. Kamarnya pun terasa dingin, seperti memang tidak pernah didatangi oleh siapapun. Samantha menghampiri kasur empuk yang menjadi tempat pria kemayu kesayangannya ini beristirahat. Dia masih ingat tentang bagaimana hebatnya lengkingan teriakan Aldrich saat dia tidak sengaja masuk ke kamarnya disaat pria itu sedang dalam kondisi setengah telanjang. Mengingat kejadian konyol saat itu saja membuatnya tertawa, dan rasa rindu menyeruak masuk ke dalam dadanya hingga sesak. Dia menyadari bahwa kini dia mulai menyukainya, dia mulai tergantung pada sosoknya yang begitu lembut namun menguatkan, dia candu pada sosoknya yang selalu tersenyum begitu hangat.

Dia berbaring di kasur yang masih memiliki wangi khas pria itu, membayangkan bahwa Aldrich akan kembali kepadanya seperti dulu lagi. Tanpa sadar air mata mengalir, mencapurkan rasa rindu dan penyesalan yang kini dia rasakan.

"Al... Kembalilah, aku merindukanmu" lirih Samantha sebelum akhirnya dia terlelap dalam lelah.

Antara Kemayu dan Tomboy [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang