three

2.9K 345 49
                                    

Subuh. Gea terbangun lantaran mendengar suara bising dari lantai bawah. Berdiri, gadis itu berjalan keluar kamar dengan malas.

Punggung lebar dengan apron hitam. Gea tercenung melihat bagaimana lincahnya Dion di dapur.

" Dion? "

Pria itu berbalik, tampak tidak terkejut. Malah tersenyum lebar dengan binar mata yang ganjil. Gea balas tersenyum kantuk.

" Kakak keberisikan ya? " Begitu lembut suara pria itu mendayu. Gea geleng-geleng.

" Hm, gak juga. Aku pengen bangun aja. " Alasan yang begitu konyol. Gea merutuk dalam hati.

Dion terkekeh, menarik satu kursi untuk Gea duduki. " Maaf ya Kak. Mungkin hari ini lebih baik kita makan di rumah. Kencan diluarnya ditunda dulu. "

Gea tertawa, mengangguk acuh untuk candaan Dion. Tidak sadar akan tatapan tajam dengan siratan tak terbaca milik Dion.

" Gak pa-pa. Ngomong-ngomong, kamu masak apa? "

Bibir tipis itu menyunggingkan senyum miring. Tetap fokus memotong-motong daging menjadi kecil-kecil. " Daging cincang? Kakak mau kan? "

Gadis dengan pakaian tidur itu mengangguk. Tidak tahu menahu lantaran masih dikerubuni kantuk.

" Mau kakak bantu? "

Dion terkekeh, menoleh untuk mendapati tatapan sayu yang cantik. Pria itu mengulum bibir saat jantungnya kembali berdebar.

" Gak perlu. Kakak mandi aja ya? Biar cantik. " Bibirnya tersenyum tipis. " Terus baru turun. Kita bisa makan. "

Tidak menolak. Gea melempar senyum manis sebelum kembali naik ke kemar. Meninggalkan Dion yang masih setia mengunci tatap pada punggung sempit. Dengan senyum miring yang aneh.

Gadis nya yang lugu.

" Aku gak tahu kalau kamu pintar masak. "

Tersenyum kecil, Dion tampak begitu menikmati wajah cantik sang kakak. Polos, lugu, begitu tidak dibuat-buat. Pria itu terus tersenyum menatap begitu lahapnya Gea makan.

" Aku, belajar. " Dion tersenyum. " Sedikit. Enak? "

Gea mengangguk, menusuk potongan daging lalu diangkat. " Ini, potongan dagingnya bahkan cantik. " Lalu dilahap dengan sumringah.

Lagi-lagi Dion tersenyum. Tidak menanggapi, kembali fokus dengan beberapa daging. Tatapan tajam itu menggelap dengan garpu yang sibuk membolak-balik daging dalam piring.

" Hm. Aku banyak motong-motong daging. "

" Apa? " Gea bertanya tidak yakin. Bibir gadis itu maju lantaran mulut penuh. Keningnya mengerut dalam.

Dion terkekeh, menyendok beberapa daging lagi lalu diletakkan di piring sang kakak. " Gak pa-pa. Makan yang banyak ya Kak. Hari ini mulai kerja lagi kan? "

Bibir mungil itu membulat. Gea menepuk kening. " Iyaaa! Ya ampun. Untung kamu ingetin. "

" Nanti aku anter ya? Sekalian aku mau ke gedung. "

Gea menoleh. " Ada job? " Dion mengangguk.

" Sampai malem kayaknya. Nanti kakak pulang sendiri bisa? Atau mau nunggu aku aja? "

Gadis itu terkekeh, mengibaskan tangan mungilnya didepan wajah. " Bisaa. Nanti kakak naik taksi. Kamu gak usah khawatir. "

Dion tersenyum. Mengangguk. Maniknya berkilat tajam dengan jantung berdegup ribut saat senyuman manis itu terlayang.

Ia mengangguk. " Ya. "

....

" Nanti kalau kakak udah pulang. Kabarin ya? "

Gea tersenyum kecil, mengangguk. Ia masih berdiri di depan kantor bahkan saat mobil hitam milik Dion melaju jauh.

PLAK

" Aww! "

Gea melotot, menatap kesal saat tahu siapa pelaku kekerasan di pagi hari begini. " Jeje! Sakit tahu! "

Gadis dengan make up tebal itu terbahak. Merangkul bahu Gea, abai pada tatapan kesal sang sahabat. " Makanya jangan cengar-cengir di depan gedung. Bukannya masuk malah jadi patung! "

Gea mendengus. " Itu tadi siapa? Guanteng banget gilak! Pacar Lo ya? "

Pertanyaan yang sangat tidak santai. Gea dibuat memerah malu saat tatapan beberapa karyawan tertuju pada mereka. Gadis itu tersenyum canggung.

" ck! Jangan teriak-teriak! "

Jeje terkekeh, geleng-geleng. " Jawab duluu! Itu tadi siapa? Gak mungkin kan bapak Lo?! "

Gea menghela nafas, merebut tasnya yang sempat Jeje tarik. " Ngawur! Itu tadi ponakan aku, udah deh ah! Awas! Aku banyak kerjaan. "

Jeje melongo, sebelum gadis itu dibuat tersadar saat Gea berjalan cepat ke ruangan kerja. " IHH! TUNGGUIN! "

" JEJEE! "

.....

" Lo ambil korban lagi? "

Tidak ada jawaban. Pria yang lebih tua mendengus gusar. " Lo gak bisa gini terus Dion! Mau sampai kapan hah? "

Bas, pria itu mengusak surai kasar. " Yon. Kalau Lo mikir rahasia Lo bakal terus aman. Lo salah. Yang namanya bangkai, mau sampe Lo ngumpetin gimanapun. Akhirnya tetap bakal ketahuan! "

" Gue gak ngumpetin apapun. Nyatanya, yang ganggu emang harus disingkirin. "

Bas tercenung, maniknya menatap lamat wajah dingin Dion. Sahabatnya. Pria dengan manik tajam itu berbalik, menatap kosong dengan wajah datar yang pucat.

" Gue udah gak peduli apapun. Mereka mau ambil milik gue, artinya mereka penganggu. Dan salah-satu cara biar mereka tahu kalau jalan yang mereka ambil salah ya, dengan kirim jiwa mereka ke neraka. " Dion memiringkan kepala. " Gue gak salah kan? "

Bas tercekat. Tubuhnya dingin dan sulit bergerak. Tatapannya meredup dengan binar tidak percaya. " Lo gila, Yon. Lo bener-bener gila! "

Dion tampak tenang. Tidak terganggu sama sekali. Bibir tipis itu mencebik dengan sorot layu.

" Sejak kecil gue emang gila, Bas. Udah sejak dulu. "

Hal yang membuatnya mampu berfikir waras adalah gadisnya. Hanya itu. Tidak kurang, dan tidak lebih.









______________________________________

DANGEROUS

Dion|Dangerous✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang