Subuh. Gea terbangun lantaran mendengar suara bising dari lantai bawah. Berdiri, gadis itu berjalan keluar kamar dengan malas.
Punggung lebar dengan apron hitam. Gea tercenung melihat bagaimana lincahnya Dion di dapur.
" Dion? "
Pria itu berbalik, tampak tidak terkejut. Malah tersenyum lebar dengan binar mata yang ganjil. Gea balas tersenyum kantuk.
" Kakak keberisikan ya? " Begitu lembut suara pria itu mendayu. Gea geleng-geleng.
" Hm, gak juga. Aku pengen bangun aja. " Alasan yang begitu konyol. Gea merutuk dalam hati.
Dion terkekeh, menarik satu kursi untuk Gea duduki. " Maaf ya Kak. Mungkin hari ini lebih baik kita makan di rumah. Kencan diluarnya ditunda dulu. "
Gea tertawa, mengangguk acuh untuk candaan Dion. Tidak sadar akan tatapan tajam dengan siratan tak terbaca milik Dion.
" Gak pa-pa. Ngomong-ngomong, kamu masak apa? "
Bibir tipis itu menyunggingkan senyum miring. Tetap fokus memotong-motong daging menjadi kecil-kecil. " Daging cincang? Kakak mau kan? "
Gadis dengan pakaian tidur itu mengangguk. Tidak tahu menahu lantaran masih dikerubuni kantuk.
" Mau kakak bantu? "
Dion terkekeh, menoleh untuk mendapati tatapan sayu yang cantik. Pria itu mengulum bibir saat jantungnya kembali berdebar.
" Gak perlu. Kakak mandi aja ya? Biar cantik. " Bibirnya tersenyum tipis. " Terus baru turun. Kita bisa makan. "
Tidak menolak. Gea melempar senyum manis sebelum kembali naik ke kemar. Meninggalkan Dion yang masih setia mengunci tatap pada punggung sempit. Dengan senyum miring yang aneh.
Gadis nya yang lugu.
" Aku gak tahu kalau kamu pintar masak. "
Tersenyum kecil, Dion tampak begitu menikmati wajah cantik sang kakak. Polos, lugu, begitu tidak dibuat-buat. Pria itu terus tersenyum menatap begitu lahapnya Gea makan.
" Aku, belajar. " Dion tersenyum. " Sedikit. Enak? "
Gea mengangguk, menusuk potongan daging lalu diangkat. " Ini, potongan dagingnya bahkan cantik. " Lalu dilahap dengan sumringah.
Lagi-lagi Dion tersenyum. Tidak menanggapi, kembali fokus dengan beberapa daging. Tatapan tajam itu menggelap dengan garpu yang sibuk membolak-balik daging dalam piring.
" Hm. Aku banyak motong-motong daging. "
" Apa? " Gea bertanya tidak yakin. Bibir gadis itu maju lantaran mulut penuh. Keningnya mengerut dalam.
Dion terkekeh, menyendok beberapa daging lagi lalu diletakkan di piring sang kakak. " Gak pa-pa. Makan yang banyak ya Kak. Hari ini mulai kerja lagi kan? "
Bibir mungil itu membulat. Gea menepuk kening. " Iyaaa! Ya ampun. Untung kamu ingetin. "
" Nanti aku anter ya? Sekalian aku mau ke gedung. "
Gea menoleh. " Ada job? " Dion mengangguk.
" Sampai malem kayaknya. Nanti kakak pulang sendiri bisa? Atau mau nunggu aku aja? "
Gadis itu terkekeh, mengibaskan tangan mungilnya didepan wajah. " Bisaa. Nanti kakak naik taksi. Kamu gak usah khawatir. "
Dion tersenyum. Mengangguk. Maniknya berkilat tajam dengan jantung berdegup ribut saat senyuman manis itu terlayang.
Ia mengangguk. " Ya. "
....
" Nanti kalau kakak udah pulang. Kabarin ya? "
Gea tersenyum kecil, mengangguk. Ia masih berdiri di depan kantor bahkan saat mobil hitam milik Dion melaju jauh.
PLAK
" Aww! "
Gea melotot, menatap kesal saat tahu siapa pelaku kekerasan di pagi hari begini. " Jeje! Sakit tahu! "
Gadis dengan make up tebal itu terbahak. Merangkul bahu Gea, abai pada tatapan kesal sang sahabat. " Makanya jangan cengar-cengir di depan gedung. Bukannya masuk malah jadi patung! "
Gea mendengus. " Itu tadi siapa? Guanteng banget gilak! Pacar Lo ya? "
Pertanyaan yang sangat tidak santai. Gea dibuat memerah malu saat tatapan beberapa karyawan tertuju pada mereka. Gadis itu tersenyum canggung.
" ck! Jangan teriak-teriak! "
Jeje terkekeh, geleng-geleng. " Jawab duluu! Itu tadi siapa? Gak mungkin kan bapak Lo?! "
Gea menghela nafas, merebut tasnya yang sempat Jeje tarik. " Ngawur! Itu tadi ponakan aku, udah deh ah! Awas! Aku banyak kerjaan. "
Jeje melongo, sebelum gadis itu dibuat tersadar saat Gea berjalan cepat ke ruangan kerja. " IHH! TUNGGUIN! "
" JEJEE! "
.....
" Lo ambil korban lagi? "
Tidak ada jawaban. Pria yang lebih tua mendengus gusar. " Lo gak bisa gini terus Dion! Mau sampai kapan hah? "
Bas, pria itu mengusak surai kasar. " Yon. Kalau Lo mikir rahasia Lo bakal terus aman. Lo salah. Yang namanya bangkai, mau sampe Lo ngumpetin gimanapun. Akhirnya tetap bakal ketahuan! "
" Gue gak ngumpetin apapun. Nyatanya, yang ganggu emang harus disingkirin. "
Bas tercenung, maniknya menatap lamat wajah dingin Dion. Sahabatnya. Pria dengan manik tajam itu berbalik, menatap kosong dengan wajah datar yang pucat.
" Gue udah gak peduli apapun. Mereka mau ambil milik gue, artinya mereka penganggu. Dan salah-satu cara biar mereka tahu kalau jalan yang mereka ambil salah ya, dengan kirim jiwa mereka ke neraka. " Dion memiringkan kepala. " Gue gak salah kan? "
Bas tercekat. Tubuhnya dingin dan sulit bergerak. Tatapannya meredup dengan binar tidak percaya. " Lo gila, Yon. Lo bener-bener gila! "
Dion tampak tenang. Tidak terganggu sama sekali. Bibir tipis itu mencebik dengan sorot layu.
" Sejak kecil gue emang gila, Bas. Udah sejak dulu. "
Hal yang membuatnya mampu berfikir waras adalah gadisnya. Hanya itu. Tidak kurang, dan tidak lebih.
______________________________________
DANGEROUS
KAMU SEDANG MEMBACA
Dion|Dangerous✅
Teen Fiction[ AKAN DI REVISI ] Sejak awal dimana kejanggalan itu ada, harusnya Gea menjadi lebih hati-hati. Dion mungkin seperti sesuatu yang manis, tapi Gea harusnya tahu bahwa racun tak selamanya pahit. _____________________ [ Start-14 August 2021 ] [ Finis...