eight

2.4K 307 65
                                    

" ....Kak? "

" D-Dion? "

Menelan ludah. Gea tersenyum gugup sembari menyimpan tangan ke belakang tubuh. Gadis itu menatap gelisah pada manik tajam Dion yang tengah menyorotnya penuh selidik.

" Kakak... Ngapain? "

Tergugu, Gea celingukan resah saat Dion memiringkan kepala padanya. Sorot mata Dion tampak betul bahwa pria itu benar-benar curiga.

Dengan cepat Gea memilih menggeleng. Gadis itu tersenyum canggung lalu membawa langkah mendekati sang ponakan yang masih terheran-heran. " G-gak pa-pa. K-kakak cuma.. C-cuma lagi cek! Tadi ada kucing lari kesini, jadi kakak cek."

Sempat menahan nafas, Gea tersenyum lebar saat Dion memajukan wajah menyelidik. " Hmh, yaudah. Ayo masuk. Bentar lagi hujan, kak. "

Menghela nafas kasar. Gea menepuk kepala sembari membawa langkah dibelakang Dion. Oh, Tuhan.

Lampu rumah dihidupkan. Gea duduk menyandar pada sofa ruang tamu. Bibirnya menarik senyum saat Dion datang dengan segelas teh.

" Di minum. Kakak kelihatan capek banget. Mau aku siapin air hangat? "

Menyeruput teh, Gea lagi-lagi melempar senyum dengan gelengan kecil. " Gak perlu, Dion. Ngomong-ngomong, kamu pulang pakai apa? Kakak gak lihat mobil kamu tadi. "

Tubuhnya dibalik. Gea terkekeh geli saat pundaknya dipijit. " Aku tinggal, kak. Di service. Jadinya, aku pulang naik taksi, " Dion memiringkan kepala  dengan senyuman kecil, " Enak? "

" Hhm. "

Hening sesaat. Gea memejamkan mata menikmati pijitan Dion dan rintikan hujan yang tenang. Seketika, rasa pusingnya tentang banyaknya hal pada pikir terasa hilang sudah.

" Gimana rasanya? " Meremang. Gea menahan nafas saat wajah Dion terbenam dilehernya. Gea kembali dibuat menelan ludah.

" E-enak. Kamu,, pintar juga mijitnya."

Kekehan berat Dion terdengar. Gea tercekat saat tubuhnya dipeluk. Memalingkan wajah saat lehernya diuseli. " Dion-"

" Kalau kakak mau dipijit lagi, kakak bilang aja. Nanti.. Aku pijit semua. "

Gea sukses memerah. Pipinya terasa panas dengan detakan jantung ribut. Entah mengapa ucapan Dion terdengar begitu ambigu. Gea heran, ucapan Dion yang salah atau otak kotornya yang kurang ajar. " I-iya, Dion. E-ekhem, kamu gak mau mandi? Ini udah sore banget. "

" Mandi kok. "

Berbanding dengan ucapan. Gea dibuat menghela nafas saat pelukan Dion mengerat. " Dion, kakak capek loh. Lepas dulu. "

Tidak digubris. Pria itu malah menggeram tak terima dengan wajahnya yang terbenam ke ceruk leher. " Dion! "

" Sebentar, sayang.. "

" APA?! "

Pelukannya terlepas. Dion memajukan bibir dengan manik menyorot tajam. Pria itu menegakkan tubuh dengan tangan mengusap telinga. " Jangan teriak-teriak, telingaku sakit, kak. "

Tergugu dengan pipi merah. Gea mendengus sebelum memilih berdiri dan berjalan ke meja dekat lemari benda-benda aneh Dion pajang. Rak kecil kayu diobrak-abrik. " Mana sih?"

" Cari apa? "

Tersentak kaget. Gea membalikkan tubuh hanya untuk mendapati Dion berdiri sangat dekat dengannya. Lagi-lagi Gea dibuat mendengus. " Obat sakit kepala. Kakak inget banget padahal kakak taruh disini. "

Mengangguk-angguk. Dion hanya diam lalu membawa langkah ke lantai atas. Meninggalkan Gea yang masih teramat sibuk.

" Dimana sih! Sshh.. "

Dion|Dangerous✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang