Ini hari libur. Sejak pagi Gea tak beranjak sedikit pun dari ranjang tempatnya duduk. Gadis itu hanya terus diam dan merenung. Ia tak sakit atau demam hingga enggan meninggalkan kamar. Gea hanya merasa malas untuk membawa langkah keluar.
Di luar gerimis. Rintikan air terdengar hingga hening ruangan menjadi begitu intens. Mulutnya tak lelah terbuka hanya untuk menghela yang kesekian kali.
Rasanya seperti, Gea tidak tahan lagi. Ini sudah dua minggu setelah ia mendapati Dion menyeret kantung sampah samping rumah. Entah apa yang sebenarnya terjadi, Gea merasa segala hal yang baru-baru ini ia temui adalah salah.
Noel tidak kunjung muncul batang hidungnya. Tiba-tiba kakaknya hilang kabar dan orang tuanya juga berkata tak tahu menahu. Masalah obat-obatan yang Gea pikir betul milik Dion, juga ucapan Noel seolah berkesinambungan.
Itu semua seolah membuat otaknya mau tak mau merangkai sebuah kerangka yang tidak ingin ia percaya. Tapi, apa yang bisa sekarang ia lakukan?
Mencari bukti yang sejujurnya saja Gea binggung bukti seperti apa yang akan ia pecahkan. Atau tentang Dion dan kewarasannya? Apakah itu lelucon? Gea malah merasa ia adalah orang yang jahat jika otaknya benar-benar mengiyakan ucapan Noel.
Semuanya membinggungkan dan Gea menjadi sakit kepala.
" Kak? "
Tersentak. Gea mengangkat kepala hanya untuk mendapati wajah sumringah Dion di ambang pintu. Kening gadis itu tiba-tiba mengerut. Dion dan kebiasaannya yang selalu mengejutkan. " Ada apa Dion? Butuh sesuatu? "
Kepala pria itu menggeleng cepat. Gea mengernyit terganggu saat bibir Dion terus tertarik lebar. Matanya menatap binggung pada tangan besar ponakannya yang tengah menggengam selembar kertas yang asing.
" Kakak, sibuk? "
Dion berbisik di antara hening dan rintikan hujan. Dentingan jarum jam seolah menambah hawa dingin hingga Gea tiba-tiba merasa takut. Gadis itu memaksakan senyuman.
" Enggak. Hari ini kakak free. Kamu lupa ini hari libur? "
Bibirnya sama-sekali tak berhenti tersenyum. Gea berdiri dan menjadi merasa aneh. Dion, apa yang terjadi padanya? Pria itu bertingkah aneh dan mengintimidasi. " Kenapa Dion? Kamu ada perlu sesuatu? "
" Yaya betul! "
Jawaban cepat dan buru-buru. Gea tersenyum kikuk dan menahan nafas saat tiba-tiba Dion maju hingga wajahnya menjadi begitu dekat. Kepalanya miring dengan senyuman miring yang gila. Gea sukses bergetar hebat. " D-Dion--"
" Ssuuttt! Jangan takut. Dion cuma pengen tanya sebentar. " Ia berisik dan tangannya naik untuk mengusap pipi yang lebih tua. Gea sukses membeku kaku. " Kakak, kenapa kakak suka pura-pura sih? "
" Apa maksud--"
Keningnya mengerut kesal dan geraman jengkel menyentak. Gea mundur semakin takut. " Biar aku bicara dulu. Kenapa kakak suka begini sih?! "
Gea menjadi binggung dan otaknya menjadi konslet. Matanya berembun saat wajah Dion menjadi begitu menyeramkan. Terlihat bibir tipis itu tertarik semakin lebar saat air mata Gea tak mampu terbendung. " Ayo bilang yang kakak tahu. "
Dion terkikik dan membulatkan mata. Matanya melotot kejam dan Gea menjadi semakin takut. Tangisnya sukses mengeras. " Jangan nangis! Ayo bilang! Jangan pura-pura terus! Kakak tahu kan?! Kakak udah tahu semuanya! Kenapa kakak begini! Ayo bilang tentang obat! Kertas rumah sakit dan si brengsek itu! AYO BILANG! BILANG! KAKAK TAHU SEMUANYA KAN! DION GAK WARAS DAN DION GILA! MAMI BUANG DION! RUSAK! SEMUANYA RUSAK! "
" KAKAK TAHU! "
Tersentak. Gea memegangi kepala dan menggeleng kecil. Peluh membasahi tubuh dan gadis itu menjadi sedikit lega. Apa itu tadi? Mimpi buruk? Gea menjadi bertanya-tanya bagaimana bisa mimpinya begitu buruk. Itu mimpi yang paling mengerikan. Dan yang paling membuat mimpi itu semakin buruk adalah adanya Dion di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dion|Dangerous✅
Teen Fiction[ AKAN DI REVISI ] Sejak awal dimana kejanggalan itu ada, harusnya Gea menjadi lebih hati-hati. Dion mungkin seperti sesuatu yang manis, tapi Gea harusnya tahu bahwa racun tak selamanya pahit. _____________________ [ Start-14 August 2021 ] [ Finis...