📌0.6📌

1 3 4
                                    

⬇️⬇️

Kalian pernah bolos ngga?

Pernah suka sama kakel or dekel?

Pernah ngeship guru ngga?

Siap ramaikan setiap paragraf?!!
🍑 Happy Reading🍑

Jam 14.15 WIB, aku duduk disalah satu bangku taman kampus. Tadi Vion berpesan untuk menunggunya di taman kampus yang dibilang cukup asri dengan banyak pepohonan besar dan rindang.

Aku memainkan hp sembari mendengarkan lagu lewat headphone, dan sedikit bersenandung.

"Ini jadi ketemu ngga sih?"

"Bentar lagi Vi, tunggu jangan kemana-mana!" Ucap Vion diseberang sana.

Aku berdecak kesal, "gila elo ya, gua udah nunggu setengah jam disini kek orang gila tau ngga!!" Aku marah-marah kepada vion di seberang sana.

Bayangkan kampus ini sudah mulai sepi, kemungkinan beberapa mahasiswa dan dosen saja yang ada itupun mereka berada diruang kelas bukan ditanam.

"Cepetan gua tunggu!"

"Bisa sabar ngga, ini macet jalan!"

Aku berdecak kesal, dia diluar kampus? Shit! Sialan tuh kenapa tidak ketemu dia luar jika ia sedang diluar kampus. Setidaknya ia bisa memesan sesuatu di caffe.

Tak mau berdebat, diriku mematikan sambungan sepihak lalu berdecak kesal. Membuka Tote bag ku lalu mengeluarkan sebuah novel bertulis "seorang psikolog". Aku menyukai buku tentang psikolog ya tentu karena jurusan ku psikolog, aku memfokuskan pandangan pada buku tapi teralihkan oleh sesuatu.

Diriku mendongak menatap tajam kearah seseorang anak kecil, dengan tubuh lemas baju lesuh dan kotor penuh lumpur sembari memegang perutnya.
Anak terlantarkan. Jakarta memang banyak sekali orang-orang tunawisma disepanjang jalan ibu kota.

Entah kenapa angka tunawisma semakin banyak dan bisa dibilang hampir ratusan. Ya Tuhan, kenapa dunia kejam dan ngga adil. Jika mereka bisa memilih hidup atau mati mungkin mereka meminta mati daripada hidup tapu sengsara karena kelaparan.

Aku teringat sesuatu, saat dikantin aku membeli sebuah roti. Aku menutup buku memasukkan lagi kedalam Tote bag lalu menghampiri anak kecil itu yang duduk lemas di pohon besar.

"Hai," sapa ku hanya sekedar basa-basi.

Anak itu menoleh dengan tatapan waspada. "Kakak siapa ya?"

Aku tersenyum, "jangan takut, aku orang baik ini Kaya'nya kamu kelaparan kakak cuma ngasih roti ini buat kamu." Anak itu tersenyum sembari mengambil roti yang ku sodorkan.

"Ternyata lu baik ya Ama orang," aku mendongak mendapati Vion yang berdiri dibelakang ku sambil tersenyum jail.

"Urusannya buat elo apa? Kenapa baru sampe? Tau ngga 45 menit waktu gua terbuang sia-sia!"

"Kalo nanya satu-satu ngga usah serakah gitu," ucap Vion santai. "Ngga ada juga sih, gua abis dari fotocopy macet dijalan ngantri juga ditokonya."

Aku hanya mendengus kesal, lalu kembali menatap anak kecil dihadapan ku. Aku lupa kalo tidak membawa botol minum jadi anak ini makan dan tidak kuberi minum begitu, lebih jahat sepertinya.

"Jangan lupa minum dek," Vion menyodorkan sebotol air mineral kearah anak kecil itu dan dengan senang hati ia mengambilnya.

"Kakak cantik ama ganteng baik banget, makasih semoga jodoh ya," intensi mereka berdua bertemu dan saling membulatkan matanya.

"Makasih sekali lagi, jaga-jaga diri baik-baik ya kakak cantik dan ganteng!" Ucap anak kecil itu lalu berlari meninggalkan mereka.

"Huh,, gua dibilang ganteng ya jelas!" Seketika bulu kuduk ku terangkat semua.

"Ngga usah ke-pd an bisa ngga?"

"Ngga bisa Na, udah dari lahir ganteng!" Vion lebih suka memanggil diriku dengan Na dibanding Vi, aku tidak masalah tentang itu terserah mau memanggil namaku dengan sebutan apa saja.

"Duduk, ngga capek apa jongkok terus?" Ucap Vion yang sudah duduk di bangku taman sambil memainkan hpnya.

Aku mendengus kesal, menghampiri lalu duduk disampingnya. "To the point aja Vi," aku sudah tidak mau basa-basi.

"Jadi pacar gue!" Mata ku sempurna membulat menatap tajam kearah Vion. Gila!

"Kalo ngomong yang bener! Lemes banget tuh mulut, emangnya elo siapa?"

"Eyy lupa ya lu? Kan keluarga gua yang bantuin elo dari semua fasilitas hidup saat elo diusir dari rumah."

Aku diam sejenak memang ada benarnya, tapi dirinya tidak menginginkan apapun dan itupun diberikan percuma oleh Albert. Kata pepatah menolak rezeki itu ngga boleh, ya mau ngga mau diriku tetap menerima apapun yang diberikan Albert.

Kadang Albert ayahnya mereka terlalu berlebihan, sampai diriku sekarang didaftarkan masuk universitas unggulan di Jakarta ini. Awalnya aku diajak untuk tinggal bareng di mansion milik mereka tapi aku menolak, aku berasumsi bahwa lebih baik tinggal di apartemen yang minimalis dan cocok untukku.

Keluarga NUGRAHA memang terkenal baik dikalangan publik yang beredar, sebab mereka sering membantu sesama dan tak mandang golongan apapun mereka berpikir semua golongan itu sama, sama-sama manusia dan makan nasi. Toh, buat apa membeda-bedakan dan hancur lebih baik beda-beda tapi tetap satu jua.

"Ngga ada pilihan lain?"

"Ngga ada!" Ucap Vion seraya berdiri lalu menghadapkan badannya didepanku.

"Aku belum siap, apalagi pacaran aku ngga paham..." Ucap ku lalu Vion tersenyum.

"Kita buat perjanjian..." Ucap Vion semangat.

*****

#CUAPCUAPAUTHOR

AYOK YANG BELUM FOLLOW MARI FOLLOW KAWAN:')

Chapter 6 telah publis, bagaiman nih semoga ngga bosen ya:')
Teman untuk malam mingguan, yang jomblo merapat kawan.. :')

Satu kata buat

Vion?
Lovie?
Atau ada yang kangen Vian?

Silakan beri nilai untuk chapter ini dari 1-10!!

Jangan lupa vote and komen ya tinggalkan jejak kalian disini.

See you next chapter....☺️👋

Si Kembar Alvian AlvionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang