"Jadi lo cuma suruh mereka minta maaf dan mereka minta maaf lewat dm instagram?"
Jeffrey mengangguk membenarkan perkataan Winwin. Setelah diberi pencerahan, Jeffrey pun mencari siapa yang menyebarkan tentang rumor miring tentang dia dan Rose.
"Ya, masa lo cuma gitu doang, gertak dong, kalo perlu suruh mereka sungkem sama Rose," Winwin jadi tidak terima, maksudnya kemarin waktu bicara tentang itu dengan Jeffrey kan biar mereka–yang menyebar rumor–mendapatkan balasan.
"Mereka Cewek Win, kalo Cowok gue juga tau apa yang harus gue lakuin."
Winwin memutar bola mata setelah mendengar ucapan Jeffrey. Mereka berdua bersama anggota Ghion lainnya berada di pemakaman umum setelah pulang sekolah, sesuai yang mereka rencanakan untuk mengunjungi makam Arana.
***
Suasana berkabung kembali menyelimuti mereka, sekarang hanya ini yang bisa mereka lakukan agar Arana terus menjadi bagian dari mereka. Meski jiwa raga Arana telah tiada, memori tentang dia bersama anggota Ghion tak mungkin sirna dari ingatan para anggota.
"Harusnya Arana sekarang lagi ambis, soalnya mau ujian kenaikan kelas," Celetuk Jungkook saat mereka berjalan hendak keluar dari area pemakaman.
"Iya, terus pas ulangan lo minta contekan dari dia, gitu?" Dokyeom menyahut dengan tertawa hambar, niatnya ingin menghibur tapi tidak manjur.
"Kenapa lo berdiri di situ, nggak cabut?" Mingyu berada di belakang bersama Jeffrey yang tiba-tiba berhenti saat yang lain sudah sepenuhnya keluar dari area pemakaman.
"Lo duluan aja, gue masih mau di sini."
"Oke, bagus deh kalo lo inget mati," setelahnya Mingyu melenggang pergi.
Mata Jeffrey menyipit ingin membetulkan penglihatannya kepada seorang berambut pirang, tentu saja yang pertama Jeffrey pikirkan adalah Rose. Ia terlihat sedang mengunjungi dua makam yang bersebelahan.
Rambut yang menutupi wajahnya dari samping membuat Jeffrey ragu kalau itu Rose. Jika Jeffrey menghampiri sepertinya itu bukan ide yang bagus, lebih baik Jeffrey melihat dari lain arah agar bisa memastikan dia adalah Rose. Seakan tau apa yang Jeffrey tunggu, perempuan itu menyelipkan rambutnya di belakang telinga.
Senyum Jeffrey merekah, dugaanya benar. Perempuan itu adalah Rose. Daripada disebut kebetulan, Jeffrey lebih senang mengatakan kalau ini memang sudah bagian dari takdir mereka berdua untuk selalu bertemu.
***
Selagi menunggu waktu yang pas untuk menyebrang, Rose mengikat rambutnya terlebih dahulu. Ia sebenarnya ingin mengunjungi makam papa dan mamanya bersama Chanyeol, sudah cukup lama rencana itu tidak terlaksanakan.
Atensi Rose teralihkan kepada anak perempuan yang bergandengan tangan bersama ibunya di sebrang jalan, juga hendak menyebrang. Rose refleks melihat telapak tangannya.
"Gue juga pernah merasakan itu," gumamnya.
Rose menghebuskan napas, bersamaan dengan itu ada tangan lain yang menggenggam tangan kirinya. Kepala Rose sontak menoleh dan mendapatkan eksistensi Jeffrey dengan ekspresi datar seperti tidak terjadi apa-apa.
"Gak perlu digandeng," Rose melepas genggaman mereka berdua setelah beberapa saat, namun dengan cepat Jeffrey meraihnya kembali lalu menarik Rose untuk menyebrang bersamanya.
Masih dengan bergandengan tangan dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Jeffrey membawa Rose ke minimarket terdekat.
"Pilih yang kamu suka," titah Jeffrey menunjuk kulkas eskrim di depannya.