Chapter 12

228 17 0
                                    

Semenjak mbak Nani pergi, Zia terpaksa harus mengurus Rey sendiri. Pagi sebelum ke kantor wanita itu akan mempersiapkan Rey dulu ke sekolah, setelahnya baru ia akan pergi ke kantor. Dan saat jam makan siang ia akan kembali ke sekolah menjemput bocah itu lalu balik lagi ke kantor. Bahkan di ruangan kantornya sudah terdapat ruang tidur sekaligus bermain bagi Rey jikalau Zia harus sibuk dengan perkejaan nya.

Untung saja Zia cukup pandai dalam membagi waktu, jadi ia tidak terlalu repot, lagi pula Rey adalah buah hatinya memang sudah jadi tugasnya mengurusi putranya itu. Bagaimanapun menjadi ibu adalah kodrat wanita dan mengurus buah hatinya adalah kewajiban utama. Namun berbeda pagi ini dan untuk beberapa hari ke depan Zia terpaksa harus membiarkan putranya itu diurus oleh adik tirinya.

"Kakak tenang saja, aku pasti akan menjaga Reyhan dengan sangat baik." Ucap Adina percaya diri melihatkan deretan gigi putihnya.

"Harus, karena aku tak akan memberikan toleransi apapun. Jika sesuatu yang buruk terjadi padanya jangan harap mendapatkan maaf dari ku." Ancam Zia menatap tajam Adina lalu beralih mencium kening putranya.

"Mommy pergi dulu, Rey baik-baik di rumah ya." Ucap Zia menatap lembut putranya yang tengah tertidur. Memang hanya Rey seorang yang mampu membuat Azia si singa bisa lembut seperti kucing.

Setelah melewati perjalanan udara selama kurang lebih satu jam, Zia pun kembali melanjutkan perjalanan darat selama empat jam. Perjalanan ini memang membutuhkan waktu lama akibat medan jalannya yang terpencil dan jauh dari hingar-bingar kota. Walau sedikit lelah, namun semua itu terbayarkan dengan pemandangan lautan  biru yang jernih menembus karang didasar laut. Tak cuma laut perbukitan di sebelah kiri jalan pun tak kalah indahnya, benar-benar tempat yang cocok dijadikan tempat wisata.

"Bagaimana nona Zia, sangat indah bukan?" Abian sang pemilik risort menatap bangga pada bangunan didepannya.

"Tentu saja, kalau tidak saya tak mungkin berinvestasi dalam proyek ini." Balas Zia tak kalah bangganya, seakan memuji dirinya yang sangat pandai dalam menganalisa suatu keuntungan yang diperoleh di masa depan.

"Ini masih permulaan, setelah risort ini resmi diluncurkan, melalui iklan dan promosi lainnya. Maka dalam kurun waktu setahun mungkin bangunan ini sudah penuh terisi." Ucap Bian lagi menerangkan.

"Kita lihat saja nanti." Balas Zia acuh lalu berjalan menuju restoran yang terletak ditengah-tengah antara bangunan setiap risort.

Memang bangunan risort kali ini, setiap kamarnya punya bangunan sendiri, jadi tidak bergabung seperti hotel. Bahkan satu kamar risort ini terdapat halaman yang cukup luas dan penuh dengan tanaman hias yang hijau menyejukan mata. Tidak hanya itu bangunan ini memiliki balkon yang berhadapan langsung dengan hamparan laut luas. Akan sangat indah jika menghabisi waktu sore hari dengan sang kekasih sambil meminum teh manis di balkon itu.

Bangunan ini juga terkesan antik dan elegan karena tidak menggunakan beton berlapis semen, namun kayu berkualitas terbaik. Siapapun tentu akan merasa dimanjakan jika berada di risort tersebut.

Risort ini juga memiliki udara yang segar karena berada diatas perbukitan Langkisau. Dan jika kita ingin menikmati pantai yang indah dan berendam air laut cukup dengan sedikit berjalan kaki atau berkendara ke bawah sekitar kurang lebih satu kilo, kita akan menemukan pantai yang putih dengan air lautnya yang jernih. Dan apabila pasang surut kita akan disuguhi aneka hewan laut dan terumbu karang yang indah.

******

Sore hari menikmati kopi sambil disuguhi pemandangan sunset benar-benar membuat otot-otot yang lelah menjadi lebih rileks. Zia menatap kagum pemandangan didepannya itu, akan lebih indah lagi jika ia menikmati sunset ini dengan sang buah hati. Pasti bocah itu akan tertawa girang sambil mengecup pipi Zia sayang untuk berterimakasih. Zia kangen bocah itu, pikirnya. Padahal baru setengah hari berpisah.

The Red DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang