Chapter 6

342 15 0
                                    

Zia meneliti setiap detail kamar yang kini tengah ia tempati. Pasalnya ia baru saja terbangun dan menemukan dirinya tengah berbaring di sebuah ranjang berukuran king size. Nuansa black brown sangat mendominasi, tanpa bertanya pun Zia tahu bahwa pemilik kamar ini seorang pria.

"Kau sudah bangun?" Bian masuk dengan sebuah nampan di tangannya. Pria itu baru saja selesai membuat sebuah bubur yang diperuntukan untuk Zia. Sebenarnya Bian hanya menyiapkan dan mengantarkan saja, karena bubur itu di buat oleh pengurus apartemen nya yang memang selalu stand by hingga sore hari di apartemen mewah itu, jika Bian tidak ada.

"Hmn.." Zia hanya bergeming saat Bian telah duduk di tepi ranjang yang ia tempati.

"Dokter bilang tak ada yang perlu dikhawatirkan, kau hanya perlu istirahat lebih. Tapi sebelum itu, habiskan bubur ini dulu!" Bian menyodorkan sesendok bubur ke mulut Zia. Namun Zia tak kunjung membuka mulutnya, alih alih memakan bubur itu, Zia malah bertanya pada pria didepannya itu.

"Aku pingsan? Berapa lama?" Tanya Zia masing linglung atas apa yang menimpa dirinya.

"Sekitar dua jam." Terang Bian membuat Zia reflek melihat jam tangannya, dimana jarum pendeknya telah menunjuk ke arah angka satu lebih beberapa detik.

Zia berdiri dari rebahannya sambil melirik ke segala arah seakan mencari sesuatu. Sementara Bian menatap Zia dengan jengah.

"Apa yang sedang kau lakukan? Kamu itu belum sembuh betul." Ingat Bian yang mulai kesal dengan tingkah wanita dewasa didepannya itu.

"Dimana tasku?" Tanya Zia masih dengan matanya yang tak henti mencari celah yang berkemungkinan tempat dimana tasnya itu berada.

Bian meletakkan sendok berisi bubur itu kembali ke mangkoknya. Lalu berjalan menghampiri wanita itu.
"Aku rasa kau tak membawa tas mu."

"Astaga ini karena ulahmu, kau menarikku begitu saja. Sekarang aku harus bagaimana Rey pasti tengah cemas menunggu ku." Terlihat sekali kalau Zia kini tengah khawatir akan putranya.

Bagaimana tidak, ia sudah berjanji akan menjemput bocah itu hari ini. Sehingga menyuruh mbak Nani tak perlu menjeput putranya itu hari ini. Bahkan mereka sudah membuat sebuah planing bermain game di Timezone seharian penuh. Dan sekarang sudah lewat satu jam dari waktu pulang putranya. Bagaimana putranya itu sekarang? Apa ia masih di Playgroup atau sudah pulang? Memikirkan putranya sendirian selama satu jam membuat Zia bergedik ngeri kalau-kalau putranya itu diculik orang.

"Mana ponselmu?" Tanya Zia pada pria didepannya itu. Tanpa pikir panjang Bian pun memberikan ponselnya.

Di taman yang disediakan Playgroup yang berada disalah satu pusat kota itu, terlihat Rey mengayun ayunannya tanpa minat. Ia sangat kecewa karena orang yang ditunggunya belum juga tiba.

"Rey! Apa maminya belum juga datang nak?" Seorang wanita yang terlihat masih cantik di usianya yang menginjak akhir kepala tiga itu tersenyum ramah pada Rey.

"Belum buk." Jawab Rey lesu dengan wajah sedih yang amat ketara.

"Bagaimana kalau kamu pulang sama ibu saja, nak? Sepertinya mami kamu tidak akan datang." Tawar wanita ramah itu yang tak lain adalah guru di Playground tersebut.

"Rey akan tunggu mom, mommy pasti datang." Kekeh Rey, walau Rey kecewa dan sempat ragu kalau mommy-nya tak akan datang. Tapi Rey tahu mommy-nya sangat menyayangi nya. Mom tidak akan mungkin mengingkari janjinya untuk menjemput dan bermain dengannya hari ini.

"Baiklah kita tunggu lima belas menit lagi, jika mami Rey masih tidak datang. Kamu pulang sama ibu ya!?" Pinta guru Playground itu lebih ke memerintah Rey untuk mengikuti instruksi nya.

******
"Tenanglah putramu pasti baik-baik saja." Bian mencoba meredakan kekhawatiran Zia yang dari tadi tak bisa diam, dan terus melirik jam tangannya.

The Red DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang