Chapter 3

453 25 0
                                    

"Mana mommy? Rey mau mommy!! Mommy!  Mommy!  Rey mau Mommy!!" seorang bocah berusia tiga tahun itu terlihat sangat kesal. Bagaimana tidak sosok yang diharapkannya  untuk menjemputnya malah berganti dengan mbak Nani, pengasuhnya.

"Nyonya lagi ada rapat penting,  tuan muda pulang sama mbak Nani aja ya! " Tawar suster yang ditugaskan sebagai pengasuh bocah itu.

"Gak mau! Rey mau mami." Tegas bocah itu lagi kukuh pada keinginannya.

"Pak Tarno bantuin dong, bujuk tuan muda biar pulang bareng kita." Pinta Nani mulai putus asa membujuk tuan muda kecilnya.

"Hari ini Aden pulang sama pak Tarno aja ya! Besok baru deh sama mommy Aden, yah!?" Bujuk pak Tarno

"Gak mauuu! Pokoknya Rey mau mommy!" Teriak bocah itu lagi masih berdiri angkuh di depan Play group nya.

"Kalau mami gak jemput Rey, Rey gak bakal mau pulang!" Ancam bocah itu membuat pak Tarno dan mbak Nani frustasi.

      Bukan maksud Reyhan membuat kedua orang tua itu kesusahan dengan sikapnya. Toh nyatanya ke dua orang itu adalah orang yang paling ia sayangi setelah mommy-nya. Hanya saja kali ini ia sangat kesal dan kecewa. Biasanya mommy-nya selalu menjemput dan mengantar ya ke Playgroup, tapi sudah seminggu ini aktivitas itu seakan terhenti. Mommmy-nya selalu sibuk bahkan saat di masion pun tak ada waktu untuknya. Apakah mommy-nya sekarang tak menyukainya? Begitulah pikir bocah berusia tiga tahun itu.

"Nyonya lagi kerja den, besok aja ya pulang sama mommy." Bujuk pak Tarno lagi.

"Gak mau!" Tolak bocah itu lalu berjalan menuju ayunan yang bertengger di taman Playground.

"Hahahaha anak mami! Anak mami! Anak mami gk mau pulang." Ejek seorang gadis kecil berkepang dua menjulurkan lidah pada Rey yang merajuk.

"Diam kau! Gadis Yatim-piatu nakal!" Hardik Rey kesal pada gadis cilik seumurannya.

"Kau jahat!" Ucap gadis kecil itu berlari dengan air mata memenuhi pipi gembul nya, sebenarnya bukan omongan Rey yang menyakitinya. Tapi kebenaran omongan Rey yang membuatnya kembali merindukan sosok orang tua yang tak pernah ia kenal.

"Aduh tuan, gak boleh gitu ngomongnya sama perempuan. Kasihan kan sekarang ia pergi sambil menangis." Nasihat Mbak Nani namun tak didengar Reyhan.

"Udah telpon nyonya aja Nani, kayaknya den Rey benar-benar marah sekarang." Instruksi pak Tarno.

"Ya udah deh pak, aku telpon nyonya dulu." Mbak Nani pun mulai mencari kotak majikannya dan mengabarkan kepada majikannya akan kemauan tuan muda mereka.

*****
Disebuah ruangan minim cahaya seorang pria bertubuh tegap, tinggi dengan rambut ikalnya terlihat sangat percaya diri dalam menyampaikan presentasi nya.

"Seperti yang telah Bapak/Ibu lihat dan dengar tadi. Proyek kali ini akan sangat berpotensi tinggi menguasai pasar dilihat bagaimana kaum milenial sekarang yang sangat aktif dan ingin tahu akan hal baru. Jadi saya yakin investasi yang Bapak/Ibu berikan untuk proyek ini tak akan menjadi sia-sia." Ucap Deni mempresentasikan rancangan proyek Baskara group, kepada calon investor.

"Anda terlalu yakin pada spekulasi yang tidak jelas Bapak Deni. Memang proyek ini akan memberikan benefit tinggi di awal. Namun proyek ini kurang memikirkan rencana jangka panjang. Sangat jelas rasa keingintahuan kaum milenial sangat besar, tapi anda juga lupa rasa bosan mereka lebih mendominasi. Jadi kurang tepat jika anda mengatakan saya akan beruntung jika ikut berinvestasi dalam proyek ini." Jelas wanita dengan blezer hitam dan rambut tersanggul rapi duduk angkuh di meja bundar tempat diadakannya pertemuan itu.

"Zia, tidakkah kau terlalu melihat ke depan."

"Maaf Bapak Deni, bukankah dalam berbisnis kita memang harus melihat ke depan. Kalau tidak bagaimana suatu perusahaan akan maju dan bertahan jika tak bisa membaca situasi di masa depan. Dan sepertinya anda merasa begitu akrab hingga hanya memanggil dengan nama saya." Ucap  wanita dengan blezer hitam yang tak lain ialah Zia dengan raut wajah tenangnya. Ada nada sinis yang amat tersirat dalam kalimat terakhir Zia.

The Red DressTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang