9

38 0 0
                                    

Delina kembali menjalani aktivitas yang sudah menjadi rutinitasnya akhir-akhir ini. Apalagi kalau bukan latihan.

Waktu berlalu begitu cepat, tak terasa sudah 4 minggu ia menjalani pelatihan. Dan disanalah Delina jadi semakin yakin dengan kemampuannya.

Untuk 1 minggu ke depan, Delina akan rehat sejenak dari pelatihan dan kembali menjalani aktivitasnya menjadi seorang model.

Delina masih belum yakin untuk berbicara pada Randra tentang ajang kompetisi yang nanti akan dijalaninya. Bukan karena takut, hanya saja perempuan itu merasa sedikit canggung jika mempermasalahkan hal ini.

Belum lagi hubungan diantara mereka kian menjauh. Randra yang sibuk dengan pekerjaan terkait proyeknya dan Delina yang sibuk dengan latihannya.

"Kenapa lo melamun mulu sih?" Delina menatap Iyon yang ada di hadapannya dan sedang menyantap sebuah spaghetti dengan lumuran saus carbonara.

Sekarang ia sedang berada di sebuah restoran, awalnya akan ada acara di agensinya mengingat hari ini merupakan hari jadi mereka yang ke 12. Namun para staff belum datang dan Delina menunggu dengan suntuk.

Mungkin karena perempuan itu berangkat lebih cepat. Ia menyesal jika sudah begini, apalagi perempuan itu sudah kenyang
karena sedari tadi memakan Lasagna.

"Woi!" Iyon kembali berseru. Delina menatap Iyon dengan kesal.

"Apa?" Tanya Delina ketus.

"Lo ngapain bengong melulu, gue gak mau ya nanti disuruh manggil dukun cuma buat ngusir setan di badan lo."

Delina memutar bola matanya. Iyon dengan topik mistisnya itu membuatnya makin kesal. Perempuan itu sudah kesal dengan keterlambatan staff agensinya, belum lagi Iyon yang membuatnya semakin kesal.

Hari ini sangat mengesalkan, batin Delina dalam hati.

Tak lama kemudian, sebuah deringan telepon terdengar di telinga Delina dan Iyon. Suara itu jelas berasal dari ponsel Iyon yang satu lagi khusus untuk pekerjaan.

"Dimas." ucap Iyon tanpa suara kepada Delina sebelum mengangkat telepon.

"Halo, ini gimana sih? Kok kalian belum pada dateng?" Ucap Iyon langsung pada intinya.

"..."

"Hah? Gimana-gimana?" Iyon sedikit melebarkan matanya lalu melirik Delina yang terlihat penasaran dengan percakapan mereka.

"..."

"Yee enak aja, salah lo lah. Lo gak bilang nama restorannya cuma arah jalannya doang. Belok kanan, belok kiri, puter-puter, emang gue paham." Kalimat terakhir Iyon seperti meniru suara Dimas dan terlihat mencibir.

"..."

"Gak ya, lo gak bilang. Udah-udah gue makin gak suka sama lo ya, Dimas. Awas aja lo bikin gue kesel lagi, gue tendang pantat lo." Iyon cepat-cepat mematikan panggilan telepon tersebut. Mukanya terlihat kesal dan Delina tahu ini kenapa.

"Lo salah restoran kan?" Tanya Delina tepat sasaran.

Iyon menggeleng cepat. "Asal lo tau ini salah si Dimas. Dia gak ngasih informasi yang bener, masa cuma arah jalan doang gak ada nama resto-nya." Ucap Iyon membela diri.

Perempuan itu mendengus "udahlah, ayo kita langsung aja ke sana. Tapi kali ini lo yang bayar bill-nya." Delina langsung beranjak dari tempatnya dan melangkah keluar. Iyon beranjak dari duduknya, merasa tak terima dengan ini.

"Gila aja, duit gue udah ludes nih buat bayar cicilan rumah."  Iyon mengucapkannya dengan nada pelan karena Delina sudah keluar dari restoran. "Awas aja lu Dimas."

Fantasy with YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang