🌿 04. Langit 🌿

61 30 6
                                    

Bismillahirrahmanirrahim🌼

^.^

Happy Reading Semuanya... 🐼

Hari sudah larut malam namun anak laki-laki di keluarga ini belum juga pulang. Fika dan Lukman sudah masuk ke kamar dan begitupun dengan Nafisya yang saat ini sudah berdiri didepan pintu kamarnya bersiap untuk masuk. Kata Papanya tadi kamar ini dibukanya pakai sandi. Nafisya pun menekan-nekan tombol angka didepan pintu, dan pintu seketika terbuka.

"Allahumma sholli ala sayyidina muhammad....." kaget Nafisya begitu pintu terbuka.

"Assalamualaikum...."

Nafisya melangkah masuk kedalam kamar.

"Ini kamarku? Masyaa Allaaaah, langsung cerah mataku. " Nafisa nyengir sendiri "Kasurnya empuk pula. " Nafisya memembal- membalkan badannya diatas kasur. "Bikin susah bangun lah ini."

Setelah lelah dengan kegiatan absurt nya, Nafisya merebahkan keseluruhan badannya dan menerawang penglihatannya seluruh penjuru kamarnya.

"Ini kamar seluas satu rumah." gumam Nafisya. "Rasanya mau nampung Eva, Butet sama Rahma tidur disini." Pikiran Nafisya mulai berputar mengingat-ingat kenangannya di pesantren yang sudah menjadi rumahnya sejak 9 tahun belakangan.

Nafisya terus mengingat-ingat kenangannya di pesantren. Hingga akhirnya dia tersentak ketika mengingat ada yang terlupa.

"Astaghfirullah! Kan.... Belum murojaah kan! Inilah yang Allah tak suka. Ya Allah maaf ya Allah!" Nafisya melompat dari atas kasur dan berlari ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.

....***....

Seorang sedang memarkirkan motornya di garasi. Turun dari motor dan memasuki rumah dari pintu belakang.

Langkahnya kemudian menuju dapur untuk mencari apa yang bisa di makan. Membuka kulkas dan mengambil cake berukuran sedang dari kulkas dan dua buah susu kotak siap minum.

"Udah pulang." Suara laki-laki paruh baya mengagetkannya. Dia berbalik dan mendapati Lukman ayahnya berdiri di belakangnya.

"Pah."

"Dari mana?" Lukman memposisikan dirinya duduk di sebelah Langit dan menatap putranya itu.

"Main." jawab Langit singkat.

"Udah besar masih main juga?"

"Pah.." jengah Langit.

Lukman menepuk bahu Langit pelan. "Papa cuma mau bilang kalau adek kamu udah ada di rumah ini. Pesan Papa, kamu bisa sayang dan menjaga dia."

"Jangan mengharap lebih Pa. Dia tinggal di sini saja sudah berat buat Langit."

Papanya memasang raut muka yang sulit diartikan. "Oke fine. Tapi Papa minta tolong jaga perasaannya. Jangan sakiti hatinya. Kalau kamu tidak mau bersikap baik padanya cukup acuhkan. Jangan sampai Papa dengar ada keributan antara kamu dan dia di rumah ini. Ingat Langit, dia sama sekali tidak bersalah untuk kejadian dimasa lalu itu. "

Selera makan Langit mendadak hilang mendengar nasehat-nasehat dari Papanya itu.

Bangkit dari duduknya, Langit memutuskan untuk langsung pergi ke kamar.

Welcome To High SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang