2

3.4K 560 76
                                    

Hujan gerimis diluar sana membuat beberapa orang menepi sejenak. Sebagian dari mereka memilih masuk ke dalam minimarket lalu duduk memesan satu cup mie instan. Bau tanah gersang yang diguyur air begitu pekat tercium.

Renjun sesekali menatap keluar dari balik meja kasir. Perasaannya begitu gelisah. Harusnya dua jam lalu ia sudah pulang, menjemput anaknya di daycare. Tapi rekan kerja yang seharusnya menggantikannya tidak bisa hadir, maka terpaksa ia harus menunggu hingga rekannya yang lain datang. Ia hanya berjaga seorang diri.

Ponselnya sejak tadi berada dalam sakunya berdering menampilkan nama Haechan disana. Entah mengapa, sejak siang tadi ia begitu gelisah. Pikirannya dipenuhi oleh si kecil.

"Chan, ada apa?"

"Apa kau sedang sibuk? Kenapa belum menjemput Jisung?"

Renjun menghela nafas berat. "Sebenarnya aku tidak sibuk, tapi temanku belum datang. Tidak ada yang menggantikan disini."

"Jisung demam tinggi, aku khawatir. Apa perlu aku membawanya ke dokter sekarang?"

"Astaga." Renjun memijat pelipisnya. Sungguh, kabar itu kabar buruk untuknya. Pandangannya teralihkan kembali keluar. Tidak mungkin ia mengiyakan pertanyaan Haechan. Cuaca hujan ditambah sahabatnya itu dalam keadaan mengandung. Perpaduan yang mengerikan. "Disana masih banyak anak?"

"Masih."

"Tunggu sebentar, aku akan segera ke sana."

"Baiklah."

Setelah sambungan terputus, Renjun segera membereskan barang miliknya yang sebenarnya hanya tas kecil dan baju hangat. Lantas kembali mengambil ponsel hendak menghubungi rekan kerja juga atasannya. Ia tidak begitu peduli, yang ada dipikirannya sekarang adalah Jisung.

Hingga seseorang berdiri tepat dihadapannya dengan satu keranjang penuh. Ia mendongak menatap sepasang mata tajam. Pahatan sempurna itu juga menatap lurus ke arahnya. Sejenak keduanya sama-sama terdiam. Renjun merasakan tubuhnya begitu kaku. Jantungnya berdebar lebih cepat, setiap persendian ditubuhnya mendadak sulit digerakkan.

Ia kembali menunduk sopan dan memamerkan senyum ramahnya. Meraih keranjang milik pria itu untuk ia hitung belanjaannya. Dadanya bergemuruh menahan desakan tak karuan. Mati-matian ia menormalkan raut wajahnya.

"Ada yang lain lagi?" Tanyanya.

"Tidak," balas orang dihadapannya.

Renjun termenung sejenak saat meraih satu box susu berukuran sedang. Hatinya berdenyut ngilu. Teringat pada bayi yang dulu terpaksa ia tinggalkan. Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah ia sehat? Apakah anaknya hidup dengan baik? Rasa rindunya telah menumpuk begitu banyak. Hingga rasanya sesak setiap kali mengingat wajah polos yang tengah tertidur saat dirinya pergi.

Ia memejamkan mata sejenak. Lalu berujar menyebutkan harga yang harus dibayar untuk semua belanjaan pria itu. Sebelum menggesekkan kartu yang disodorkan pria itu, ponselnya kembali berdering. Nama Haechan kembali tertera disana. Maka mau tak mau ia mengangkat panggilan itu dengan terburu-buru.

"Renjun?"

"Ya?"

"Masih lama? Aku kira Jisung semakin parah. Dia menggigil hebat, dia juga terus menangis menginginkanmu. Aku harus bagaimana?" Suara Haechan terdengar panik dan bergetar diseberang sana. Renjun semakin kacau mendengar itu. Ingin segera berlari keluar menerobos hujan saat mendengar keadaan anaknya.

"Aku akan segera ke sana. Tolong jaga dia sebentar lagi, kau jangan kemana-mana," ucapnya.

Renjun lantas memutuskan kembali sambungan. Dengan tangan gemetar dan pandangan memburam ia melayani kembali pria dihadapannya. Mengembalikan kembali kartu milik pria itu setelah urusan pembayaran selesai.

AGONY | JaeRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang