7

3.1K 361 52
                                    

Tahun ke tahun seperti tidak terasa apa-apa. Padahal jika di ingat-ingat, banyak sekali air mata yang tumpah ruah. Renjun lalui dengan penuh kesabaran, membesarkan putra bungsunya seorang diri, menyembuhkan luka hatinya seorang diri. Hari ini, tepat empat tahun si kecil hidup di dunia. Bayi yang dulu tidak di inginkan oleh keluarga besar ayahnya, bayi yang dituding bukanlah hasil hubungan sah ayah ibunya, kini tumbuh dengan sangat baik.

Anaknya, si kecil yang dulu lahir dengan jerih payahnya seorang diri. Jisungnya yang kini menjelma menjadi sesosok yang tampan meski usianya masih sangat belia. Kulitnya yang seputih susu seolah mempertegas bahwa ia benar-benar turunan sang ayah. Tumbuh kembangnya tidak pernah terlewat sehari pun dari ingatan Renjun.

Lantas tiba-tiba ingatan kelamnya datang. Tangan yang sedari tadi terampil menyiapkan berbagai macam hidangan secara kontan terdiam. Pandangannya lurus menatap satu sosok kecil lain yang sedang bersenda gurau dengan adiknya diruang tengah. Sungchan hidup bertahun-tahun tanpa figur ibu, tumbuh tanpa mengenal jelas siapa ibunya. Ada luka hati yang muncul lagi ke permukaan, selama ini Renjun selalu mencoba menekannya mati-matian. Hanya menyaksikan pertumbuhan si kecil dari media masa, kini anak itu berada tepat di depan mata. Mereka belum pernah berinteraksi seintens ibu dan anak, hanya sesekali bertegur sapa.

Renjun tidak memungkiri bahwa dalam dirinya ada segelintir rasa takut kala menatap lensa cokelat putranya, takut akan penolakan yang tidak bisa diprediksi. Hari ini, Renjun ingin mencoba lebih mendekatkan diri pada anak itu. Ia sudah siap dengan segala risiko yang ada.

"Jie, tidak boleh begitu, Nak. Jangan naik-naik ke atas meja," tegur sang ibu kala menangkap presensi putra bungsunya naik ke atas meja. Yang mana membuat anak yang ditegur mengerucutkan bibirnya. Meskipun begitu, si kecil patuh pada ucapan ibunya. "Jie kalau jatuh bagaimana? Boleh main, tapi tidak boleh naik-naik ke tempat yang tinggi. Selain bahaya, itu juga tidak sopan, mengerti?" ucap Renjun sekali lagi dengan suara tenang namun penuh penekanan.

"Mengerti, Ibu. Maaf," cicit si kecil seraya menghampiri Renjun. Berdiri di samping kaki ibunya yang entah sedang membuat apa di atas meja sana. "Sedang buat apa, Ibu?" tanyanya penasaran. Di belakangnya disusul Sungchan yang juga ikut merasa penasaran melihat tangan terampil ibunya mencampur banyak bahan dalam satu wadah.

"Membuat kue, Jie dan Sungchan suka kue?" tanya Renjun. Suaranya mengalun dengan ceria pada dua bocah yang menampilkan raut wajah wajah yang serupa.

"Suka!" seru dua anak itu serentak.

"Bagus. Berarti nanti kue yang ibu buat akan dimakan habis, ya?" Katanya lagi yang kontan dibalas anggukan semangat. Jisung bahkan sudah naik duduk di atas kursi yang letaknya di seberang Renjun, disusul kakaknya.

"Ibu, buat kue apa, Ibu? Jie kan sangat suka kue cokelat, ibu tidak buat kue cokelat?"

Renjun terkekeh mendengar ucapan cerewet anaknya. "Ibu buat cup cake cokelat. Tapi kue yang ini khusus untuk ibu hias," balasnya setelah mencolek pucuk hidung si bungsu, meninggalkan noda tepung di sana. "Sungchan Hyung sukanya kue apa, Nak?"

"Eum ... aku suka kue apa saja! Semuanya kan enak," ujar anak itu diakhiri senyum manisnya yang menular.

"Baiklah, Ibu akan buat kue yang enak untuk anak-anak Ibu."

"Mau bantu, Ibu."

Renjun terdiam sejenak mendengar suara Jisung. Lalu matanya mengedar mencari sesuatu, setelah dirasa pas, ia mengambil dua mangkuk kecil dan diserahkan pada dua bocah dihadapannya. Mengisi mangkuk-mangkuk itu dengan sedikit adonan yang sedang dibuatnya. "Nah," katanya setelah itu.

Dua anak yang masih-masing berusia lima dan empat tahun itu memekik kegirangan. Tangan-tangan mungilnya meracik adonan yang diberikan sang ibu dengan girang. Seolah memang sedang benar-benar membantu, membuat Renjun terkekeh dan geleng-geleng kepala dibuatnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AGONY | JaeRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang