“ibu…!” rintih Dio dari dalam kamarnya
“ibu!” Dio memanggil Ibunya lebih kuat dari pada yang tadi tapi masih tidak direspon
“ibu!” Dio memekik lebih kuat karna dia merasa sangat teramat sakit didalam kepalanya
“ada apa Dio? Apa kau tidak tahu ibu ini sedang bersiap – siap untuk pergi kerja! Dan kamu juga mau pergi sekolah! Sekarang ada apa?! Ada apa?!” bentak ibu Dio yang berdiri didepan pintu kamarnya
“kepala Dio sakit bu, sakit banget. Dio gak tahan” rengek Dio menahan sakit. Dio masih memegangi kepalanya yang sangat sakit itu.
“jadi kenapa? Kamu itu kelas 6 SD Dio! Sebentar lagi ujian! Kamu harus sekolah! Nanti gak lulus, ibu gak mau tau kamu harus pergi kesekolah!” ibu Dio pergi dari bilik kamar nya.
Seorang diri Dio menahan rasa sakit yang berada dikepalanya ini, tak ada yang bisa dia ajak berbagi bagamaina rasanya menanggung sakit yang teramat sangat ini. Tapi dio tak bisa membantah ibunya, ibunya benar dia akan segera ujian. Dan dia tak boleh malas untuk pergi kesekolah, toh bentar lagi dia masuk ke SMP dan berubah menjadi putih biru. Semangat Dio kembali terbakar mengingat dia akan segera memakai seragam yang dia impikan itu. Sejak kelas 4 dia tak sabar mengenakannya.
.
.
.
2 jam pelajaran telah dijalani oleh Dio, sekarang pelajaran seni budaya sebelum akhirnya jam istirahat. Ini pelajaran kesukaan Dio, selalu dia bawa harmonica miliknya ini. Harmonica ini hadiah dari ayahnya ‘teruntuk Dio kusayang’, Dio selalu semangat memainkan harmonica milliknya ini ditambah lagi ketika dia membaca tulisan itu. Tulisan itu seperti sebuah mantra sihir baginya, ketika membaca itu semangat nya berkobar – kobar bagaikan api yang siap membakar apapun didepannya.
“Dio” panggil ibu Tia didepan, ya Ibu Tia seorang guru seni dan juga wali kelas Dio.
“iya bu” jawab Dio bersemangat
“mau maju memainkan harmonica?”
“tentu!” Dio berlari kecil maju kedepan kelas untuk memainkan harmonica miliknya. Ingin menunjukan kepada teman – temannya kalau dia bisa memainkannya. Dio memainkan sebuah lagu daerah yaitu Gundul – Gundul Pacul. Selesai memainkan lagu itu disambungnya lagi sebuah lagu pop yang berjudul Bunda, ibu Tia sering merekam kegiatan Dio ketika dia maju kedepan kelas. Menurutnya Dio itu lucu dan bertalenta, sayang sekali jika tidak diabadikan walau hanya dengan kamera telepon genggam.
Ketika selesai memainkan lagu terakhirnya, seluruh kelas bertepuk kagum karna permainan harmonica milliknya. Belum ada murid SD yang seahli dia memainkan harmonica miliknya. Ketika anak – anak lain sibuk dengan games dihandphone mereka, Dio sibuk dengan harmonica yang selalu berada ditasnya.
“Dio, ibu mau tanya boleh?” tanya Ibu Tia ketika semua orang berhenti bertepuk untuk dirinya
“boleh, ada apa bu?”
“kenapa Dio selalu memainkan lagu Bunda ? ada kesan tersendiri untuk Dio?”
“iya! Karna Dio sayang ibu” Dio mengucapkan kata itu dengan wajah polos anak kecil miliknya, dio tersenyum bagai malaikat yang menjelma didalam anak kecil.
“seberapa sayang?”
“bumi ini tidak akan cukup mengartikan betapa Dio sayang sama ibu Dio. Cinta dan sayang Dio untuk ibu tak akan habis sampai Dio meninggal sekalipun” wajah Dio tambah berseri, bagai kuntum bunga yang baru saja bermekaran
“tepuk tangan sekali lagi untuk Dio yang mencintai ibunya dan untuk permainan harmonica nya yang bagus”
Dio telah duduk kembali dibangkunya, entah kenapa tepuk tangan itu membuat nya sedikit pusing, pusing dan berubah menjadi sakit. Seperti yang dia rasakan saat dirumah tadi. Dio mencoba menahannya
Satu detik
Dua detik
Tiga detik
Empat detik
Lima detik
“aaaaa!” teriak Dio yang memekakan kuping teman – temannya. Melihat kejadian itu teman kelasnya berubah menjadi panic. Dio memegangi kepalanya dan terus berteriak.
“Dio! Ada apa Dio?!” tanya ibu Tia mendekati Dio
“kepala Dio sakit bu! Sakit! Tolong Dio bu! Tolong! Ini sangat sakit! Sakit, benar – benar sakit bu!” Dio tak berhenti menjerit, merengek kepada ibu Tia tentang kepalanya itu. Dengan cepat ibu Tia menyuruh Randi teman sebangku sekaligus sahabatnya untuk memanggil kepala sekolah.
“ada apa?” tanya Bapak Andi kepala sekolah
“Dio pak! Dia sakit kepala! Kepalanya sangat sakit!” ibu Tia menjadi panic akan hal ini
“kita telpon ibu nya Dio”
“jangan pak!” Dio menghentikan pak Andi
“kenapa Dio?”
“Ibu lagi kerja, nanti ibu marah sama Dio. Gak apa – apa kok, Dio udah mendingan” Dio berbohong tentang apa yang dikatakannya. Kepalanya masih sakit tapi dia coba untuk menahannya, karna dia tidak mau ibunya nanti akan marah karna dia mengeluh tentang kepalanya lagi.
“benar Dio baik – baik saja?” tanya ibu Tia lembut
“ehm” Dio menganggukan kepalanya dan tersenyum lagi. Melihat akan hal itu ibu Tia merasa yakin kalau dia sudah baikan.
“semuanya boleh kelluar, jam istirahat sudah dimulai” kata ibu Tia kepada seluruh isi kelas.
Anak – anak sudah mulai berlarian untuk pergi kekantin sekolah. Tidak untuk Randi dan Dio, Randi ingin menemani Dio didalam kelas. Dia takut akan terjadi apa – apa, dan Dio masih memegang kepala bagian belakangnya karna dirasa masih sakit.
“aduh” rintih Dio perlahan
“kenapa? Masih sakit? Aku panggilkan pak Andi ya?” tanya Randi berhati – hati
“jangan, tak usah. Merepotkan semua saja” elak Dio
“tapi kepalamu masih sakit kan?”
“iya, sedikit. Tapi tidak separah tadi” Dio kini melepaskan tangan dari kepalanya
“kamu sakit apa sih? Aku sering mendengar kamu berkata aduh aduh sendiri?” tanya Randi yang mulai prihatin dengan keadaan sahabatnya
“entahlah. Aku merasa kepala ku sakit, sangat sakit”
“kamu seharusnya tidak sekolah dan pergi kerumah sakit” ujar Randi
“gak ah, gak mau. Kalo aku gak sekolah, nanti aku gak lulus. Dan nanti ibu marah sama aku” jawab Dio menatap mata Randi secara dalam
“emang ibu mu marah kalo kamu sakit?” Dio tidak bisa menjawab pertanyaan Randi ini, dia hanya memberikannya senyuman untuk sahabatnya ini. Randi hanya diam entah mengerti atau tidak maksud dari sahabat nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku Mencintai Ibu Selamanya
Short StoryAku terinspirasi dari kisah nyata. ya, cerita ini sebuah kisah nyata. terjadi di lingkungan tempat tinggal ku, tapi bedanya anak yang menderita penyakit ini belum meninggal. tapi dicerita ini aku buat anak itu meninggal, dan untuk semangat anak lel...