Dio04 || Tuhan sayang Dio?

2.2K 106 5
                                    

Dio telah usai operasi, kepalanya dipasang selang dan dihubungkan kedalam usus. Sehingga cairan yang terdapat didalam otaknya bisa keluar sebagai feses maupun urin. Pak Andi sudah pulang, tinggal lah sendiri kakak menemani Dio yang masih tidur dalam bius.

Kakak tak henti memegang erat tangan Dio, membayangi nasib malang yang menimpa adik semata wayang nya ini. Adiknya sangat mencintai ibu, tapi ibu seperti tidak menganggap Dio adalah anaknya. Miris rasanya ketika kakak mendengar bahwa Dio berkata kalau dia sangat mencintai ibu. Dia terlalu kecil untuk mengenal rasa sakit, seharusnya dia sekarang bermain bersama teman – teman nya. Tapi penyakitnya ini, membuatnya tak seperti anak yang lainnya. Setiap hari merasakan sakit yang teramat dibagian kepala, untuk anak seumur dia mungkin jatuh dan terluka sedikit bisa sangat menyakitkan. Bagaimana Dio bisa menahan rasa sakit itu selama ini.

            “kakak” panggil Dio lesu setelah sadar dari biusnya

            “ada apa Dio?”

            “Dio gak bisa lihat apa – apa kak. Semuanya gelap”

            “tak apa, kakak disini”

            “kak, ibu mana?” kakak menangis ketika mendengar adiknya ini menanyai ibu. Dia selalu menanyai ibu, tapi ibu? Sms keadaan Dio seperti apa saja tidak pernah.

            “ibu dirumah”

            “kenapa ibu tak pergi kesini?”

            “dia sibuk”

            “oh sibuk, gak apa – apa deh” Dio tersenyum kecil dengan kepala yang dipasang selang, hidung yang dikasih oksigen. Tubuh lemas setelah operasi.

.

.

3 hari setelah operasi Pak Andi, bu Tia dan sahabatnya Randi datang menjenguk Dio yang masih terkapar dirumah sakit.

            “Dio” panggil bu Tia

            “bu Tia ya? Bu Tia jenguk Dio? Maaf bu, Dio gak bisa lihat” ujar Dio

            “gak apa – apa. Ini ibu bawa buah buat Dio. Dimakan ya”

            “Dio”

            “pak Andi juga datang? Wah” Dio makin tersenyum

            “Dio”

            “suara Randi kan? Randi, Dio kangen main sama Randi. Tapi Dio gak bisa lihat, Randi mau berteman sama Dio yang gak bisa lihat?”

            “Dio dan Randi sahabat selamanya. Sahabatan kita gak akan putus walau dari kita gak bisa melihat” jawab Randi menangis

            “kenapa Randi nangis? Jangan nangis, bentar lagi Dio sembuh kok, bentar lagi kita main sama – sama lagi. Duduk berdua lagi disekolah, bercanda bareng lagi. Jangan nangis, Dio yang sakit aja gak nangis. Masa Randi kalah sama Dio?” Randi mengusap airmatanya tak ingin kalah semangat dengan Dio

            “Dio mau sekolah?” tanya Pak Andi

            “iya pak. Dio mau sekolah terus, tapi pak Dio udah lama gak masuk. Nanti Dio gak lulus pak, gimana pak? Nanti gak jadi deh Dio pake seragam putih biru”

            “Dio bakal lulus kok” jawab Pak Andi

            “Ibu Dio mana?” tanya bu Tia ke kakak

            “Ibu gak pernah kesini” jawab kakak menunduk

            “kak, Dio kangen ibu” ujar Dio perlahan

            “seberapa kangen?” tanya kakak

            “tak tahu, tapi yang jelas Dio kangeeeeeenn banget sama ibu” jawab Dio

            “nanti ibu Dio bakal dateng kok” hibur ibu Tia mengusap kepala Dio lembut

            “kan Randi udah datang. Seneng dong harusnya” Randi memegang tangan Dio yang tergeletak lemas diatas ranjang

            “Dio seneng kok, seneng banget. Dio pengen lihat wajah Randi, tapi kapan ya Dio bisa lihat lagi?”

            “tanpa Dio melihat Randi, Dio punya segala kenangan tentang kita berdua kok. Jadi Dio gak bakal lupa sama wajah Randi” hibur Randi

            “ehm” jawab Dio tersenyum

            “pak Andi” panggil Dio

            “iya?”

            “bagaiamana keadaaan sekolah? Randi nakal gak? Terus nilai Dio bakal merosot gak karna ini? Dio kepikiran terus pak”

            “tenang aja, Dio kan pinter gak perlu takut” hibur pak Andi

            “Randi jangan males sekolah ya. Semangat, ganti’in semangat Dio ke sekolah. Kalo Randi gak juara kelas lagi, nanti kita musuhan loh!” canda Dio

            “iya deh iya” jawab Randi

.

.

.

Hampir 3 minggu Dio tidak masuk sekolah, tapi semangatnya untuk sembuh dan pergi ke sekolah tidak akan pudar hanya karna gara – gara penyakit yang kian lama menggerogoti nya. Keadaannya makin lama makin memburuk, entahlah. Matanya masih saja tetap buta walau tidak semelotot seperti ingin keluar dulu.

            “kak, Dio kapan sembuhnya sih? Kok Dio gak sembuh – sembuh? Apa Tuhan gak mau Dio sembuh? Dio udah nakal ya, makanya Tuhan gak sayang Dio lagi?”

            “Dio pasti sembuh kok. Percaya sama kakak, Tuhan nguji Dio supaya Dio tambah kuat. Kalo Dio kuat Tuhan tambah sayang sama Dio. Anggap aja ini ujian kehidupan Dio”

            “Kalo Tuhan sayang sama Dio, kenapa ibu gak dateng – dateng kesini? Kan Dio rindu denger suara ibu. Dio sayang banget sama ibu, tapi ibu gitu sama Dio”

            “gitu kenapa?” tanya kakak penasaran

            “ya ibu kaya gak sayang sama Dio. Dio sakit gak dijenguk, kan Dio kesepian. Padahal Randi, Bu Tia dan Pak Andi malah udah jenguk Dio duluan. Masa ibu enggak? Tapi gak apa – apa deh, Dio tau ibu sibuk. Dio takut nanti ganggu ibu” Dio kembali tersenyum seperti biasanya, tapi kali ini ada sesuatu yang aneh dari senyuman Dio. Entahlah, itu sangat susah ditebak. 

Aku Mencintai Ibu SelamanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang