Dia

33 4 0
                                    

Aku memeluk tubuhku sendiri dengan kedua lenganku. Angin malam menerbangkan beberapa helai rambutku. Aku menggosok-gosokkan kedua telapak tanganku sambil mengetuk-ketukkan flatshoes hitamku dengan bosan. Berkali-kali aku melirik arloji biru yang melingkar manis di pergelangan tangan kiriku. Aku mendengus kesal. Dia sudah telat lima belas menit. Ini adalah ketiga kalinya ia terlambat menjemputku dalam seminggu ini. Awas saja, kalau dalam hitungan detik dia belum muncul juga, aku tak segan-segan menamparnya langsung ditempat. Panjang umur. Akhirnya dia muncul juga. Mobil hitamnya berhenti persis didepanku, aku mundur selangkah. Dia turun, kemudian membukakan pintu mobil untukku. Aku menatapnya kesal. Ia hanya tertawa kecil.

"Maaf. Ada sedikit masalah." Ia berkata tulus, tanpa kebohongan ataupun kepura-puraan.

"Ya ya ya. Terserah." Aku memutar bola mata jengah. Ia masih tertawa, lalu menarik pelan lenganku masuk ke mobilnya. Perlahan-lahan, mobil ini meninggalkan pelataran kampusku.

"Kita mau kemana? Kafe? Mall? Bioskop? Atau pulang?" Ia memberhentikan mobilnya ketika lampu lalu-lintas berganti menjadi warna merah. Aku tidak menjawab, karena aku tahu dia sudah tahu apa jawabannya. Aku menatap jalanan malam diluar sana dari kaca mobil ini. Lagu korea ballad mengalun di radio. Aku menyeringai. Dia tahu betul apa kesukaanku. Walau terkadang, apa yang aku suka, tidak ia sukai.

Lampu berganti menjadi warna hijau, dia menjalankan kembali mobilnya dengan kecepatan rata-rata. Ia membelokkan mobilnya, menuju jalan yang sudah aku hafal benar. Jalan ke toko buku faforitku. Aku menyeringai lagi.

Ia merangkul bahuku, sesekali mencium ubun-ubunku. Kami menaiki eskalator, menuju lantai dua di toko buku ini. Aku berlari kecil menuju rak buku bertuliskan 'novel remaja', membaca beberapa buku yang plastiknya sudah terbuka, membolak-balikkannya untuk membaca sinopsis yang berada di sampul belakang buku itu. Sambil menungguku selesai memilih, dia mengambil salah satu novel terjemahan, lalu duduk di sofa empuk yang sudah disediakan toko buku ini.

Aku kembali dengan dua novel tebal di tanganku. Ia mendongak, menatapku. "Sudah?" Tanyanya sambil berdiri dari sofa itu. Aku mengangguk kecil. Ia mengembalikan novel terjemahan tersebut ke asal rak, lalu merangkulku menuju kasir.

"Aku bayar sendiri." Aku mengambil dompet di tasku, lalu mengambil beberapa lembar uang. Ia menggeleng, melepas rangkulannya. Ada rasa sedikit kecewa dihatiku.

"Biar aku saja yang bayar. Anggap saja ini permintaan maafku karena-lagi-lagi telat menjemputmu." Ucapnya sambil tersenyum kecil, lalu buru-buru mengambil dompet, dan memberikan dua lembar seratus ribu terhadap kasir wanita dengan senyum yang dipaksakan yang sedaritadi menatap kami berdua dengan tatapan jengah. Seolah-olah dia berkata: Cepatlah sedikit! Masih banyak orang mengantre dibelakang!

Ia memberikan plastik putih berisi buku-bukuku tadi kepadaku. Aku meraihnya. Dia merangkulku lagi, "Habis ini mau kemana?" Tanyanya saat kami berjalan menuju parkiran mobil di toko buku ini.

"Pulang."

* * *

"Silahkan, Nona Manis." Dia tersenyum manis, sambil membukakan pintu mobil untukku. Aku tertawa, turun dari mobilnya.

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu!" Aku pura-pura kesal, tapi senyum tak bisa kutahan dari wajahku. Dia terkekeh, menarikku ke dalam pelukannya. Aku tersenyum sambil memejamkan mata, mencium aroma maskulin dari parfum yang ia gunakan. Dia melepas pelukannya. Lalu menunduk, mencium dahiku beberapa saat. Jantungku berdebar-debar. Ia sudah sering melakukan ini terhadapku, tapi jantungku sepertinya tidak bisa terbiasa dengan setiap perlakuannya terhadapku.

"Selamat malam." Senyuman manis terlukis di wajahnya. Aku balas tersenyum, "Selamat malam juga. Aku mencintaimu," Aku berjinjit, mengecup pipinya sekilas. Lalu segera lari. Pasti wajahku sudah memerah seperti kepiting rebus. Aku mengintipnya dari jendela rumahku. Dia mengusap pipinya, lalu tersenyum, kemudian kembali masuk ke mobilnya. Dalam hitungan detik, mobilnya sudah melesat pergi meninggalkan jalanan didepan rumahku.

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang