Senyum Pertamanya

35 1 0
                                    

Aku melangkah gusar menuju bangkunya. Dia sedang asyik mendengarkan lagu dari earphone nya. Aku sudah menceritakan semua kejadian kemarin kepada Della. Aku bersyukur karena Della tidak menertawakan aku. Justru dia malah menyarankan aku untuk mendatangi Dimas dan meminta maaf padanya soal pertanyaan kemarin. Della juga menyarankan, jika aku dimaafkan, mungkin aku bisa mengajaknya ke toko buku di sebelah kampusku. Tapi aku menolak mentah-mentah saran tidak masuk akal darinya itu. Dengan jantung yang berdebar karena cemas, aku berani menyapanya.

Dia mendongak, melepas earphonenya, “Apa?” Tanyanya datar. Membuat nyaliku serasa ciut seketika.

Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal, “Aku...” Belum selesai aku mengucapkan kalimatku, dia sudah berkata duluan, “Kalau kau mau meminta maaf soal kemarin. Tidak usah. Karena aku sudah memaafkanmu, lagipula kau tidak salah.” Jelasnya panjang lebar, kembali memasang earphone nya.

Penjelasannya membuat hatiku sedikit lebih tenang. Rasa gugup sudah hilang digantikan perasaan lega. Aku tidak segera beranjak dari tempatnya, membuatnya mendongak dari bukunya, menatapku penuh tanda tanya. Aku mengusap dahiku, menggeleng pelan. Dia tersenyum kecil, lalu kembali fokus ke bukunya.

Senyum itu. Senyum termanis yang pernah kulihat. Aku pergi ke bangku ku dengan perasaan campur aduk. Ini kali pertamanya aku melihat senyumnya. Aku merasa seperti... semua sifat dingin dan cueknya sudah digugurkan oleh senyumnya itu. Walaupun hanya senyum kecil, tapi perasaan hangat tak bisa hilang dari hatiku.

Selama mata kuliah berlangsung, senyum tak lepas dari wajahku. Membuat Della bertanya-tanya melihatku ketika kami menuju kantin, “Kau ini kenapa, heh? Tersenyum-senyum sendiri begitu. Oh!” Della memekik kaget, seperti baru menemukan penjelasan berharga dihidupnya, “Kau jatuh ke pesona lelaki itu, ya?” Godanya dengan nada geli. Aku tersentak, menimpuknya dengan remasan tisu.

“Hei. Kau kira aku tempat sampah? Aku, kan, cuma bertanya.” Dengusnya kesal sambil menyingkirkan tisu yang jatuh di tasnya. Aku terkikik geli, “Rasakan. Siapa bilang aku jatuh ke pesona Dimas?” Aku menyantap bakso pesananku.

Della memekik lagi, “Jadi namanya Dimas? Wah, kau sudah tahu namanya! Itu hebat! Mungkin kalian bisa lebih dekat.” Pikirnya santai, aku memukul dahinya pelan menggunakan sendok dihadapanku. Dia melotot, menatapku kesal.

“Aku tidak akan pernah dekat dengannya. Toh, aku masih memiliki Reza.” Della mengangguk-angguk mengerti mendengar penjelasanku, “Ah, apa kau sudah memberitahu namamu?” Aku menggelengkan kepalaku, membuat Della mendengus jengkel.

Bahkan dia tidak menanyakan siapa namaku.

* * *

Aku mengambil novel remaja, lalu duduk di sofa empuk yang sudah disediakan toko buku ini. Aku akan menghabiskan sore hari ku yang ceria disini. Aku membaca cepat sinopsis dibelakang buku bersampul biru itu, lalu membacanya dari halaman pertama. Seorang bapak-bapak yang duduk disebelahku, berlalu pergi. Tak sampai tiga kali kedipan mata, tempat kosong itu telah diisi seseorang. Aku masih fokus ke novel di pangkuanku.

“Kau suka membaca buku, ya?” Aku menoleh ketika mendengar suara yang sekarang sudah familiar bagiku. Dimas. Novel bersampul kuning ada di genggaman tangannya. Aku mengangguk singkat, kembali membaca novelku. Bapak-bapak itu kembali, meminta Dimas sedikit bergeser ke arahku. Ketika dia mendekat ke arahku, aku bisa mencium aroma parfumnya yang maskulin, membuat konsentrasiku menjadi kacau. Aku berharap bapak-bapak itu segera pergi dan Dimas bisa bergeser menjauhi diriku. Tapi bukannya menjauh, bapak-bapak itu justru memanggil (yang menurutku) anaknya untuk duduk di sebelahnya. Dimas sepertinya tidak terlalu peduli dengan keadaan yang terjadi. Tak tahukah ia sedari tadi kalau aku menahan nafas?

Tak terasa sudah dua jam aku di toko buku. Bapak-bapak itu sudah pergi. Tapi Dimas tidak menggeser duduknya sama sekali. Matahari tergelincir ke arah barat. Hari berganti menjadi malam, aku sudah selesai membaca novel pilihanku tadi. Tanpa membeli, aku mengembalikan novel itu di asal rak.

SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang