Lembar Keempat

711 146 29
                                    

"Apa yang sedang kau lakukan?"

(Y/n) pun menoleh kala satu kalimat itu menghampiri telinganya. Ia mendapati Takashi yang tampak sudah rapi dalam balutan seragam sekolahnya.

"Sedang memikirkan sesuatu," sahut (Y/n) setelah kembali menatap ke arah langit.

"Apakah kau sebegitu menyukai langit hingga tak ingin memandangku?" canda Takashi yang langsung disambut dengan (Y/n) yang berbalik dari posisi awalnya.

"Tidak. Aku tetap lebih menyukai Nii-chan dibanding langit yang mudah sekali berubah-ubah," jawab (Y/n) sambil melemparkan senyum.

Kakaknya mendekat. Ia menepuk-nepuk pucuk kepala (Y/n). Memberikan tatapan yang hangat dan penuh kasih sayang seperti seorang kakak untuk adiknya.

"Nii-chan akan berangkat sekarang?" tanya (Y/n) ketika Takashi menuntun kursi rodanya mendekati pintu depan rumah mereka.

Anggukan kepala diberikan oleh Takashi sebagai responnya. Ia menghentikan kursi roda (Y/n) tepat dua meter di belakang pintu kayu itu.

"Um. Aku akan berangkat sekarang," sahut lelaki itu seraya tersenyum lagi. "Jangan melakukan hal yang dapat membahayakan nyawamu, (Y/n)," pesannya.

Meskipun Takashi tahu (Y/n) kerap melanggar perkataannya itu, namun ia tetap mengatakannya. Bagaimanapun juga, nyawa (Y/n) tetap lebih penting bagi lelaki itu. Ia sudah tidak ingin merasa kehilangan lagi. Takashi yakin (Y/n) pun berpikir demikian.

(Y/n) mengangguk paham. Kali ini ia benar-benar akan menuruti perkataan kakaknya. Mungkin pekerjaan rumah yang ia lakukan hanya menjemur pakaian dan memasak untuk makan malam nanti. "Hati-hati di jalan, Nii-chan."

Sekali lagi, Takashi melemparkan senyuman simpulnya. Ia mengusap kepala (Y/n) dengan lembut sebelum pergi ke luar rumah.

Setelah kepergian Takashi, (Y/n) masih menatap ke arah pintu kayu di hadapannya itu. Ia diam termenung sejenak. Lalu, ia bergumam sesuatu kepada dirinya sendiri.

"Selamat tinggal, Takashi Nii-chan..."

***

Takashi menutup buku tulisnya tepat setelah bel istirahat berbunyi. Ia merapikan peralatan tulis miliknya ke tempat semula. Setelah itu, tangannya bergerak mengambil sebuah bungkusan dari laci di bawah mejanya.

Tanpa berlama-lama lagi, lelaki itu lekas beranjak menuju halaman belakang sekolah. Tempat favoritnya ketika istirahat tiba. Di sana, ia bisa menikmati pohon sakura yang tampak tengah mekar dengan indahnya. Meskipun demikian, keadaan di sana yang tidak ramailah yang membuat Takashi memilih memakan bekalnya di tempat teduh nan sejuk itu.

Seusai menempuh perjalanan yang tak terlalu jauh, Takashi pun tiba di tempat tujuannya. Ia duduk di bawah pohon yang rindang dengan tatapan yang tertuju sejenak ke arah langit yang tampak cerah.

Melihat sang cakrawala, Takashi sontak teringat dengan (Y/n). Adiknya itu entah mengapa memiliki hobi menatap ke arah langit. Tidak peduli jika saat itu pagi, sore, ataupun malam. Bahkan, seringkali Takashi menangkap basah (Y/n) yang tengah menatap langit malam ketika ia pulang dari kerja paruh waktunya.

Apapun itu alasan (Y/n) sering menatap ke arah langit, Takashi tidak mempermasalahkannya. Selama gadis itu menyukainya, maka ia tidak akan melarangnya. Asal bukanlah hal yang berbahaya dan berdampak negatif.

Karena lelaki itu sadar sudah memandangi langit terlalu lama, ia pun mulai membuka kain yang membungkus bekalnya. Takashi mengucapkan selamat makan secara pelan dan mulai mengambil sumpit. Ia tersenyum kecil menatap ke arah rumput laut yang dijadikan hiasan di atas nasi. Rumput laut itu dibuat menyerupai wajahnya.

END ━━ # . 'Hi, Brother! ✧ Mitsuya TakashiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang