Chapter 3

1.1K 80 1
                                    


Setelah beberapa hari menjadi mangsa, karena selalu ada yang terbunuh dari grup mangsa. Akhirnya suatu hari grup mangsa berhasil mempertahankan jumlahnya dan mampu bersembunyi dengan baik serta bertahan hidup seharian dari kejaran grup pemangsa. Shinichi dan Shiho mengenakan gelang merah dan diberikan senjata laras panjang.

Shiho mendesah, "Setidaknya hari ini tak perlu lari-lari bersembunyi," namun ia melihat Shinichi tampak bimbang, "Kudo-Kun?"

Shinichi tampak muram, "Semoga aku tak perlu menggunakan ini untuk membunuh,"

Shiho mengerti, Shinichi mempunyai prinsip tidak mau membunuh bahkan untuk penjahat paling buruk sedunia, "Tidak harus kau, asal salah satu dari grup pemangsa yang melakukannya, itu sudah cukup,"

"Tapi bisakah Shiho? Bisakah aku membiarkan pembunuhan terjadi di depan mataku?"

Shiho mencengkram bahu Shinichi, "Kudo-Kun, saat ini kita berada diantara hidup dan mati. Bukan saatnya kau memikirkan prinsipmu!"

"Aku lebih baik mati daripada membiarkan pembunuhan terjadi di depan mataku!"

"Lalu bagaimana jika yang akan mereka bunuh itu aku?"

Shinichi tertegun.

Shiho mendengus pahit, "Tentu saja kau tak peduli, aku bukan Ran-San,"

"Aku peduli, kau partnerku. Aku takkan membiarkan mereka membunuhmu,"

"Bagaimanapun juga jumlah ini akan semakin berkurang. Pada akhirnya akan tersisa dua pasang untuk saling membunuh. Saat itu terjadi apa yang akan kau lakukan? Jika kita berdiam diri, Kiyosuke yang akan menguliti kita semua. Pilihannya cuma membunuh atau terbunuh,"

Shinichi memejamkan matanya, "Sampai hal itu terjadi, biarkan aku memikirkan jalan lain,"

Shiho hanya menghela napas lelah.

Pagi hari itu akhirnya mereka dilepas lagi ke hutan untuk melakukan permainan. Grup mangsa diberi kesempatan untuk lari terlebih dahulu. Setelah kurang lebih lima belas menit, grup pemangsa akhirnya dipersilakan mulai mencari. Kiyosuke dan teman-teman konglomeratnya selalu menyaksikan hal itu dari monitor di rumahnya. Mereka memasang taruhan, kira-kira apakah kali ini akan ada korban dan kalaupun ada, berapa jumlahnya. Dengan kekayaan yang dimiliki, mereka memperlakukan manusia lebih hina dari binatang.

"Ouch!" Shiho mengeluh ketika salah satu mangsa mendadak menyerangnya dari belakang.

"Aku tak sudi menjadi mangsa! Tak sudi!" geram pria itu berusaha mencekik Shiho.

Duar! Shinichi menembak lengan penyerang itu. Shiho terlepas.

"Kau baik-baik saja Shiho?" tanya Shinchi seraya meraih lengannya dan membantunya berdiri.

"Eh..." sahut Shiho terengah-engah sambil sesekali terbatuk.

"Bunuh dia," kata salah satu grup pemangsa yang lain bernama Hikaru.

"Nani? Hikaru-San?" Shinichi memandang mereka.

"Tidak cukup hanya dengan melukainya. Kau harus bunuh dia. Kau yang menemukannya lebih dulu. Lakukanlah!" Hikaru mengingatkan dengan tajam.

Shinichi terdiam, ia tak mungkin melakukannya.

Mangsa yang menyerang itu buru-buru bangkit untuk berlari sambil memegang lengannya yang berdarah-darah.

"Cih!" Hikaru mendengus. Ia tak mungkin melewatkan kesempatan emas itu hanya karena detektif bodoh ini. Ia mengangkat senjatanya dan menembak mangsa itu tepat di belakang kepalanya.

"Hikaru-San!" Shinichi terhenyak.

Hikaru memandang Shinichi dengan dingin, "Berterima kasihlah, aku baru saja menyelamatkan hidupmu dan hidup kita semua,"

***

Duar!

Dalam sekali tembak, Zero mampu menjatuhkan elang itu.

"Bagus sekali Zero-San!" puji Akira.

Zero mengangkat bahu, "Biasa saja,"

Beberapa petugas memungut elang yang jatuh di tanah akibat tembakan Zero.

Hari itu, Zero bersama Akira dan beberapa club orang kaya lainnya sedang berburu di sebuah hutan di pegunungan Yamanashi.

"Aku pernah melakukan yang lebih baik dari itu sewaktu masih di Inggris," gumam Zero seraya berjalan lagi bersama Akira.

"Anda tampaknya agak bosan,"

"Tidak ada tempat berburu yang mampu memenuhi angan-anganku,"

"Memang tempat berburu seperti apa yang berada dalam angan-angan Anda?"

"Yang berbeda, bukan hanya liar, bukan hanya satwa, tapi mungkin seseorang,"

"Eh? Seseorang?" Akira pura-pura mengernyit.

Zero terkekeh, "Becanda. Jangan terlalu dianggap serius Akira-San. Hal itu hanya ada di film-film. Aku terlalu banyak menonton film Hollywood,"

"Mengapa Anda begitu suka berburu?"

"Kurasa kau harus menjawab pertanyaan itu sendiri, Akira-San. Kau kan juga suka berburu,"

"Ah ya... Memang berburu itu menimbulkan semacam perasaan superior,"

"Eh, kepuasan hingga rasanya kau akan mencapai klimaks,"

"Ah..." Akira tersenyum nakal.

"Aku pernah menonton sebuah drama kolosal, di mana para pangeran kerajaan memburu dayang-dayang wanita yang mereka lepaskan di hutan. Rasanya begitu menggetarkan. Aku membayangkan wanita-wanita itu adalah mereka yang telah mengecewakanku. Wanita-wanita picik yang haus uang. Ketika melihat para pangeran itu memanah mereka, bulu kudukku menggelora," Zero mengatakannya seraya memejamkan matanya dengan puas, seakan membayangkan adegan itu dalam benaknya agar dapat menipu Akira.

"Bagaimana jika tempat seperti angan-anganmu itu sungguhan ada?"

"Aku bersedia menyerahkan segala yang kumiliki untuk menyaksikannya dengan mata kepalaku sendiri. Kalau perlu aku sendiri pengeksekusinya,"

"Anda tidak takut polisi?"

Zero mendengus, "Cih! Polisi juga suka uang,"

"Aku akan mengabari Anda beberapa hari lagi,"

Dalam hati Zero puas, rencananya maju selangkah.

The Dying GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang