08. Rumah sakit

20.7K 2.2K 39
                                    

"Terpaksa mengikhlaskan
meski belum sempat memiliki."
.
.
.
Happy reading

"Yaudah, saya permisi dulu. Segera bawa ke rumah sakit. Ini surat rujukannya." Dokter menyodorkan surat rujukan yang telah diisinya.

"Kita siap siap sekarang. Nurul tolong siapin keperluan nya Ima di kamar, sekalian ikut nanti, biar ummi sama Azril yang ke rumah sakit dulu. Layla sama Anna kondisikan temen-temen ya?"

"Iya, Ummi."  Ustaz Azril mengaguk.

Setelah keperluan selesai Ana dan Ummi menggendong Ima untuk dipindahkan ke mobil. Setelah siap kami berangkat.

Jujur di hati Ustaz Azril yang paling dalam merasa bersalah, hingga membuat nya begitu. Padahal ia terkenal dengan sifat kuat dan bar-barnya, "Maafkan saya Qela."

Setelah sampai di rumah sakit, Ima di bawa perawat ke ruangan IGD untuk di periksa oleh dokter. Sementara Ummi ke ruang pendaftaran, Nurul menunggu Ima.

"Sebentar saya periksa dulu, ya, Dek?" Tanya dokter yang memeriksa Ima.

"Iya Dokter," Ima mengaguk.

Saat dokter memeriksa, Ima memalingkan wajahnya melihat dokter. Tetapi jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya.

"Iqlima kan?" Tanya dokter itu.

"Iya, masih kenal rupanya hehe," jawab Ima sembari menggaruk tengkuk.

Dokter itu bernama Zergan. Dia salah satu sahabat masa kecil Ima, bahkan dianggap kakak oleh Ima. Ima meninggalkannya satu tahun yang lalu sebab lelaki itu jatuh cinta pada Ima, selebihnya mereka beda agama, mungkin cintanya buat ku sudah luntur.

"Kamu kok bisa gini?" Tanya Zergan dengan alisnya yang terangkat satu.

"Enggak tau." Jawab Ima sekenanya. Tiba-tiba ia merasa aneh, enggak sanggup menahan gejolak di perut, rasanya seperti aduk-aduk.

"Huek." Ima tak tahan lagi dan memuntahkan cairan berwarna putih biasa.

"Biar saya periksa." Ucap Zergan yang sigap memeriksa Ima.

Setelah beberapa menit Zergan bersuara.
"Kamu keracunan air, sebaiknya jangan minum air yang berlebihan terlebih dahulu."

"Kok bisa? Oh... paham paham. Iya, enggak akan lagi." Ima langsung teringat kejadian tadi, saat ia menghabiskan satu teko air karena keasinan.

"Ima, bisakah kita bersahabat kembali? Okey aku tau kita memang beda agama. Tapi apakah berbeda agama dengan mu tidak bisa membuat ku bersahabat dengan mu?" Tanya Zergan yang tiba-tiba mengungkap perasaannya.

"Aku mau bersahabat dengan mu, tapi tidak dengan menyangkut kan perasaan Zergan."

Zergan menghadap ke Ummi dan Ruly, seperti ingin berbicara sesuatu. "Sebelumnya saya minta maaf, bolehkah saya berbicara empat mata dengan Iqlima?" tanya Zergan yang tak ingin orang lain tahu urusan pribadinya.

"Boleh Pak Dokter, kami keluar dulu." ucap Ummi.

"Terimakasih."

Ummi, Ustaz Azril, dan Ruly pergi meninggalkan kamar. Hanya Aku dan Zergan yang berada di ruangan itu.

"Andai kamu tau Ima, perasaan ku ke kamu masih tetap sama," ungkap Zergan sembari duduk di tepi brankar, tepat di samping Ima.

"Dan aku tidak mengharapkan itu Zergan! Aku tidak mau jika  perasaan yang kita jalin harus mengorbankan agama. Lebih baik aku enggak sama sekali berteman denganmu, kalau kamu hanya mengejar hatiku. Padahal kamu sudah tau kita itu beda Zergan, kamu begitu mendalami agamamu, sedangkan aku juga. Aku nggak mau salah satu kita mengalah untuk sebuah cinta, kita bisa berteman tapi tidak bisa bersama."

Imam Impian (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang