Bagian 1 𝑀𝑒𝑚𝑜𝑟𝑖𝑒𝑠

941 74 2
                                    

Lelaki manis itu berlari secepat mungkin dari gerbang masuk sekolah kearah perpustakaan di SMA-nya itu.

Terlihat terburu-buru, namun tak ceroboh. Ia masih mampu untuk menghindari orang-orang hingga tak menabrak mereka disepanjang jalannya.

"Maaf! a—aku... hahh... terlambat!" ucapnya, dengan napas terputus-putus ketika baru saja sampai dihadapan lelaki jangkung yang terlihat sedang menyimpan buku ke raknya semula itu,

"Jangan berlarian diperpustakaan" tegurnya dengan nada datarnya yang biasa pada si pemuda manis yang diketahui bernama Asahi itu.

Lalu Asahi memutar bola matanya acuh dan mulai mengikuti kegiatan si lelaki tanpa ekspresi itu,

"Iya iyaa," jawab Asahi dengan malas, seakan malas untuk diceramahi lebih dari itu.

Terdengar helaan napas dari pemuda datar yang menjabat sebagai teman Asahi sekaligus partner penjaga perpustakaannya itu, yang sekarang menatap kearah Asahi dan tangannya yang sibuk dengan tatapan heran,

"Apa yang kamu lakukan?" tanyanya ketika melihat Asahi ikut menyimpan buku dikeranjang troli, kedalam rak yang sama dengannya,

Asahi ikut melirik heran kearah pemuda lainnya, sebelum kembali ke kegiatannya itu,

"Mengembalikan buku ketempatnya," jawab Asahi acuh, kembali asyik menata buku-buku ditangannya,

"Yang ditanganmu itu buku sejarah, raknya disini" tunjuk pemuda datar itu pada rak didepannya yang berisi rentetan buku-buku sejarah yang membosankan,

Tapi Asahi nampak tidak terganggu sama sekali,

"Itu sama saja sih" ujar Asahi sambil mengedikkan bahunya pelan, tak menghiraukan ucapan temannya dan menyimpan buku terakhir digenggamannya.

Pemuda datar tadi akhirnya memilih mengalah dan menarik troli yang penuh buku diikuti Asahi dibelakangnya.

"Kalau kamu mengajariku, aku pasti bisa" ucap Asahi yang kini berlari kecil dan menahan troli yang pemuda itu dorong dari arah depan, membuat ia mau tak mau harus berhenti,

"Tinggal mengingat kode klasifikasi saja, kok" jawabnya datar, jelas, singkat dan padat, seperti selalu,

Asahi sudah terlalu terbiasa sekarang,

Pemuda datar itu kembali mengambil lagi beberapa buku yang akan ia simpan di rak semula, sedangkan Asahi berjongkok dan memainkan roda troli itu kedepan dan kebelakang, mulut kecilnya itu menggumam tidak jelas,

"Oh! aku kemarin melihat sesuatu yang menarik di TV!" pekik Asahi tiba-tiba kearah temannya yang tengah menyimpan buku dengan tenang itu,

Membuatnya lagi dan lagi dibuat menghela napas lelah,

"Suaramu terlalu keras," tegurnya, sedikit menukikkan alisnya, tanda bahwa ia tengah kesal saat itu,

Tapi lagi, Asahi sama sekali tidak menghiraukan teguran dan malah berdiri, melangkahkan kakinya kebelakang pemuda yang kini pandangannya mengikuti setiap langkah Asahi dengan tatapan selidik miliknya itu,

"Orang dulu memakan hati kalau hatinya memburuk," ucap Asahi memandang temannya itu sebentar,

"Dan memakan perut kalau perutnya memburuk," sambungnya menjauh dari pemuda lainnya itu, mengambil satu buku secara acak dan membuka halamannya secara acak pula,

Ia memberi jeda pada kalimatnya sendiri,

"Lalu mereka yakin kalau penyakitnya akan sembuh," tambahnya sambil menghela napas lalu kembali menutup buku itu,

"Tapi, aku tak bisa makan milik siapapun, sih" katanya lagi, lebih pelan sambil memasang gestur berpikir miliknya,

Si pemuda tanpa ekspresi itu berjalan dibelakang Asahi yang kini menatap lurus kearah rak didepannya, sepertinya sedang melamunkan sesuatu,

"Milik siapapun?" tanya pemuda itu,

"Kamu ingin menjadi kanibal?" sambungnya asal, lalu menghampiri rak buku disebelah Asahi dan mulai sibuk kembali dengan buku-bukunya,

Asahi tampak memutar-mutar telunjuk disampul buku tebal ditangannya itu,

"Jadi, aku sepertinya hanya bisa meminta kepadamu" ujar Asahi lagi, membuat temannya mengerutkan kening heran disela kegiatannya,

"Apa?" tanya lelaki datar itu, memastikan. Masih sambil memasukkan buku-buku ditangannya itu kedalam rak,

"Apa... ya?" ucap Asahi, tiba-tiba saja menatap pemuda datar itu dengan tatapan menyeramkan miliknya,

Ah, dia memang punya fitur wajah yang menggemaskan. Tapi jika memasang ekspresi begitu, tetap saja kelihatan seram, walau cuma sedikit, sih.

Si pemuda menoleh sebentar kearah Asahi, lalu kembali mengalihkan pandangan ke rak didepannya dan sedetik kemudian tersadar akan sesuatu,

"Eh?"

Kali ini pemuda tanpa ekspresi itu mulai menatap curiga kearah Asahi,

"Jangan bilang—"

Asahi memotong bicaranya dengan mendorong pemuda tinggi tanpa ekspresi yang kini memasang ekspresi terkejut miliknya itu ke tembok berjendela diujung lorong rak hingga membuatnya tersudutkan.

Lelaki itu sontak kaget, ia menatap Asahi yang lebih pendek darinya itu dengan mata yang membulat.

Sedangkan Asahi tampak menunduk, menumpu tangan didada pemuda didepannya sambil sedikit menyembunyikan wajahnya,

Beberapa detik mereka ada diposisi itu, sampai Asahi mulai menaikkan kepalanya dan menunjukkan wajah manisnya yang terlihat kembali secerah mentari pagi didepan pemuda datar itu,

"Aku ingin memakan pankreasmu!" pekik Asahi, sukses membuat si pemuda terdiam, mematung.

๑✿✧✿✧✿✧✿๑

thanks for reading, have a good day!

𝙞 𝙬𝙖𝙣𝙩 𝙩𝙤 𝙚𝙖𝙩 𝙮𝙤𝙪𝙧 𝙥𝙖𝙣𝙘𝙧𝙚𝙖𝙨 | 𝙃𝙖𝙢𝙖𝙙𝙖 𝘼𝙨𝙖𝙝𝙞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang