𝐄𝐩𝐢𝐥𝐨𝐠

326 36 1
                                    

Karena aku sudah seperti ini disebabkan olehmu, biarkan aku akan mengeluh dulu.

Ternyata ini tidak semudah yang kamu bilang, ya.

Berhubungan dan menjalin relasi dengan orang lain itu ternyata sangat sulit sekali untukku. Jadi, aku membutuhkan waktu selama satu tahun untuk terbiasa dengan itu.

Tapi lihatlah! akhirnya aku sudah berhasil sampai sejauh ini.

Satu tahun lalu, aku memilih untuk menjadi manusia sepertimu.

Menjadi manusia yang bisa menerima, dan mencintai orang lain seperti dirimu.

Sepertimu yang telah tiada disisiku lagi, dan sekarang aku akan melakukannya sendirian.

Sampai nanti, sampai aku mendapat orang yang bisa kuajak hidup bersama seperti yang selalu kamu katakan.

Tiba-tiba kurasa ada tangan yang menepuk kepalaku membuatku menoleh,

Baiklah, kurasa hari ini sudah cukup. Sampai bertemu lagi, Asahi.

Aku menoleh kearah Mashiho yang sedang berjalan kesana-kemari sambil merentangkan tangannya untuk menjaga keseimbangan,

Sesuatu yang selalu dia lakukan ketika menungguku selesai bicara dengan Asahi.

"Mari kita hidup bahagia" ujarku sambil berdiri menghadap Mashiho yang kini berjalan menjauh dari makam Asahi,

"Apa-apaan" sergahnya berbalik kearahku lalu menatapku dengan aneh,

"Saat mengunjungi makan Asahi, apa kamu ingin menembakku? Menyebalkan sekali" katanya memutar bola mata malas,

Aku tersenyum kearahnya, "Mana mungkin," kataku,

"Maksudku dalam hal luas," sambungnya lagi,

"Hmmm" katanya sambil mempoutkan bibirnya lucu, lalu merogoh saku celananya.

"Nih, tangkap!" suruhnya sambil melempar sesuatu yang dengan mudah aku tangkap, sebuah permen karet,

Ini mengingatkanku pada seseorang,

"Oh, Terima kasih" aku berujar dengan sedikit heran,

"Apa kamu suka permen karet?" tanyaku menatap permen karet ditanganku dan Mashiho bergantian, setahuku dia tidak menyukainya.

"Akhir-akhir ini, sih" jawabnya asal sambil mengedikkan bahunya acuh,

"Eh? ternyata begitu" kataku sambil tersenyum tipis mengerti arah pembicaraannya,

"Yah, tapi mungkin dia harus menunggu sampai ujian selesai" Mashiho berujar, sambil menuruni undakan tangga di pemakaman ini,

"Pasti dia akan semakin giat belajar" ucapku menggodanya, menyambar keranjang persembahan Asahi dan berjalan menyusul kearah Mashiho yang berdecak malu sekarang.

Tiba-tiba angin berhembus kencang, namun sejuk kurasakan.

Angin ini rasanya seperti membelai wajahku. Aku langsung menoleh kearah makan Asahi dan tersenyum,

Satu helai bunga sakura turun dan jatuh tepat diatas nisannya, ah sudah masuk musim semi ternyata.

Apakah kamu mencoba menyapaku, Asahi?

Apa kamu bahagia disana? tak merasa sakit lagi, ya?

Akupun menjalani hidupku dengan baik disini. Sekarang aku memiliki beberapa teman, Asahi.

Aku tidak sehebat kamu dalam menarik banyak orang.

Aku akan menjaga orang-orang yang kau sayangi, termasuk Mashiho. Kini aku sudah akur dengannya, dia ini ternyata memang galak, ya?

Apa kamu senang sekarang?

"Hei, kenapa bengong begitu? ayo kerumah Asahi" ajak Mashiho membuyarkan lamunanku,

"Benar, Ibu Asahi pasti sudah menunggu" jawabku, lalu segera menyusul Mashiho dibawah.

Menjalani hidup dengan banyangkan Asahi tidak buruk. Suatu saat, aku berharap akan menemukan orang yang sepertinya lagi.

Doaku selalu sama, setiap harinya.

Aku akan menunggu, seperti bunga sakura yang selalu menunggu musim dingin berakhir untuk kembali mengepakkan kelopak indahnya dimusim semi.

—End—

𝙞 𝙬𝙖𝙣𝙩 𝙩𝙤 𝙚𝙖𝙩 𝙮𝙤𝙪𝙧 𝙥𝙖𝙣𝙘𝙧𝙚𝙖𝙨 | 𝙃𝙖𝙢𝙖𝙙𝙖 𝘼𝙨𝙖𝙝𝙞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang