Petang ini di cafe spring.
Cafe yang kini menjadi tempat favoritku. Membaca buku dengan segelas espresso sambil menunggu sampai Mashiho datang.
Aku memang mengajaknya bertemu.
"Aku sudah datang. Ada apa?" ucapnya, dengan wajah yang tak bersahabat seperti biasa, bahkan dia enggan duduk di sebelahku dan hanya berdiri beberapa meter didepanku,
"Kamu tak datang kepemakaman Asahi, kan?" ujarnya tajam, aku menundukkan kepalaku,
"Kenapa?" tanyanya,
"Itu karena..."
BRAK
Dia menggebrak mejaku, membuat atensi pengunjung bahkan kasir disana beralih kearah kami.
"Maaf" gumamnya,
Aku sama sekali tak mempermasalahkannya. Dia pasti sangat marah padaku.
"Terimakasih karena sudah datang, ini pertama kalinya aku bicara padamu," ujarku,
"Ada yang ingin aku bicarakan denganmu darimana dulu, ya?" tanyaku basa-basi,
"Singkat saja" ucapnya sambil masih menunduk, terlihat kentara bahwa dia masih berduka atas meninggalnya Asahi,
"Benar, maaf" kataku tak enak lalu segera menyodorkan buku catatan penyakit Asahi padanya,
"Kamu harus melihat ini" ucapku.
Mashiho terlihat mengerutkan dahinya heran, "Apa ini?" tanyanya,
Aku membuka lembar paling belakang buku itu, "Ini adalah buku catatan penyakit" jelasku,
Mashiho terlihat kaget, "Tulisan Asahi,"
"Ini buku hariannya" terangku seakan menjawab pertanyaannya,
"Ini adalah kata-kata terakhir yang dia berikan padaku"
"Dia berikan? apa maksudnya?" tanya Mashiho tak mengerti sambil menghadap kearahku,
"Dia menderita suatu penyakit," jelasku lagi,
"Tak mungkin! aku tak mengetahui itu, kenapa kamu bisa tahu?!" ujarnya marah,
"Dia tak mengatakannya kepada orang lain selain aku, dia memang terlibat dalam insiden naas itu dan meninggal, meski tak ada insiden itu sebenarnya..."
PLAKK
Mashiho menamparku,
"Hentikan!" katanya.
Tamparannya sama sekali tak sakit bagiku,
"Aku takkan berhenti. Kamu harus membacanya. Meski dia suka bercanda, dia tak akan pernah melakukan lelucon yang bisa menyakitimu" aku berujar, sambil menyodorkan lagi buku catatan itu,
Setelah terlihat ragu selama beberapa saat, akhirnya Mashiho mau menerima buku itu dan membacanya.
Aku menungguinya disana, dia membuka lembar demi lembarnya dan sama sepertiku saat itu, Mashiho menangis.
Aku sangat mengerti perasaannya, apalagi dia sudah bersama dengan Asahi untuk waktu yang begitu lama. Pasti sangat berat untuknya menerima kenyataan yang ada.
Setelah ia sedikit tenang, hari sudah mulai gelap. Wajah putih Mashiho kini telah merah karena dia menangis begitu kencang tadi,
"Kamu... kenapa kamu tidak bilang?" tanyanya dengan amarahnya,
"Itu karena—"
Mashiho menggeleng, "Bukan Asahi, tapi kamu!" tuduhnya,
"Kalau kamu mengatakannya, aku akan menghabiskan waktu lebih banyak bersamanya" ujarnya kembali menangis,
"Aku akan berhenti masuk ekskul dan sekolah! aku hanya ingin bersama Asahi" tangisnya begitu menyakitkan ditelingaku,
Aku juga tidak bisa melakukan apapun karna itu semua permintaan Asahi waktu itu,
"Takkan kumaafkan..." gumamnya tajam,
"Meski Asahi menyukaimu dan menganggapmu berharga, aku takkan memaafkanmu" Mashiho berujar lalu setelah itu meninggalkan cafe begitu saja,
Aku menghela nafas lalu menunduk.
Aku memang bersalah, karenaku Mashiho jadi kehilangan waktu untuk bersama dengan Asahi.
Tapi Asahi ingin aku akur dengan Mashiho, itu permintaannya terakhirnya. Mana mungkin aku tidak mengabulkannya, kan?
Jadi Asahi, aku harus bagaimana? tanyaku frustasi dengan diriku sendiri.
Akhirnya aku memutuskan untuk berlari mengejar Mashiho.
Aku berlari keluar cafe kearah Mashiho berbelok tadi dengan kencang sampai aku menemukannya diarea pemberhentian bus.
"Tunggu!" teriakku ketika melihatnya tengah berjalan menuju halte bus,
Awalnya dia tidak menghiraukan teriakanku, sampai akhirnya aku bisa menyamai langkah dan menghentikannya,
"Maaf, tapi untuk perlahan-lahan, kuharap kamu mau memaafkanku!" ujarku ketika sampai dihadapannya, tapi seakan tidam peduli, dia hanya melewatiku begitu saja,
"Lalu, kalau memungkinkan kamu bisa memaafkanku, suatu saat nanti..." ujarku,
Mashiho memberhentikan langkahnya,
Aku menutup mata sebelum menatap kearah punggung kecilnya,
"Aku ingin berteman denganmu!" teriakku pasti.
Yah, aku ingin berubah.
Aku tidak ingin kembali sendirian lagi, aku ingin menikmati hidupku.
Demi diriku sendiri,
demi Asahi, yang sudah merubahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝙞 𝙬𝙖𝙣𝙩 𝙩𝙤 𝙚𝙖𝙩 𝙮𝙤𝙪𝙧 𝙥𝙖𝙣𝙘𝙧𝙚𝙖𝙨 | 𝙃𝙖𝙢𝙖𝙙𝙖 𝘼𝙨𝙖𝙝𝙞
Romance[COMPLETED] a remake from the most popular anime with the same tittle, but this is boys love version, don't read if u r uncomfortable bcs this is not a homophobic areas. note : ☞ boyxboy stories ☞ bahasa baku ☞ rated T (?) ☞ i do my best, so yea.. r...