Bab 7

33 23 41
                                    

Godfrey bergegas menyeberangi halaman Istana, mengenakan pakaian kebesaran kerajaan, menerobos kerumunan yang memandanginya dari segala arah untuk menghadiri Perayaan Hari Jadi Callister Ke-Tujuh, dan ia menggerutu. Ia masih terguncang akibat pembicaraannya dengan ayahnya. Bagaimana mungkin ia diabaikan? Mengapa ayahnya tidak memilihnya sebagai Raja? Tidak masuk akal. Ia adalah putra sah pertama ayahnya. Itulah kenyataannya. Sejak ia dilahirkan, ia telah mengira dirinya akan menjadi raja − tak ada alasan untuk berpikir sebaliknya.

Ini jelas penghinaan. Mengabaikan dirinya demi adik kandungnya − seorang perempuan pula. Jika berita itu menyebar ia akan menjadi bahan tawaan seisi kerajaan. Angin seperti memukul-mukulnya ketika ia berjalan dan ia tak tahu bagaimana harus bernapas.

Ia bergabung dengan kerumunan orang di upacara perayaan Callister Ke-Tujuh. Ia melihat sekeliling, melihat jubah dengan aneka warna, orang berdayun-dayun tiada henti, beragam jenis orang dari daerah yang berbeda. Ia benci berada sedekat ini dengan rakyat biasa. Ini adalah saat rakyat jelata berbaur dengan bangsawan, saat ketika orang-orang liar dari Kerajaan Timur, dari pelosok pegunungan diperkenankan hadir. Godfrey masih sulit memahami kenapa ayahnya mengundang mereka semua? Apa yang telah direncanakan oleh ayahnya? Ini lebih dari sekedar kebijakan politik yang diputuskan oleh ayahnya, sebuah langkah menyedihkan untuk membuat perdamaian di antara kedua Kerajaan.

Tak lupa orang-orang dari Kerajaan Laviare juga turut menghadiri perayaan ini. Kerajaan yang telah menjadi mitra pemerintahan Callister, lebih tepatnya besan Kerajaan Callister. Kerajaan Laviare juga telah membantu kerjaan Callister meluaskan kekuasaannya selama bertahun-tahun. Sang Raja dari Laviare, Valenfield, atau Valenfield ke-Enam − berbeda satu generasi dengan Callister ke-Tujuh. Dengan jubah kebesaran Laviare berwarna Putih bersih, bercorakkan emas yang rumit, berlambangkan Elang sebagai simbolis keluarga kerajaan Laviare. Raja Valenfield datang bersama sang Ratu, Krea, dengan selusin Kesatria kebanggaannya − yang selalu mengawalnya kemanapun mereka pergi. Luanda, anak perempuan pertama Callister juga turut hadir, bersama sang Pangeran, Bryce. Berjalan dengan penuh martabat dan segala keelokan yang turut menyinari mereka.

Godfrey memandangi mereka dari beberapa kaki jauhnya, namun ia tampak tak memperdulikannya. Ia tak lagi memedulikan apa yang telah terjadi dalam perbincangan pewaris takhta. Sesudah hari ini, ia tak akan pernah menjadi raja. Kini, ia akan terbuang menjadi Pangeran tak dikenal di Kerajaan ayahnya. Kini, tertutup baginya jalan untuk berkuasa, ia terhukum untuk menjalani hidup sebagai orang biasa.

Ayahnya telah memandang sebelah mata kepadanya − selalu begitu. Ayahnya menganggap dirinya cerdas − namun Godfrey lebih cerdas. Misalnya: Pernikahan Luanda dengan seorang Pangeran dari klan Laviare, ayahnya mengira telah bertindak sebagai ahli politik. Namun Godfrey berpandangan berbeda ketika ayahnya mengundang klan Galheim untuk menghadiri perayaannya, ia telah memikirkan berbagai kemungkinan, dan telah melihat selangkah lebih jauh ke depan. Ia tahu akan kemana arah perayaan itu. Nantinya, perayaan itu bukanlah menyenangkan hati mereka, namun malah membuat mereka semakin berani. Mereka brutal, jadi mereka melihat tawaran perdamaian ini bukan sebagai kekuatan, melainkan kelemahan. Mereka tidak akan peduli terhadap ikatan persaudaraan, begitu adik perempuannya dijamu dan dinobatkan sebagai pemegang kekuasaan kerajaan, Godfrey merasa yakin mereka akan merencanakan sebuah serangan. Semuanya hanya tipuan. Ia ingin mencoba mengatakan hal itu pada ayahnya, namun ia tahu ayahnya tidak akan mendengarkannya.

Ia tak lagi memedulikan hal itu. Lagi pula, ia hanya seorang pangeran, hanya sebuah kerikil dalam kerajaan. Godfrey jelas murka memikirkan hal itu, dan seketika itu membenci ayahnya dengan kebencian yang belum pernah dibayangkan. Ketika ia berdesakan, saling bersenggol bahu dengan kerumunan, ia membayangkan cara untuk membalas dendam, cara agar ia mendapatkan tahkta. Ia tak bisa duduk berpangku tangan. Ia tak bisa membiarkan takhta jatuh pada adik perempuannya.

Soul Awakening : A Quest of Heroes [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang