Linnea―tidak; di tempat ini namanya adalah Elcia.
Beranjak dari tempat duduknya, sebuah senyum terbungkus masalah terpampang jelas pada wajah gadis itu. Diliputi rasa tak nyaman karena Skill yang ia miliki secara cuma-cuma, Elcia memutuskan untuk berkeliling bersama Alice. Lagipula, ini adalah kesempatan bagi mereka untuk merasakan dunia luas sepuas hati. Dan jelas keduanya tidak akan membiarkan waktu berharga ini lepas dari genggaman.
. . .
Sepanjang kaki mereka melangkah, dan sejauh mata mereka memandang, nuansa kental akan dunia yang tak seharusnya bisa dirasakan dengan jelas. Karena itu, dimanapun Elcia berhenti, ia dengan senang hati ber-oh ria bak jiwa bebas seorang anak polos. Dan mungkin karena sebuah kebiasaan yang telah mengakar jauh, ia terlihat tidak mempedulikan tatapan orang-orang yang tertuju padanya. Sementara Alice? Ia menopang dahinya sepanjang jalan dengan sekarung rasa malu.
Di tempat itu sendiri, rumah-rumah yang mereka lihat uniknya menyatu dengan tanah, bisa dikatakan lubang buatan yang mengisi bukit-bukit kecil. Sementara orang-orang terlihat seperti anak-anak karena tingginya.
Desa Naves, letak mereka saat ini berada adalah salah satu wilayah netral yang tidak terikat dalam suatu kekuasaan. Menurut setting sejarahnya, tempat ini terlindung sekaligus nyaris terisolasi dari dunia luar berkat pegunungan Basmael dan sudah menjadi tempat tinggal ras Halfling untuk puluhan generasi. Meski begitu, populasi tempat ini sendiri tidaklah terlihat banyak. Itu bisa disimpulkan karena jarah rumah-rumah yang saling berjauhan, dan sungguh sangat jauh dari kata padat.
. . .
"Um. . ."
Untuk pertama kalinya sejak berkeliling, Elcia menyipitkan mata dengan dahi berkerut, sebab ia akhirnya menyadari satu hal.
Seorang pemain nyaris tidak berbeda dengan Artificial Intelligence yang ada di Terris― atau orang Terrian.
Jika bukan karena <Common Traveler Set> yang masih melekat pada setiap pemain. Serta penanda hijau yang muncul saat seseorang menatap lekat pemain lain, membedakan keduanya jelas akan sangat sulit.
"Mereka juga punya kehidupan sendiri, ya?" celetuk Alice, sembari melirik sebuah toko kecil dimana orang Terrian pun datang membeli sesuatu untuk diri mereka sendiri.
". . . Ini dunia mereka." gumam Elcia pelan.
Bahkan jika kenyataannya tempat ini hanyalah refleksi dari kumpulan data, Elcia memandangnya sebagai dunia yang hidup.
Tapi. . , apa ras Halfling kurang dilirik? pikirnya, bertanya-tanya dengan alis naik-turun. Pertanyaan itu muncul karena jumlah pemain yang mereka jumpai di desa Naves tidak lebih banyak daripada orang Terrian yang berlalu-lalang; sekitar satu pemain untuk setiap belasan orang Terrian yang ada ditempat itu.
Namun keadaan jarang pemain berawal dari kondisi dimana titik awal dari setiap pemain telah diacak secara adil. Tujuannya adalah mencegah konsentrasi kepadatan pemain yang terlalu terpusat dan menghindari dampak negatif yang bisa timbul karenanya, mengingat Sekai Shard menerapkan logika dunia nyata pada permainan ini.
Dengan begitu, meski seorang pemain memilih ras Halfling, ia belum tentu akan memulai di desa Naves. Terlebih, hanya pemain ber-ras Halfling lah yang memiliki kesempatan untuk menjadikan desa Naves sebagai titik awal mereka―ditengah jumlah titik awal yang melebihi total kota di dunia berkat kerja gila sekelompok orang.
Hasilnya, pemain yang bisa Elcia temukan cukup sedikit, tanpa melupakan jika ini adalah hari pertama game dirilis―sekalipun jumlah pemain yang tengah Online mencapai sembilan digit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terris Story : Someone/Them
FantasyAmaryllis Illian Linnea, seorang gadis sekolahan dengan hidup yang bisa dikatakan sempurna. Keluarga kaya dan terpandang di masyarakat, prestasi di berbagai bidang akademik maupun non akademik, paras ideal yang diimpikan dan diidolakan banyak orang...