Chapter Eight

2.4K 247 66
                                    

Aloha... it supposed to be published at Monday, but I was a bit tired. Ah, I am truly sorry if you might find lot of typos, feel free to point out. Thank you for deciding to come and read this story. Please leave vote and comments if it's not too much asking. Thank you luv ^^

“If you cannot hold me in your arms, then hold my memory in high regard.
And if I cannot be in your life, then at least let me live in your heart.”
—Ranata Suzuki—

Malamnya dihabiskan untuk mengenang sejumlah peristiwa yang membuatnya tersenyum tiap kali memikirkan kesombongan di masa lalu. Jaehyun begitu percaya diri jika dirinya akan selalu sama—tidak akan jatuh cinta dan tidak akan terikat pada seseorang karena itu merupakan keinginan yang selalu ia punya. Tapi keinginan dan kesombongan itu perlahan pecah menjadi serentetan kenyataan yang membuat Jaehyun sadar jika seseorang seperti dirinya pun bisa kembali jatuh cinta. Tak peduli sekeras apapun dirinya mengelak, hatinya akan selalu membeberkan fakta yang membuatnya tertegun tak percaya: ia jatuh cinta pada perempuan muda yang selalu ditemuinya selama satu tahun terakhir.

Rose meluluhkan tirai besi yang selama ini menutupi hatinya—membuat Jaehyun memasuki fase penyangkalan yang tak ia duga bakal terjadi di hidupnya. Tiga minggu memikirkan hal ini ditambah ekshibisi yang akan digelar musim gugur mendatang membuat benang yang merangkai ketenangan Jaehyun tercerai berai. Kendati demikian, ketika Jaehyun menerima fakta bahwa dirinya jatuh cinta, tidak ada hal buruk terjadi selain menguatnya keinginan untuk mengakhiri hubungan dengan Mina. Ia tidak bisa terus memacarinya jika ingin memulai hubungan serius dengan Rose—meskipun ia tidak yakin jika perasaannya berbalas. Untuk saat ini, Jaehyun akan bersikap seperti biasa dan sebisa mungkin tidak menunjukkan perhatian yang terlalu kentara. Menunjukkan rasa cinta yang terlalu terang-terangan hanya akan membuat Rose terkejut dan tidak nyaman—ia tak mau hal itu terjadi.

Akan tetapi, semakin keras Jaehyun mencoba untuk menutupi perasaannya, semakin tersiksa hatinya oleh usaha yang membuat dirinya tidak bisa dengan leluasa mengekspresikan kasih sayangnya. Padahal ia ingin memanjakan Rose, ingin menghujaninya dengan perhatian dan hadiah, serta ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengannya. Jaehyun menarik napas panjang, hanya melambaikan tangan saat menurunkan perempuan itu di depan apartemennya. 

“Kau yakin tidak mau ikut berkuda?” tanya Jaehyun sambil bersandar ke mobilnya.

Rose memberikan gelengan serta senyum lebar. “Tidak, kakiku sakit. Aku bahkan sampai membatalkan latihan hari ini. Ah, jangankan berlatih, berjalan saja sulit.”

“Aku melakukannya dengan sangat lembut tadi malam,” sahut Jaehyun kedengaran sedang membela diri.

“I had a cold last night yet you still fucked me hard at the night and dawn. Well, I’m not blaming you, it was me who started it all.” Rose mengakuinya tanpa sedikitpun perasaan gengsi. Ia tidak ingat apa saja yang mereka bicarakan sebelum kembali melakukannya dini hari tadi—sepertinya bukan sesuatu yang penting melihat tidak ada gelagat aneh yang Jaehyun tunjukan. “Tadi malam aku tidak mengucapkan hal yang aneh-aneh kan?”

“Jika memaksaku untuk terus ‘memasukimu’ dianggap sebagai hal lumrah, maka tidak ada, semuanya baik-baik saja.” Jaehyun memasang ekspresi santai seperti biasa. Ia tidak akan menyinggung apapun tentang permohonan aneh yang Rose racaukan tadi malam, lebih baik tetap bungkam dan pura-pura tidak tahu. Mungkin itu merupakan rahasia yang tidak ingin Rose bagi, ia ingin menghargainya, tidak ingin menyinggung sesuatu yang tak pernah secara sadar diceritakan padanya. Lagipula, setiap orang memiliki rahasia yang ingin mereka simpan, bahkan Jaehyun pun bukan pengecualian.

Ice Shot Play ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang