"Kemana aja? Kok baru keliatan? pasti Singto ndak punya muka bawa kamu kesini, tah? baru sekarang aja dia berani"
"kenapa mau aja nikah sama dia? Wasiat almarhum kakeknya Singto?"
"pernikahan sesama jenis? Apa sih untungnya? Emang kamu bisa mengandung? Kalo iya sih kamu pasti ndak waras"
"mau adopsi? kasian anaknya nanti, pasti di bully"
"udahlah, cerai aja kalian, kalian punya masa depan bagus kok, kamu bisa cari gadis cantik, atau mau tante cariin?"
"halaahh! Gak usah sok-sokan nurut, niatnya kamu ngincer hartanya kan?"
"lagipula, kita-kita udah nemu gadis yang cocok buat Singto kok, jadi kalian cerai aja"
"tak bilangin ya nak, balas budi itu banyak caranya, misalnya kamu jadi pembantu atau apa lah, kalo mau enak dikit ya kerja di perusahaannya, ndak gini caranya!"
"iya nak, bukan jadi istrinya! itu malah memberhentikan keturunan Ruangroj!"
"KRIST!"
Lamunan si manis terhenti karena goncangan tubuhnya yang diakibatkan oleh yang lebih tua.
Krist menarik atensinya pada Singto dengan tersenyum manis "ya?" Jawabnya riang, membuat yang lebih tua menghela napas kasar "gue tanya, lo ada yang dipikirin? Gue ga tenang liat lo berdarah-darah kaya tadi pagi" tanya Singto khawatir "gak kaya biasanya tau, gak" cicitnya kemudian.
Singto baru ingat saat malam hari ketika mereka telah bersiap tidur untuk menanyakan keadaan Krist yang tidak seperti biasanya.
Remaja manis itu menggeleng kecil "gue gapapa, jangan khawatir" Singto menatap manik cokelat jernih suaminya yang menyiratkan ketakutan berlebih, kemudian Singto kembali menghela napas "gue ga tau apa yang ada di pikiran lo dan masalah lo, tapi gue minta tolong jangan dipendem sendiri" dekapan Singto pada Krist dieratkan "gue suami lo, sahabat lo, temen lo, lo bisa berbagi apa aka sama gue" tuturnya khawatir "okey, kalo lo belum siap cerita sekarang gapapa, tapi yang harus lo tau, gue selalu ada buat lo" sambungnya sambil tetap menatap mata Krist dalam.
Harus gak gue cerita? Tapi keliatannya Singto takut banget gue kenapa-napa~bimbang Krist.
Setelah bergelut dengan pikirannya bebebrapa saat, lalu Krist mendudukkan dirinya bersila di kasur diikuti Singto.
Krist menatap kedua tangannya yang ia kepalkan "gue... cuma... agak stress sama banyak pikiran, karena... gue mikir kalo gue... ngerasa kayanya nggak pantes aja gue disamping lo" Singto menatap Krist penuh tanya dengan pernyataan tersebut.
Sebenarnya mereka baru saja menghadiri pertemuan keluarga di rumah Singto beberapa hari yang lalu untuk kedua kali mereka datangi setelah sekian lama tidak mereka ikuti karena Singto terus menolak undangan sang nenek. Dan sedari tadi Krist terus merenungkan ungkapan cemoohan yang ia dapat dari keluarga Singto.
"gue cowok, gue aneh! Nggak seharusnya gue jadi istri lo, apalagi... gue..." Krist menunduk dan mengusap perut bawahnya, kemudian air matanya menetes bersamaan dengan tubuhnya yang bergetar.
Singto meraih kedua tangan suaminya untuk di genggam "dek! Adek! Liat gue!" Krist menatap mata Singto dengan lelehan air matanya dan wajah yang merah padam menahan isakannya.
Singto mengusap usap tangan yang ada di dalam genggamannya "Kata siapa lo gak pantes? Siapa yang bilang kalo lo aneh? Lo itu nggak aneh! Lo itu istimewa!" Air mata Krist yang jatuh di pipinya Singto hapus.
"Pasti ini omongan adek-adeknya ayah gue, ya?" Krist hanya diam menikmati usapan Singto di pipi tembam-nya sambil menahan tangis yang hendak keluar lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tak Nikah, Maka Tak Cinta (SingtoKrist)
Random"kalo lo mau punya pacar, silahkan gue izinin, lagipula kita nikah karena dijodohin"-Krist "gak akan gue punya pacar lagi, buat apa? endingnya bakalan putus kok. Prinsip gue, pacaran berkali-kali, nikah cukup sekali"-Singto Nama karakter author ambi...